Kritik Koalisi Indonesia Bersatu, Fahri Hamzah: Kacau, Kayak Orang Ngumpul di Pos Ronda

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto
image_pdfimage_print

BANDA ACEH -Wakil Ketua Umum Partai Gelora Indonesia Fahri Hamzah, mengkritik Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang digagas Partai Golkar, PAN dan PPP. Fahri menilai koalisi ini seperti perkumpulan orang-orang di pos ronda. 

ADVERTISEMENTS
ad39

Pasalnya, partai-partai di Koalisi Indonesia Bersatu belum kompak mengeluarkan statement. Satu partai mengatakan bahwa KIB jangan dulu berbicara soal figur calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres), lantaran perlu lebih dulu membahas soal parpol. 

ADVERTISEMENTS

Sementara, satu parpol lainnya sudah menetapkan ketua umumnya (ketum) sebagai capres. Sehingga menurut Fahri, koalisi ini ibarat berkumpul tanpa akal.

ADVERTISEMENTS

“Kacau. Kenapa kacau? karena memang enggak ada sistemnya, itu yang saya bilang kadang elite itu ngumpul-ngumpul enggak pake akal, enggak pake konsep, cuma kaya orang ngumpul-ngumpul di pos ronda, kan enggak boleh begitu,” ujar Fahri kepada wartawan, dikutip Rabu, 8 Juni.  

ADVERTISEMENTS

Fahri menjelaskan, yang dimaksud tidak ada sistem adalah karena dalam sistem presidensial, tidak dikenal adanya pembentukan koalisi.

ADVERTISEMENTS

“Problemnya gini, di Indonesia ini tidak ada aturan mengenai koalisi, karena kita sistemnya presidensialisme. Dalam sistem itu tidak ada koalisi, itu yang perlu disadari dulu, ini bukan parlementer,” jelas Fahri. 

ADVERTISEMENTS

“Kalau parlementer ada koalisi, pembentukan koalisi itu identik dengan pembentukan the ruling majority dalam parlementer,” lanjutnya 

Dalam sistem presidential ini, tambah Fahri, rakyat memilih presiden atau dengan kata lain presiden berkoalisi dengan rakyat. Sementara DPR dipilih oleh rakyat sebagai pengawas dan oposisi terhadap eksekutif, dan tidak ada koalisi.

Bahkan, kata Fahri, sebenarnya parpol itu tidak boleh berkoalisi di dalam sistem presidensial. Sebab kata dia, hal itu artinya persekongkolan. 

Termasuk rakyat memilih anggota DPR, kata Fahri, harusnya menjadi oposisi, tidak boleh anggota DPR mendukung pemerintah. Karena bunyi konstitusi yakni Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 45) demikian.

“Jadi saya kira elite kita ada semacam kekurangan memahami sistem kita ini bahwa tidak ada yang namanya koalisi di dalam sistem presidensial ini. Coba cek di seluruh dunia, tidak ada, koalisi itu terminologi dalam parlementer, bingung saya,” beber Fahri.

Exit mobile version