Menteri segala urusan. Menteri serba bisa. Begitulah Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan kerap dijuluki. Luhut datang, semua beres.
Jargon tersebut bukannya muncul tanpa alasan. Dalam dua periode kabinet Jokowi, tugas Luhut sering kali tak cuma sebagai Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman–yang kemudian diperluas jadi Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi di periode kedua.
Urusan-urusan krusial dalam negeri kerap dipercayakan oleh Presiden Jokowi pada Purnawirawan Jenderal TNI itu. Sebut saja teranyar masalah minyak goreng, yang akhirnya diserahkan pada Luhut sebagai pemegang komando penyelesaiannya.
Sebelum itu, Luhut juga menjadi ketua sejumlah program yang dijalankan pemerintah. Mulai dari Dewan Air Nasional, Ketua Komite Kereta Cepat Jakarta-Bandung, Ketua Dewan Pengarah Penyelamatan Danau Nasional, Ketua Tim Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia, hingga memegang kendali kebijakan PPKM Jawa-Bali.
Kala menteri-menteri di bawah koordinatornya berhalangan atau bermasalah, Luhut juga kerap menjadi pengganti sementara. Misalnya Menteri Perhubungan Ad Interim, Menteri Kelautan Ad Interim, hingga Menteri ESDM Ad Interim, adalah sejumlah jabatan lain yang pernah dia emban.
Menko Luhut rupanya tak kerasan dengan julukan yang dilekatkan padanya. Saat berpidato di Sekolah Tinggi Teknologi Angkatan Laut, Luhut menolak dirinya disebut menteri segala urusan.
“Orang pikir ini mau menteri segala macam, ndak, saya bukan menteri segala macam. Saya hanya Menteri Koordinator Bidang Maritim,” ujar Luhut dikutip kumparan pada Minggu (29/5).
Menurut Luhut, sektor kemaritiman yang ia komandai punya subsektor yang sangat kompleks. Terlebih lagi Indonesia merupakan negara yang 70 persen wilayahnya merupakan laut.
Luhut menjawab misalnya soal tugas barunya mengendalikan masalah minyak goreng. Ia tak cuma mengurusi masalah spesifik ketersediaan minyak goreng saja.
“Begitu Presiden meminta saya me-manage minyak goreng, orang pikir hanya minyak goreng. Tidak, saya langsung ke hulunya, semua kelapa sawit itu harus kita audit supaya tahu luasnya berapa, plasmanya berapa, yield-nya berapa, produksinya berapa, di mana headporternya,” pungkas Luhut.
Kiprahnya sebagai prajurit, kata Luhut, jadi salah satu modal pengalaman dalam mengintegrasikan banyak hal. Atas dasar itu, ia menyebut hanya mau menyelesaikan segala tugas yang dipercayakan.
“Saya bisa membuat terintegrasi semua pekerjaan-pekerjaan yang diberikan Presiden kepada saya. Orang banyak tidak sadar itu, itu yang penting dipikirkan,” ujarnya.
“Bukan sekadar siapa yang nangani, mau siapa yang nangani yang penting beres. Buat saya adalah ingat berpegang teguh pada tujuan,” tegas Luhut Binsar Pandjaitan.