Muncul kekhawatiran bahwa Presiden Rusia Vladimir Putin akan melakukan aksi nekat agar dapat menguasai Ukraina.
Rusia diklaim akan menggunakan segala cara untuk menghentikan pasokan senjata lawan.
Satu diantaranya dengan menyerang pangkalan militer NATO agar tak bisa mengirim bantuan ke Ukraina.
Dilansir dari Daily Mail, Minggu (17/4/2022), seorang mantan kepala keamanan Inggris, Lord Ricketts, menilai Rusia mulai frustasi lantaran invasinya terhambat.
Penasihat keamanan nasional pertama Inggris itu mengatakan kemarin bahwa Putin menjadi semakin putus asa untuk menghentikan aliran senjata ke Ukraina.
Putin bahkan dikatakan mungkin akan menyerang pesawat atau konvoi NATO yang menuju ke negara itu.
Lord Ricketts khawatir konflik ini akan bergerak menuju jalan buntu, di mana Rusia ingin menduduki sebagian besar wilayah tetangga dan Ukraina tidak akan menyetujui kesepakatan penyelesaian.
Ia juga memperingatkan bahwa konflik ini dapat berlanjut selama bertahun-tahun sebagai perang gerilya.
“Saya kira apa yang Presiden Putin ingin kita semua takuti adalah bahwa dia mungkin ingin menggunakan senjata nuklir di Ukraina, yang akan menjadi eskalasi penting dan memastikan Rusia terisolasi di seluruh dunia,” ujar Lord Ricketts.
“Lebih mungkin, saya pikir apa yang mereka perhatiakn adalah mencari cara untuk mencegah atau membatasi aliran senjata ke Ukraina.”
“Jadi kita mungkin melihat serangan terhadap konvoi atau pesawat yang membawa senjata dari barat.”
Tak hanya serangan pada distribusi senjata ke Ukraina, Rusia diklaim akan nekat menyerang pangkalan NATO.
Jika ini benar terjadi, mau tak mau negara-negara NATO harus segera memutuskan tindakan.
“Paling buruk, mungkin, semacam serangan rudal di pangkalan NATO, di mana senjata untuk Ukraina sedang dipersiapkan,” sebut Lord Ricketts.
“Dan itu pasti akan menimbulkan dilema nyata bagi negara-negara NATO.”
Rusia Disebut Perang Lawan NATO
Media massa milik pemerintah Rusia mengklaim Perang Dunia III telah terjadi.
Diberitakan oleh sebuah stasiun televisi milik pemerintah Rusia, saat ini Rusia sedang berperang dengan NATO.
Seperti yang diketahui, hampir tiga bulan konflik antara Rusia dan Ukraina berlangsung sejak 24 Februari 2022 lalu.
Dikutip dari Thesun.co.uk, sejak awal terjadinya konflik, negara-negara barat khususnya Inggris dan Amerika Serikat (AS) rutin mengirimkan senjata dan peralatan militer kepada Ukraina.
Olga Skabeyeva, satu dari beberapa tokoh media pemerintah Rusia menyebut konflik antara Ukraina dan Rusia telah berkembang sedimikian rupa hingga saat ini telah menjadi perang antara Rusia dan NATO.
Skabeyeva lalu menjelaskan bagaimana warga sipil di Ukraina tidak melihat adanya genosida yang dilakukan oleh tentara Rusia.
“Di daerah Kharkiv, mereka (warga Ukraina) menyambut tentara kita layaknya pembebas,” ujarnya.
Skabeyeva mengatakan, para warga sipil Ukraina justru mencurigai pasukan militer negara mereka sendiri lah yang melakukan kejahatan perang.
News anchor lainnya bernama Olesya Loseva menjelaskan kepada penonton bagaimana negara-negara barat melakukan aksi provokasi dengan cara mengirimkan banyak senjata ke Ukraina.
Seorang komentator militer bernama Dmitry Drozdenko yang hadir dalam acara TV pemerintah Rusia menjelaskan bahwa negara-negara barat sudah sejak lama bersiap untuk melakukan perang.
Dilansir dari media Rusia RT, Jumat (15/4/2022), AS telah meningkatkan keterlibatannya dalam krisis Ukraina dengan lebih banyak memasok senjata ke Kiev.
AS juga dikabarkan telah memutuskan untuk memberikan laporan intelijen yang dapat membantu pasukan Ukraina menyerang sasaran di Krimea.
“Seiring konflik berkembang, kami terus menyesuaikan untuk memastikan bahwa operator memiliki fleksibilitas untuk berbagi intelijen rinci dan tepat waktu dengan Ukraina,” kata seorang pejabat intelijen AS kepada Wall Street Journal.
Surat kabar itu mengatakan Washington bergerak untuk secara signifikan memperluas pembagian intelijen dengan Ukraina.
Namun AS tetap akan menahan diri dari memberikan informasi intelijen yang akan memungkinkan Ukraina untuk menyerang target di wilayah Rusia.
Laporan tersebut, yang dikonfirmasi oleh New York Times, secara khusus menyebut Krimea sebagai wilayah yang tercakup dalam kebijakan baru.
Moskow tidak setuju dengan definisi AS tentang Krimea sebagai bagian dari Ukraina.
Pasalnya, wilayah dinyatakan Rusia telah itu memisahkan diri dari Ukraina dan bergabung dengan Rusia sejak 2014.
Moskow menganggap status semenanjung itu sebagai masalah yang sudah diselesaikan.
Outlet media mengatakan perubahan kebijakan datang sebagai tanggapan atas dugaan persiapan Rusia untuk serangan besar-besaran terhadap kontingen besar pasukan Ukraina di daerah Donbass.
AS juga telah meningkatkan pasokan senjata ke Ukraina, senilai 800 juta USD (sekitar Rp 11 triliun) dari Pentagon, termasuk senjata artileri, kendaraan lapis baja dan helikopter, serta senjata lainnya.
Tudingan keterlibatan AS itu diungkapkan setelah kapal penjelajah rudal Rusia Moskva, yang merupakan kapal utama Armada Laut Hitam, dilaporkan tenggelam.
Kementerian Pertahanan Rusia mengatakan kapal itu tenggelam saat ditarik ke pelabuhan untuk menghindari badai di laut, Kamis (14/3/2022).
Menurut militer Rusia, lambung kapal perang itu telah rusak oleh ledakan amunisi, yang disebabkan oleh kebakaran di kapal.
Namun, pejabat Ukraina mengklaim pasukan mereka telah menyerang armada tersebut dengan rudal anti-kapal Neptunus.
Moskva dilaporkan berada sekitar 90 kilometer selatan Odessa pada hari Rabu ketika kebakaran terjadi di atas kapal.
Para kru dievakuasi oleh kapal Armada Laut Hitam di dekatnya, dan kapal tunda dikirim untuk menarik Moskva ke Krimea untuk diperbaiki.
Pada Kamis pagi, Moskow mengatakan bahwa ledakan di kapal telah berhenti dan api telah dipadamkan, dan bahwa kapal penjelajah itu sedang dalam perjalanan ke pelabuhan untuk diperbaiki.
Masalah ini tidak disebutkan lagi selama pengarahan rutin tentang operasi militer di Ukraina di kemudian hari.