Masalah LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender) kembali mencuat. Terutama pasca Kedutaan Besar Inggirs di Jakarta mengibarkan bendera pelangi. Tak ayal, aksi protes di dalam negeri mencuat. Termasuk dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Anggota DPR Bukhori Yusuf, memprotes pengibaran bendera pelangi LGBT di Kedutaan Besar Inggris tersebut. Anggota dari Fraksi PKS itu meminta pemerintah tidak membiarkan setiap perwakilan asing di Indonesia, melecehkan norma dan nilai yang berlaku di sini.
“Kami mendukung upaya pemerintah menegakkan kedaulatan kita dengan mengirimkan pesan yang tegas bahwa setiap perwakilan asing di Indonesia tidak diperkenankan secara provokatif mengampanyekan nilai dan norma yang tidak sesuai dengan pandangan hidup warga lokal. Mereka harus berhenti mempromosikan LGBT dan menunjukkan itikad baik untuk menghormati nilai dan norma yang berlaku di tengah masyarakat Indonesia,” kata Bukhori, Senin, 23 Mei 2022.
Anggota Komisi VIII DPR ini mengatakan, konstitusi telah menegaskan Indonesia sebagai negara yang berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa (Pasal 29 Ayat 1 UUD 1945). Sehingga agama telah menjadi ruh dan sumber nilai dari pandangan hidup masyarakat Indonesia dalam menjalani kehidupan berbangsa dan bernegara.
“Paham LGBT dapat diterima di barat karena cara pandang negaranya yang liberal dan sekuler. Namun jangan lecehkan negara ini dengan memaksakan paham itu kepada masyarakat kita. Selain bertentangan dengan konstitusi, hal itu tidak sejalan dengan kaidah moral dan agama masyarakat Indonesia yang religius,” jelasnya.
Lebih lanjut dijelaskannya, selain menyimpang dari ajaran agama, LGBT merupakan penyakit sosial yang mengancam kohesi sosial di tengah masyarakat, khususnya bagi ketahanan keluarga. Oleh karena itu, mayoritas masyarakat Indonesia diangap tidak dapat menerima perilaku penyimpangan seksual tersebut.
“Penolakan mereka dapat dipahami, karena selain mengusik nilai kesusilaan masyarakat, perilaku penyimpangan seksual juga membawa ancaman serius dari sisi kesehatan berupa risiko penularan infeksi menular seperti HIV/AIDS,” ujarnya.
Data Ditjen P2P Kementerian Kesehatan pada tahun 2019 menunjukan, bahwa terjadi peningkatan kasus HIV/AIDS yang mengalami puncaknya pada tahun 2019. Sementara, data UNAIDS pada tahun yang sama menyebut penyebab risiko penularan tertinggi HIV /AIDS berasal dari hubungan seks homoseksual.
Sementara itu, legislator dari Daerah Pemilihan atau Dapil Jawa Tengah 1 ini mengaku prihatin. Sebab belakangan ini publik sering dibuat resah oleh berbagai propaganda LGBT yang dilakukan secara provokatif. Baik yang dikampanyekan oleh figur publik, dan yang terbaru oleh perwakilan asing di Indonesia.
“Semua pihak seharusnya merasa prihatin atas maraknya propaganda LGBT yang bertentangan dengan nilai-nilai luhur bangsa dan agama,” kata anggota Badan Legislasi DPR ini.
Bukhori mendorong pemerintah, untuk mengambil segala tindakan yang perlu untuk menghentikan derasnya kampanye tersistematis dari segelintir kelompok yang mengadvokasi kepentingan LGBT, dengan tujuan memaksa masyarakat menerima perilaku menyimpang mereka.
“Kampanye yang perlu digalakan seharusnya bukan untuk mendukung perilaku menyimpangnya, melainkan untuk mendukung kesembuhannya sekaligus membangun kesadaran mereka untuk kembali pada kodratnya sebagai manusia,” ujarnya.
Di sisi lain, kata Bukhori, propaganda LGBT yang masif belakangan ini kian membuktikan bahwa alasan sikap keberatan Fraksi PKS terhadap pengesahan RUU TPKS yang kini menjadi UU TPKS menjadi sangat masuk akal. Padahal sejak awal Fraksi PKS bersikeras memasukan norma yang mengatur tentang perilaku seksual berbasis penyimpangan dalam RUU TPKS, untuk mengatasi kekosongan hukum terkait isu penyimpangan seksual.
“Namun sangat disayangkan itikad baik kami untuk merumuskan RUU TPKS yang komprehensif, yang tidak hanya mengatur tentang perilaku seksual berbasis kekerasan, melainkan juga yang berbasis kebebasan (zina) dan penyimpangan tidak diakomodasi,” kata Bukhori.
Kendati begitu, Bukhori melanjutkan, pemerintah dan DPR sebenarnya memiliki opsi lain yang masih terbuka untuk mengisi kekosongan hukum terkait LGBT. Pertama, dengan segera mengesahkan revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RUU KUHP).
“Inisiatif ini perlu segera dilakukan mengingat dalam RUU KUHP sudah memuat aturan pidana yang berkaitan dengan LGBT. Sikap tegas pemerintah yang diwakili oleh Menkopolhukam Mahfud MD, yang menyatakan setuju agar LGBT dipidana sesuai RKUHP merupakan sinyal positif bagi parlemen agar pemerintah dan DPR dapat segera mengesahkan RKUHP yang sempat tertunda sehingga menjadi hukum positif yang berlaku,” paparnya.
Kedua, pemerintah dan DPR segera memulai pembahasan RUU tentang Anti Propaganda Penyimpangan Seksual. RUU ini diusulkan oleh Fraksi PKS sejak tahun 2019, dan telah masuk dalam daftar program legislasi nasional (prolegnas).
“Namun demikian, opsi yang paling mungkin agar kekosongan hukum soal LGBT dapat segera terisi adalah dengan mengesahkan RUU KUHP,” imbuhnya.