Kabar soal Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan sejumlah pemimpin negara-negara di Asia Tenggara yang bertolak ke Washington untuk hadiri KTT ASEAN AS, direspon China dengan peringatan.
Sebelumnya, menurut informasi yang dikutip dari laman Sekertariat Kabinet RI, Presiden Jokowi beserta Ibu Negara Iriana Joko Widodo berangkat ke Washington DC pada 10 Mei 2022.
Tujuannya adalah untuk menghadiri serangkaian pertemuan KTT ASEAN AS atau ASEAN-US Special Summit (AUSS) yang dilaksanakan dari tanggal 11-13 Mei 2022.
“Pagi ini, saya dan delegasi akan berangkat melaksanakan kunjungan kerja ke Washington DC dari tangal 11 sampai 13 Mei 2022,” ucap Presiden Jokowi.
Tak hanya Presiden Jokowi, pertemuan ini akan dihadiri sejumlah pemimpin ASEAN lainnya yang secara bersamaan akan menemui Presiden AS Joe Biden dan Wakilnya Kamala Hariss.
Merespon pertemuan khusus ASEAN dan AS ini, China disebut-sebut justru melayangkan peringatan pada para pemimpin negara kawasan Asia Tenggara soal KTT ini.
Peringatan tersebut disampaikan dalam sebuah pernyataan resmi Menteri Luar Negeri China, Wang Yi, yang menyinggung soal resiko konfrontasi dan perang dingin kawasan ASEAN.
“Langkah-langkah untuk memperkenalkan mentalitas perang dingin di kawasan dan menghasut serta menciptakan konfrontasi kamp yang akan merusak perdamaian dan pembangunan yang telah dinikmati kawasan itu selama bertahun-tahun,” ucap Kementrian Luar Negeri China seperti dikutip Hops.ID dari laman Benar News pada Kamis, 12 Mei 2022.
Wang Yi juga menambahkan jika negara-negara Asia Tenggara harus tetap waspada dan menolak langkah itu secara bersama-sama.
Merespon tuduhan China soal niat terselubung susupkan paham perang dingin ini, Kurt Campbell, koordinator dewan kemananan nasional AS untuk Indo Pasifik menyebut bahwa Presiden Biden menginginkan persaingan secara damai melalui KTT ini.
“Presiden Biden akan langsung berbicara tentang keinginan untuk bersaing secara damai, dia tidak ingin Asia Tenggara turun ke perang dingin yang baru,” ucap Campbell dalam sebuah webinar.
Menilik soal peringatan yang dilayangkan China, Analis Anne Marie Murphy, menyebut tindakan ini berdasar pada kekhawatiran China atas perubahan sikap negara ASEAN yang menjadi lebih keras ketika berbicara soal sengketa di Laut China Selatan. Tetapi, sikap tegas ini dinilai bisa menjadi lebih halus lagi karena negara Kamboja yang pro China kini menjabat sebagai Ketua ASEAN.
Perlu diingat bahwa saat ini China masih terlibat sengketa dengan negara ASEAN mengenai klaim atas seluruh wilayah Laut China Selatan termasuk di dalamnya perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) milik Brunei, Filipina, Malaysia, dan Indonesia.***