Kajati Aceh tetapkan Tersangka Eks Kepala Disperindagkop Aceh Tamiang

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto
image_pdfimage_print

Banda Aceh– Tim Penyidik Tindak Pidana Khusus pada Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh telah melaksanakan gelar perkara terkait kasus pelaksanaan pengadaan tanah untuk pasar tradisional Kabupaten Aceh Tamiang Tahun Anggaran 2014 lalu pada Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi (Disperindagkop) Kabupaten Aceh Tamiang, di Aula ruangan rapat Kejati Aceh, Kamis (19/5) kemarin.

ADVERTISEMENTS
ad39

Gelar perkara tersebut, dipimpin langsung oleh Kepala Kejaksaan Tinggi Aceh Bambang Bachtiar, serta dihadiri Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati Aceh, Koordinator para Kasi dan seluruh Anggota Satgas Pidsus Kejati Aceh.

ADVERTISEMENTS

Kajati Aceh, Bambang Bachtiar,  melalui Plt Kasipenkum Ali Rasab mengatakan, gelar perkara tim penyidik hasil dari penyidikan bersama mengumpulkan bukti-bukti yang telah diperoleh.

ADVERTISEMENTS

“Lalu, hasil penyidikan tersebut, ditanggapi para peserta ekspose dan dari hasil gelar perkara tersebut disimpulkan telah ditemukan bukti awal terjadinya tindak pidana korupsi dalam kegiatan pelaksanaan pengadaan tanah untuk pasar tradisional Kabupaten Aceh Tamiang pada Disperindagkop Tahun Anggaran 2014 yang dilakukan secara bersama-sama oleh dua orang,”kata Plt Kasipenkum Ali Rasab kepada awak media, Jum’at (20/5/2022).

ADVERTISEMENTS

Menurut Ali Rasab, dia menyebut, keduanya yakni berisial AH mantan Kepala Disperindagkop Aceh Tamiang Tahun 2014 dan benisial SI selaku pemilik tanah yang juga ditetapkan sebagai tersangka.

ADVERTISEMENTS

Kemudian, kata Ali Rasab, dalam gelar perkara tersebut terungkap Disperindagkop Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang mengalokasikan Anggaran sebesar Rp. 2.5 Miliar untuk pengadaan tanah pembangunan pasar tradisional di Kecamatan Kejuruan Muda, Kabupaten Aceh Tamiang,” terangnya.

ADVERTISEMENTS

Selanjutnya, dalam pelaksanaannya, Disperindagkop Kabupaten Aceh Tamiang telah memilih/ menetapkan tanah milik tersangka SI seluas 10.000 Meter dengan tidak menggunakan aturan yang berlaku yakni dengan cara menunjukkan/ memilih tanah tersebut untuk diganti rugi dan dalam penetapan harga ganti rugi juga hanya dilakukan dengan cara musyawarah/ negosiasi dengan pemilik tanah, sehingga ditetapkan harga ganti rugi senilai RP. 249.000 per meter. Sedangkan, yang diterima tersangka SI seluruhnya Rp. 2.490.000.000.

Padahal, tanah tersebut dibeli oleh tersangka SI pada tahun 2013 hanya seharga Rp. 14.000 per meter.

“Berdasarkan perhitungan kerugian Negara yang dilakukan oleh BPKP Provinsi Aceh telah ditemukan kerugian Negara sebesar Rp. 1.595. 000.000 (satu milyar lima ratus Sembilan puluh lima juta Rupiah),” sebut Ali Rasab.

Atas hal tersebut, keduanya diduga telah melanggar pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 Ayat (1) huruf a,b, ayat (2) dan (3) UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1).

Exit mobile version