Saksi Sebut Bendahara Umum PBNU Terima Rp 89 M di Kasus Suap Izin Tambang

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

Bendahara Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama atau Bendum PBNU, Mardani H. Maming disebut menerima uang Rp 89 miliar, terkait pengurusan izin usaha pertambangan (IUP) di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan.

Hal tersebut terungkap dari kesaksian Christian Soetio, yang merupakan adik dari mantan Direktur Utama PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN) almarhum Henry Soetio.

Christian dihadirkan sebagai saksi dalam sidang kasus dugaan suap izin tambang di Kabupaten Tanah Bumbu dengan terdakwa eks Kepala Dinas ESDM Kabupaten Tanah Bumbu Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo, yang digelar di Pengadilan Tipikor, Banjarmasin, Kalimantan Selatan (Kalsel), Jumat (13/5/2022).

Dalam sidang tersebut, Christian mengetahui adanya aliran dana kepada Mardani H. Maming melalui PT Permata Abadi Raya (PAR) dan PT Trans Surya Perkasa (TSP). Mardani disebut pemilik saham PAR dan TSP. PT PAR dan TSP bekerja sama dengan PT PCN dalam mengelola pelabuhan batu bara dengan PT Angsana Terminal Utama (ATU).

“Saksi tadi menyampaikan bahwa dana yang mengalir ke Mardani totalnya berapa?,” tanya hakim Ahmad Gawi kepada Christian.

“Ratusan miliar yang mulia. Mohon maaf yang mulia, transfer ke Mardani, tapi transfernya ke PT PAR dan PT TSP,” Christian menjawab.

Christian sendiri menduduki posisi Dirut PT PCN menggantikan posisi kakak kandungnya, Henry Soetio, yang meninggal dunia pada Juni 2021.

Dia menyatakan, mengetahui aliran dana itu karena pernah membaca pesan WhatsApp dari Henry Soetio yang ditujukan kepada Resi, pegawai bagian keuangan PT PCN. Resi diperintahkan mentransfer duit ke Mardani lewat PT PAR dan TSP.

“Ada berapa kali perintah itu?,” tanya hakim Ahmad Gawi lagi.

“Yang saya tahu di WA berkali-kali yang mulia,” jawab Christian.

Ahmad Gawi lantas meminta Christian mau menjabarkan detail uang yang diterima Mardani.

“Berapa totalnya?,” tanya Ahmad Gawi.

“Total yang sesuai TSP dan PAR itu nilainya Rp 89 miliar yang mulia,” ucap Christian.

“Jadi total Rp 89 miliar untuk TSP dan PAR?. (Sejak tahun) 2014 yang mulia, sampai 2020. TSP dan PAR masuk Grupnya 69. Yang saya ketahui, yang saya dengar, punyanya Mardani,” ucap Christian.

“Memang tidak langsung ke Mardani dari Resi itu?,” tanya Ahmad Gawi.

“Siap yang mulia,” kata Christian.

Diketahui, dugaan suap sendiri terjadi lantaran penerbitan IUP kepada PT PCN semasa Mardani menjabat sebagai Bupati Tanah Bumbu tahun 2011. Saat itu, Mardani menerbitkan Surat Keputusan (SK) Bupati Tanah Bumbu Nomor 296 Tahun 2011 tentang Persetujuan Pelimpahan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi PT Bangun Karya Pratama Lestari Nomor 545/103/IUP-OP/D.PE/2010 kepada PT Prolindo Cipta Nusantara.

Disarankan Mundur

Pimpinan Pondok Pesantren Salafiah Tremas, Pacitan, Luqman Al-Hakim Harist Dimyati atau yang kerap disapa Gus Luqman menyarankan Mardani H. Maming nonaktif dari jabatanya sebagai Bendahara Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (Bendum PBNU).

Luqman meminta Mardani nonaktif lantaran terseret dalam kasus dugaan suap izin usaha pertambangan (IUP) di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan (Kalsel). Nonaktif perlu dilakukan Mardani demi menjaga nama baik NU.

“Harapan saya biar NU bermuruah dan sebagainya, sebaiknya (Mardani) nonaktif dulu. Masalah mundur dan sebagainya nanti kalau sudah terbukti bersalah,” ujar Luqman, Selasa,(26/4/2022).

Luqman menyarankan, Mardani sendiri yang menonaktifkan diri agar lebih fokus menjadi saksi dalam kasus yang menjerat mantan Kepala Dinas ESDM Tanah Bumbu, Kalsel, Dwidjono Putrohadi Sutopo.

“Saya pikir biar Pak Mardani Maming tidak punya beban apa-apa, dan bisa lebih serius untuk menghadapi kasus sebagai saksi ini,” kata dia.

Luqman menyayangkan sikap Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) itu yang baru hadir secara langsung dalam persidangan setelah mangkir tiga kali berturut-turut.

“Ya kita sayangkan itu mengapa harus menunggu sampai dipanggil sekian kalinya, mungkin dari awal pemanggilan utama taat hukum mendatangi cuma ini sekian kali dan baru hadir,” kata dia.

