Guru besar Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Profesor Suteki prihatin melihat pernyataan Megawati yang baru-baru ini menyindir para ibu-ibu yang sedang antre minyak goreng, sedangkan masih bisa membeli baju Lebaran.
Menurut Profesor Suteki, pernyataan Megawati tersebut merupakan tindakan pembullyan yang tidak patut dilakukan dari seorang pejabat terhadap rakyat kecil yang sedang kebingungan memenuhi kebutuhan pokoknya.
Profesor Suteki menyarankan kepada Megawati, mantan presiden ke-5 RI untuk lebih serius melakukan penelitian sosiologisnya daripada mengeluarkan pernyataan yang terkesan menghakimi rakyat kecil.
“Profesor Mega itu harus lebih serius ya meneliti dalam hal sosiologis. Kenapa begitu? Karena kita harus tahu juga kenapa ibu-ibu itu mengantri minyak goreng kemasan,”
“Ya karena di negeri ini namanya minyak goreng tuh masih merupakan atau dikatakan masuk 9 kebutuhan pokok,” tutur Prof Suteki seperti dilansir Hops.ID dalam kanal YouTube pribadinya pada hari Jumat, 22 April 2022.
Kebiasaan menggoreng menjadi suatu hal yang rutin untuk semua jenis makanan di kalangan masyarakat. Mereka tidak terlatih jika harus mengubah kebiasaan menggorengnya dengan merebus.
Melihat fenomena ibu-ibu antri minyak goreng, Prof Suteki menilai hal itu sangat wajar dilakukan masyarakat karena mereka mengalami panic buying.
‘’Memang sangat wajar jika ada panic buying, sehingga mau gak mau mereka seolah-olah ini barang langka yang gak mungkin tersedia lagi. Di sisi lain pemerintah saat itu juga tidak memberikan jaminan ketersediaan barang,” ujar Prof Suteki.
Selanjutnya Prof Suteki juga menyebut, pernyataan tentang membeli baju Lebaran dan langkanya minyak goreng tidak ada hubungannya sama sekali.
“Dari sini bisa disimpulkan bahwa tidak ada korelasi yang signifikan antara antre minyak goreng dan beli baju Lebaran. Hipotesis Ibu Megawati terbukti salah,” jelas Prof Suteki.
Selain menyingung soal sindiran Megawati terhadap fenomena ibu-ibu, Prof Suteki juga kembali mengulas sikap Megawati dan partai saat terjadinya kenaikan harga BBM era SBY yang masih berhubungan dengan tingginya harga minyak goreng saat ini.
Seperti diketahui, PDIP juga memiliki jargon yang sangat merakyat yakni pro wong cilik.
“Coba dulu ketika zaman SBY, itu kan ketika ada kenaikan BBM yang mungkin hanya beberapa ratus perak gak sampai ribuan, 300-500 perak. Itu geger, padahal jika dibandingkan nilainya lebih kecil dengan saat ini.”
“Masih ada videonya beredar, Puan dan Megawati tampak sesenggukan menangis katanya membela wong cilik. Bahkan sempat ada isu mereka akan geruduk istana pada tahun 2008,” tambah Prof Suteki.
Prof Suteki menilai bahwa terlihat Megawati tidak memiliki konsistensi dalam bersikap.
“Megawati justru meminta rakyat itu tidak cengeng menghadapi kenaikan harga saat ini, termasuk kenaikan BBM dan lainnya. Profesor Megawati tidak konsisten dengan sikapnya yang menganggap masyarakat cengeng, sedangkan ia menghalangi kenaikan harga BBM di masa SBY,” ujarnya.***