Unggah Poster Jokowi di Instagram, BEM KM Unand Dipanggil Polda Sumbar

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

Surat pemanggilan BEM KM Unand oleh Polda Sumbar terkait unggahan mereka di media sosial Instagram yang dinilai menghina Presiden Jokowi. FOTO/Istimewa

BANDA ACEH – Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Universitas Andalas (BEM KM Unand) mendapatkan panggilan dari Kepolisian Daerah Sumatera Barat (Polda Sumbar) terkait unggahan mereka di media sosial Instagram yang dinilai menghina Presiden Joko Widodo atau Jokowi.

ADVERTISEMENTS

Presiden BEM KM Unand Arsyadi Walady Sinaga menyatakan itu merupakan pemanggilan kedua kalinya.

ADVERTISEMENTS

“Benar. Saya langsung dipanggil dan diperiksa hari Rabu tanggal 15 kemarin, dan ini pemanggilan kedua,” kata dia via WhatsApp, Selasa, 21 Juni 2022.

ADVERTISEMENTS

Arsyadi menyatakan pemanggilan itu terkait dengan unggahan di media sosial Instagram mereka pada pada 25 Mei 2022, sehari setelah pengesahan Revisi Undang-Undang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan atau UU PPP. Dalam halaman pertama unggahan itu terdapat poster dengan wajah Presiden Jokowi.

ADVERTISEMENTS

“KKN, Kegagapan, Kegagalan dan Ngeyelnya Pemerintah Indonesia,” begitu tulis mereka dalam unggahan tersebut.

ADVERTISEMENTS

Unggahan tersebut berisi infografis terkait tanggapan BEM KM Unand terhadap pengesahan UU PPP . BEM KM Unand menyatakan menolak pengesahan undang-undang tersebut.

“Putusan mengenai UU Cipta Kerja yang tertuang di dalam putusan MK Nomor 91/PUU-XViIII/2020 tidak ada yang memerintahkan perbaikan UU P3. Hal ini terkesan melawan amar putusan MK yang secara tegas memerintahkan Pemerintah dan DPR memperbaiki UU Ciptaker, bukan UU PPP,” tulis mereka.

Menurut BEM KM Unand, langkah DPR dan Pemerintah merevisi UU PPP terkesan sebagai upaya untuk melegitimasi UU Cipta Kerja yang sudah dinyatakan salah secara hukum. Adapun proses revisi UU PPP tersebut mengulang cerita lama, yakni minimnya partisipasi publik dalam prosesnya. Postingan itu mendapat beragam tanggapan dari mahasiswa dan masyarakat, pengguna media sosial.

Pada laman kedua unggahan itu, BEM KM Unand juga menggunakan ilustrasi modifikasi poster Film KKN di Desa Penari. Selain wajah Jokowi, mereka juga menaruh wajah Ketua DPR RI Puan Maharani.

BEM KM Unand menyatakan mereka sempat diminta klarifikasi oleh pihak kampus beberapa jam setelah unggahan itu ramai diperbicangkan. Unggahan itu dianggap menghina presiden dan diminta untuk diturunkan.

Bahkan pada sore harinya,  Arsyadi Walady mengaku akun Instagram pribadinya diretas oleh orang tidak dikenal. Postingan tersebut akhirnya diturunkan pada malam harinya setelah mendapat banyak tekanan dari berbagai pihak.

Lima hari berselang, BEM KM Unand mengunggah poster dan pernyataan sikap mereka itu kembali.  Mereka sedikit mengubah halaman depan, sementara substansi isi tetap sama.

Setelah itu datanglah surat panggilan dari Polda Sumbar  yang dititipkan kepada pimpinan kampus pada 9 Juni 2022.  BEM KM Unand kemudian memenuhi panggilan pada 15 Juni 2022 pukul 11.00 WIB. Presiden Mahasiswa, Wakil Presiden Mahasiswa, dan Menteri Kebijakan Nasional BEM KM Universitas Andalas memberikan keterangan mengenai tujuan postingan tersebut ke kepolisian.

Menteri Kebijakan Nasional BEM KM Universitas Andalas Yodra Muspierdi mengatakan, salah satu keterangan yang diminta pihak kepolisian adalah pihak yang membuat postingan tersebut. Padahal menurut Yodra, unggahan tersebut murni dibuat oleh lembaga BEM KM Unand.

“Tapi memang mau dikaitkan secara pribadi,” kata Yodra kepada Tempo, Selasa, 21 Juni 2022. “Karena memang masalahnya itu katanya di poster.”

Awalnya, saat mendapat panggilan itu, pihak BEM KM Unand mengira hanya dimintai keterangan.

“Ternyata ada pemeriksaan Presma dan pemeriksaan lanjutan,” kata dia.

Sementara itu, pihak Polda Sumbar, kata Yodra meminta pihak BEM KM Unand untuk mengklarifikasi dan meminta maaf bila masalah tersebut tidak ingin diperpanjang. Padahal, menurut Yodra, jika permasalahan ini menyangkut penghinaan, harus ada delik aduan di mana ada pihak yang tidak terima dan melapor ke kepolisian.

“Setahu saya kalau soal penghinaan itu harus ada delik aduan, ada yang laporkan. Tapi sampai saat ini kami tidak tahu pihak pelapor,” kata Mahasiswa Hukum angkatan 2019 ini.

Menyoal permintaan maaf sebagai solusi yang ditawarkan Polda Sumbar, BEM KM Unand tidak akan minta maaf tanpa mengetahui kesalahan secara pasti. Apalagi jika masalah ini dikaitkan dengan masalah atas nama pribadi. Sebab, Yondri menekankan bahwa unggahan tersebut dibuat atas nama lembaga dengan maksud mengedukasi masyarakat. Yondri juga membantah postingan itu dibuat untuk merugikan orang lain.

“Kami tidak ada bertujuan melakukan penghinaan terhadap presiden melalui postingan ini, kami hanya ingin menyampaikan sebuah pendapat untuk mengkritisi pemerintah,” kata dia.

Pada panggilan yang kedua ini, Yondri sebagai pihak terpanggil dalam surat tersebut diminta mendatangi kepolisian pada 23 Juni 2022 mendatang. Pemanggilan tersebut merujuk pada Pasal 4, 5, 9, 102, 103, 104, dan 104 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Juga merujuk pada Pasal 14 huruf g UU RI Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Republik Indonesia. Serta berdasarkan Surat Perintah Penyidikan dan Surat Perintah tugas.

BEM KM Unand pun menilai kasus ini sebagai bentuk pengekangan atas kebebasan berpendapat di Indonesia yang merupakan amanat konstitusi. Mereka pun kembali mendesak Presiden Jokowi untuk menerbitkan Perpu untuk membatalkan revisi UU P3 dan segera mendorong DPR untuk merevisi UU cipta kerja. Meminta DPR memperbaiki proses legislasi yang sangat kacau, terutama berkaitan dengan partisipasi publik. Serta menghimbau masyarakat untuk bijak menggunakan media sosial.

Exit mobile version