Meski demikian, warga Nahdliyyin ini menyatakan sepenuhnya menyerahkan kasus yang menyeret Mardani kepada aparat penegak hukum, dalam hal ini Kejaksaan Agung (Kejagung).

“Mengakui atau tidak itu nanti itu terserah Pak Maming. Dan, semuanya kita serahkan kepada penegak hukum,” kata dia.

Diberitakan Bendahara Umum (Bendum) PBNU Mardani Maming akhirnya hadir secara langsung dalam sidang kasus dugaan suap izin usaha pertambangan (IUP) di Pengadilan Tipikor, Banjarmasin, Kalimantan Selatan (Kalsel), Senin,(25/4/2022).

Diketahui, kali ini Ketua Umum BPP HIPMI hadir secara langsung, setelah tiga kali absen dan hanya mengikuti sidang secara online pada pekan kemarin. Mardani tidak hadir sendiri, dia mendapat dukungan dari luar ruang sidang dari ratusan massa Ansor Kalimantan Selatan dan PWNU.

Mardani dihadirkan sebagai saksi untuk terdakwa Kepala Dinas ESDM Tanah Bumbu Dwidjono Putrohadi Sutopo. Sebagai informasi, saat kasus ini terjadi, Mardani tengah menjabat status sebagai Bupati Tanah Bumbu periode 2010-2018.

Dalam sidang tersebut, Mardani dicecar hakim terkait pengetahuannya soal penerbitan Surat Keputusan (SK) Bupati Tanah Bumbu Nomor 296 Tahun 2011 tentang Persetujuan Pelimpahan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi PT Bangun Karya Pratama Lestari (BKPL) Nomor 545/103/IUP-OP/D.PE/2010 kepada PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN).

Menjelaskan kronologisnya, Mardani mengurai bahwa penerbitan SK dilakukannya setelah melalui kajian teknis Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Tanah Bumbu. Mardani menambahkan, saat SK peralihan IUP ada di meja kerjanya, SK sudah diparaf lebih dulu oleh kabag hukum, asisten dua, sekretaris daerah dan Dwidjono Putrohadi Sutopo selaku Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Tanah Bumbu.

“Yang saya cek adalah paraf kepala dinas. Kalau sesuai aturan, maka saya tandatangani. Dia (terdakwa) datang membawa SK ke saya,” kata Mardani saat memberikan kesaksian dalam sidang tersebut, Senin (25/4/2022).

Pengakuan Mardani di Sidang

Mardani melanjutkan, permohonan peralihan IUP lalu diserahkan ke Pemprov Kalsel untuk dilanjutkan ke Kementerian ESDM. Perihal ada larangan peralihan IUP sesuai Pasal 93 UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Minerba, Mardani menjawab tidak mengetahui.

Menanggapi kesaksian Mardani, Ketua Majelis Hakim Yusriansyah, menegaskan bahwa peralihan IUP tambang tidak dibolehkan, karena menabrak UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Minerba.

“Menurut kami tidak sesuai Undang-Undang karena ada ketentuan yang melarang itu. Bertentangan dengan Undang-Undang. Kenapa dulu tidak dicabut saja (SK peralihan IUP PT BKPL ke PT PCN)? harusnya dicabut dulu. Pelajari Undang-Undangnya. Jangan sampai keliru,” tegas Hakim Yusriansyah.

Selain soal tanda tangan, Mardani juga digali kesaksiannya terkait perkenalan dirinya dengan Henry Seotijo selaku Direktur Utama PT PCN. Kali ini pertanyaan datang dari salah satu kuasa hukum Terdakwa Dwijono.

Mardani mengaku, perkenalannya dengan Henry yang sekarang sudah berstatus almarhum terjadi di rumah Haji Isam dan dikenalkan oleh seorang seorang jenderal polisi. Dia mengenal Henry Soetijo pada rentang waktu 2011-2012.

“Sesuai BAP, saya mengenal Henry pas selamatan di rumah Haji Isam, yang diperkenalkan oleh pak Mahfudz Arifin. Yang disampaikan bahwa dia (Henry) pengusaha tambang,” jawab Mardani.

“Pak Mahfudz Arifin ini siapa,” tanya kuasa hukum.

“Mantan Kapolda Kalsel,” jawab Mardani lagi.

Dikonfirmasi terpisah, Machfud Arifin meluruskan bahwa saat itu dirinya belum berada di Kalimantan Selatan sebagai Kapolda. Sebab, saat itu Machfud masih berdinas di Mabes Polri sebagai Dirsatwa Polri di Jakarta periode 2011-2012. Menurut rekam jejak digital, diketahui, Machfud Arifin baru menjabat sebagai Kapolda Kalsel pada periode 2013-1015.

Kasus yang menyerat nama Mardani ini terkait korporasi batu bara di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, yang berencana memperoleh Izin Usaha Pertambangan (IUP) 2010. Pemanggilan Mardani sebagai saksi kali ini dalam kapasitasnya sebagai mantan Bupati Tanah Bumbu.

Exit mobile version