OLEH: NATALIUS PIGAI
“Dalam 8 tahun jumlah orang miskin turun hanya 1,54%, sedangkan orang kaya naik 171,7 ribu atau 61,7%. Artinya 20 ribu triliun APBN dalam 8 tahun hanya diarahkan untuk proyek-proyek yang masuk kantong elite, bukan orang miskin dan kaum termarjinalkan. Kontras dengan pemimpin yang dilahirkan di pinggiran sungai, muncul bak meteor sebagai pemimpin mewakili kaum papa”.
Seminggu lalu dalam perjalanan saya ke benua Amerika, saya sempatkan mampir di sebuah tokoh buku internasional untuk membeli buku seperti biasanya karena saya selalu beli dan buku-buku best seller dunia. Selain Saya beli buku berjudul The Thanging World Order, Why Nations Succeed and Fail karya Ray Dalio, How To Avoid A Climate Disaster karya Bill Gates, Post Corona karya Scott Galloway, dan lain-lain.
Di sebuah sudut kecil, saya menemukan setumpuk buku yang masih utuh. Sepertinya buku tersebut tidak banyak yang berminat untuk beli, berjudul “Jokowi and The New Indonesia” karya Darmawan Prasojo with Tim Hanningan.
Dalam buku tersebut karena tentang biografi politik, maka keunikan Jokowi yang tergambar adalah Jokowi seorang berasal dari sebuah tempat kumuh di pinggiran sungai orbit bak meteor menjadi seorang Presiden. Jokowi memutus tembok raksasa politik dinasti yang dikuasi para oligarki politik Indonesia.
Sehari yang lalu saya ditelepon orang Badan Pusat Statistik, “Pak Natalius, buku Statistik Indonesia 2022 sudah selasai dicetak, boleh ambil”.
Saya membaca secara saksama data soal kemiskinan pada halaman 271 tentang kemiskinan (Poverty and Human Development) dan datanya sangat lengkap secara utuh dari 2014-2021 yang akan saya sajikan untuk rakyat Indonesia agar dapat memotret dengan mudah apakah Joko Widodo punya niat baik dan peduli pada orang miskin.
Ternyata tahun 2014 ketika Joko Widodo menjadi presiden orang miskin di Indonesia sebanyak 11,25 % dan pada bulan September 2021 persentase orang miskin sebesar 9,71 persen artinyua selama 8 tahun Joko Widodo pimpin Indonesia hanya turun 1,54% sekali lagi hanya “Satu Koma Lima Puluh Empat Persen” selama 8 tahun memimpin Indonesia.
Kemudian berapa uang yang diberi kewenangan oleh negara untuk Joko Widodo sebagai Kepala Pemerintahan selama 8 tahun? Jika setiap tahun rata-rata APBN sebanyak 2.400, maka hampir 20 ribu triliun. Ke mana saja uang tersebut diarahkan dan diamanfaatkan oleh Joko Widodo jika dalam 8 tahun kemiskinan hanya turun 1,54%?
Bisa diperkirakan bahwa APBN 20 ribu triliun diarahkan kepada sekelompok elite atau orang-orang berkuasa dan kroninya. Hal tersebut terlihat dari data jumlah orang kaya di Indonesia semakin meningkat sepanjang 2020 terungkap dari laporan Credit Suisse bertajuk ‘Global Wealth Databook 2021’.
Mengutip laporan Credit Suisse, Selasa 13 Juli 2021, jumlah masyarakat Indonesia yang memiliki kekayaan bersih di atas 1 juta AS atau Rp 14,4 miliar (kurs Rp14.400 per dolar AS) mencapai 171.737 orang pada 2020.
Tidak fair jika hanya melihat potret kebijakan Jokowi karena itu selanjutkan saya akan menyajikan pula kebajikan yang berorientasi pada pengentasan kemiskinan para Presiden sebelumnya yakni Suharto, Habibie, Gusdur, Megawati dan SBY.
Perbandingan seperti ini penting, karena gambaran periodik ini akan membuka tabir kemampuan (kapabilitas) seorang presiden. Siapa presiden yang pro dan tulus terhadap orang miskin (pro poor) dan siapa presiden yang tidak peduli dengan orang miskin, siapa presiden yang lebih pro kepada sekelompok elite oligarki dan orang-orang kaya.
Berikut data penurunan kemiskinan masing-masing presiden.
1. Habibie hanya dalam setahun menurunkan angka kemiskinan 1,1% yaitu dari 24,43 menjadi 23,42%.
2. Gus Dur hanya dalam dua tahun memimpin angka kemiskinan turun sebanyak 5,01% yaitu dari 23,42% menjadi 18,41%.
3. Megawati mampu menurunkan angka kemiskinan dalam durasi waktu singkat 2,51% yaitu dari 18,41% menjadi 1,75%.
4. SBY periode pertama mampu menurunkan angka kemiskinan sebanyak 5,7% yaitu dari 16,66% menjadi menjadi 10,96%
5. Joko Widodo menurunkan angka kemiskinan selama 8 tahun sebanyak 1,54% persen.