BANDA ACEH – Salah satu tetangga Kaisar membawa dua kantong kresek besar berisi sisa makanan. Kaisar langsung memilahnya. Dia mengambil potongan sisa melon dan meletakkannya di kotak penuh maggot. Sluurp. Semua langsung ditutupi dengan maggot. ”Mengolah sampah organik dengan maggot ini paling susah karena kita harus rajin kasih makan supaya enggak mati,” jelasnya. Maklum, Kaisar memang harus menghidupi 10 kotak maggot ’’peliharaannya’’ dengan makanan organik.
Mengumpulkan sisa makanan dari rumahnya sendiri jelas tidak cukup. Laki-laki 9 tahun itu harus putar otak. ”Awalnya ke tetangga-tetangga gitu, tapi mereka jijik kalau harus pilah-pilah sampah,” ujar siswa yang berdomisili di kawasan Jalan Golf itu.
Akhirnya dia mendatangi beberapa restoran dan UMKM makanan di sekitar rumahnya. Setidaknya ada empat restoran besar yang kini sudah membantu Kaisar mengumpulkan sampah.
”Jadi, sore habis pulang sekolah gitu ambil sampah,” tuturnya.
Dia juga berusaha mengajak beberapa UMKM yang butuh pengelolaan sisa bahan. Kebiasaannya itu terus berjalan sejak Februari. Kini, makin banyak tetangga yang mau mengirimkan limbah organik mereka ke rumah Kaisar. ”Sudah lihat juga kayak gimana, akhirnya satu RT sudah mau ikutan,” ujar Kaisar, kemudian tertawa.
Tak hanya itu, Kaisar juga mulai mengembangkan kampung binaan di kawasan Kupang Krajan. ”Di sana, banyak yang bikin produk otak-otak, kacang hijau. Jadi, butuh dibantu pengolahan limbahnya,” jelas siswa kelas IV SDN Kaliasin I itu.
Kerat-kerat isi maggot miliknya kemudian dikembangkan juga di kampung binaan. Kini, maggot-maggot tersebut bisa melahap limbah organik kisaran 70–100 kg per hari.
Selain maggot, Kaisar menggunakan tong komposter aerob untuk menghasilkan pupuk. Di rumahnya, Kaisar sudah punya lima tong untuk pengolahan. ”Targetnya punya 20 tong, nah 15 tong ini di kampung binaan juga,” jelasnya.
Daun-daun kering di sekitar rumah, ranting, dan sampah organik kering lainnya ditutup rapat untuk dijadikan pupuk. ”Sekarang jadi suka nanam-nanam gitu. Soalnya pakai pupuk bikinan sendiri,” ucap Kaisar. Beberapa tanaman seperti singkong kini mulai tumbuh subur di belakang rumahnya. Dia juga menggunakan sarana pengolahan keranjang takakura dan lubang resapan biopori di sekolah dan kawasan kampung binaan.
Awalnya Kaisar hanya menargetkan pengolahan limbah sampai 5.000 kg atau 5 ton saja. Saat ini Kaisar mengklaim sudah mengolah 10 ton dengan berbagai bentuk pengolahan sampah tersebut. ”Selain senang bisa bikin pupuk, senang juga lihat maggot-maggot ini bisa jadi pakan hewan lain,” ucapnya.
Maggot yang sudah besar bisa digunakan sebagai pakan ayam milik salah satu tetangganya. Dia juga berencana membuat maggot nuget sebagai pakan lele. ”Kan sekarang yang budi daya lele banyak, jadi bisa dijual dan laku gitu,” ujarnya.