EROPAINTERNASIONALNASIONAL

Harga Minyak Goreng Dunia Ikutan Mahal Setelah Jokowi Larang Ekspor Minyak Sawit

BANDA ACEH -Setelah Presiden RI Joko Widodo melarang ekspor minyak kelapa sawit akibat lonjakan harga minyak goreng dalam negeri sudah hampir mencapai 100 persen, kini harga minyak goreng dunia juga ikutan mahal.

Indonesia, produsen dan pengekspor minyak sawit terbesar dunia, mulai 28 April ini akan memblokir ekspornya untuk mengatasi kenaikan harga minyak goreng domestik.

Namun langkah yang diumumkan oleh Jokowi pada Jumat (22/4) ini, akan memicu inflasi bahan makanan yang sudah melonjak di pasaran global.

Dilaporkan oleh Reuters pada Sabtu (23/4), selain hilangnya peredaran minyak sawit Indonesia di pasaran global, hilangnya eksportir terbesar minyak bunga matahari dari Ukraina, dan keringnya di ekspor minyak kedelai terbesar dari Argentina juga merupakan faktor utama dalam lonjakan harga minyak goreng dunia.

Kini harga minyak kedelai melonjak ke rekor tertinggi pada Jumat (22/4), naik 4,5 persen menjadi 83,21 sen dolar AS per lb, menurut data Chicago Board of Trade. Data tersebut juga menyatakan bahwa harga minyak kedelai naik sebesar 50 persen pada tahun ini.

“Ini adalah berita buruk bagi konsumen minyak nabati di banyak negara yang saat ini. Mereka sangat bergantung pada minyak sawit, mengingat dunia kekurangan minyak bunga matahari, minyak lobak dan minyak kedelai,” ujar Siegfried Falk, pejabat di Oil World yang berbasis di Hamburg, dikutip dari Reuters, Sabtu (23/4).

Inflasi harga minyak nabati dan makanan telah menjadi perhatian utama di seluruh dunia setelah invasi Rusia ke Ukraina.

Ukraina adalah pengekspor utama gandum, jagung, barley, minyak bunga matahari dan minyak lobak.

Badan pangan PBB melaporkan pada awal bulan ini, bahwa harga pangan telah melonjak hampir 13 persen pada Maret, menuju rekor tertinggi baru.

Argentina, eksportir produk kedelai utama dunia selain Brasil dan Amerika Serikat, secara singkat juga menghentikan penjualan minyak kedelai dan makanan di pasaran global pada pertengahan Maret, sebelum menaikkan tarif pajak ekspor dalam upaya untuk menekan inflasi pangan.

Departemen Pertanian Amerika Serikat telah memperkirakan bahwa produsen kedelai AS akan memproses 60.282 juta ton kedelai tahun ini, naik 3,5 persen dari tahun lalu.

CEO Asosiasi Pengolah Minyak Biji Nasional AS, Tom Hammer mengatakan, akan sulit untuk meningkatkan kapasitas itu lebih lanjut sampai pabrik baru mulai beroperasi.

10 hingga 12 prosesor kedelai baru lainnya akan beroperasi di Amerika Serikat pada tahun 2025, dengan yang pertama diharapkan mulai beroperasi pada tahun 2023.

“Pada akhirnya akan ada lebih banyak kapasitas (tetapi) perjalanannya masih panjang,” ujar Hammer.

Minyak sawit adalah minyak nabati yang paling banyak digunakan di dunia dan digunakan dalam pembuatan banyak produk termasuk biskuit, margarin, detergen, dan cokelat. 


Reaksi & Komentar

Berita Lainnya