“Mengakui atau tidak itu nanti itu terserah Pak Maming. Dan, semuanya kita serahkan kepada penegak hukum,” kata dia.
Diberitakan Bendahara Umum (Bendum) PBNU Mardani Maming akhirnya hadir secara langsung dalam sidang kasus dugaan suap izin usaha pertambangan (IUP) di Pengadilan Tipikor, Banjarmasin, Kalimantan Selatan (Kalsel), Senin,(25/4/2022).
Diketahui, kali ini Ketua Umum BPP HIPMI hadir secara langsung, setelah tiga kali absen dan hanya mengikuti sidang secara online pada pekan kemarin. Mardani tidak hadir sendiri, dia mendapat dukungan dari luar ruang sidang dari ratusan massa Ansor Kalimantan Selatan dan PWNU.
Mardani dihadirkan sebagai saksi untuk terdakwa Kepala Dinas ESDM Tanah Bumbu Dwidjono Putrohadi Sutopo. Sebagai informasi, saat kasus ini terjadi, Mardani tengah menjabat status sebagai Bupati Tanah Bumbu periode 2010-2018.
Dalam sidang tersebut, Mardani dicecar hakim terkait pengetahuannya soal penerbitan Surat Keputusan (SK) Bupati Tanah Bumbu Nomor 296 Tahun 2011 tentang Persetujuan Pelimpahan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi PT Bangun Karya Pratama Lestari (BKPL) Nomor 545/103/IUP-OP/D.PE/2010 kepada PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN).
Menjelaskan kronologisnya, Mardani mengurai bahwa penerbitan SK dilakukannya setelah melalui kajian teknis Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Tanah Bumbu. Mardani menambahkan, saat SK peralihan IUP ada di meja kerjanya, SK sudah diparaf lebih dulu oleh kabag hukum, asisten dua, sekretaris daerah dan Dwidjono Putrohadi Sutopo selaku Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Tanah Bumbu.
“Yang saya cek adalah paraf kepala dinas. Kalau sesuai aturan, maka saya tandatangani. Dia (terdakwa) datang membawa SK ke saya,” kata Mardani saat memberikan kesaksian dalam sidang tersebut, Senin (25/4/2022).
Pengakuan Mardani di Sidang
Mardani melanjutkan, permohonan peralihan IUP lalu diserahkan ke Pemprov Kalsel untuk dilanjutkan ke Kementerian ESDM. Perihal ada larangan peralihan IUP sesuai Pasal 93 UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Minerba, Mardani menjawab tidak mengetahui.
Menanggapi kesaksian Mardani, Ketua Majelis Hakim Yusriansyah, menegaskan bahwa peralihan IUP tambang tidak dibolehkan, karena menabrak UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Minerba.
“Menurut kami tidak sesuai Undang-Undang karena ada ketentuan yang melarang itu. Bertentangan dengan Undang-Undang. Kenapa dulu tidak dicabut saja (SK peralihan IUP PT BKPL ke PT PCN)? harusnya dicabut dulu. Pelajari Undang-Undangnya. Jangan sampai keliru,” tegas Hakim Yusriansyah.
Selain soal tanda tangan, Mardani juga digali kesaksiannya terkait perkenalan dirinya dengan Henry Seotijo selaku Direktur Utama PT PCN. Kali ini pertanyaan datang dari salah satu kuasa hukum Terdakwa Dwijono.
Mardani mengaku, perkenalannya dengan Henry yang sekarang sudah berstatus almarhum terjadi di rumah Haji Isam dan dikenalkan oleh seorang seorang jenderal polisi. Dia mengenal Henry Soetijo pada rentang waktu 2011-2012.
“Sesuai BAP, saya mengenal Henry pas selamatan di rumah Haji Isam, yang diperkenalkan oleh pak Mahfudz Arifin. Yang disampaikan bahwa dia (Henry) pengusaha tambang,” jawab Mardani.
“Pak Mahfudz Arifin ini siapa,” tanya kuasa hukum.
“Mantan Kapolda Kalsel,” jawab Mardani lagi.
Dikonfirmasi terpisah, Machfud Arifin meluruskan bahwa saat itu dirinya belum berada di Kalimantan Selatan sebagai Kapolda. Sebab, saat itu Machfud masih berdinas di Mabes Polri sebagai Dirsatwa Polri di Jakarta periode 2011-2012. Menurut rekam jejak digital, diketahui, Machfud Arifin baru menjabat sebagai Kapolda Kalsel pada periode 2013-1015.
Kasus yang menyerat nama Mardani ini terkait korporasi batu bara di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, yang berencana memperoleh Izin Usaha Pertambangan (IUP) 2010. Pemanggilan Mardani sebagai saksi kali ini dalam kapasitasnya sebagai mantan Bupati Tanah Bumbu.