Anak Buah Sri Mulyani Bicara Krisis Sri Lanka Akibat Utang, Bagaimana Nasib Indonesia?

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto
image_pdfimage_print

BANDA ACEH -Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menanggapi krisis keuangan yang terjadi di negara sahabat Sri Lanka baru-baru ini. 

ADVERTISEMENTS
ad40

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu mengatakan bahwa Indonesia memiliki karakteristik mendasar yang berbeda dengan negara di Asia Selatan tersebut.

ADVERTISEMENTS

Menurut dia, RI punya struktur fundamental ekonomi yang cukup kuat saat ini. Bahkan, Febrio mengklaim hal itu telah dimiliki Indonesia jauh sebelum terjadinya pandemi COVID-19.

ADVERTISEMENTS

Indikasi itu tercermin rasio utang RI terhadap produk domestik bruto (PDB) atau debt to GDP ratio pada Desember 2019 yang sebesar 30 persen dan saat ini menjadi sekitar 40 persen. Asal tahu saja, dalam UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara diamanahkan bahwa batasan utang terhadap PDB adalah sebesar 60 persen.

ADVERTISEMENTS

“Bandingkan dengan Sri Lanka di tahun 2019 mereka punya utang sudah 87 persen dari PDB-nya. Ini hampir tiga kali lipat dari kita,” ujar Febrio ketika memberikan keterangan kepada awak media dikutip Jumat, 24 Juni.

ADVERTISEMENTS

Anak buah Sri Mulyani itu menerangkan pula jika dikaji dari aspek defisit anggaran negara (APBN), Indonesia selalu mematok target rata-rata di bawah 3 persen PDB.

ADVERTISEMENTS

“Sebelum pandemi defisit fiskal Sri Lanka itu sudah 9,6 persen,” tutur dia.

ADVERTISEMENTS

Oleh karenanya, Febrio menilai jika perekonomian RI memiliki daya tahan yang baik dalam menghadapi krisis pandemi dan gejolak global yang sedang menerpa sekarang.

“Pertama adalah pengelolaan kebijakan makro kita di fiskal yang memang sudah sejak lama sangat hati-hati dan disiplin mengikuti aturan pengelolaan keuangan negara yang sangat ketat,” tegasnya.

Sementara di aspek moneter, dia mengapresiasi langkah Bank Indonesia (BI) yang tetap mengambil langkah konservatif, independen serta kredibel.

“BI cukup disiplin menjaga stabilitas inflasi dengan target selama lima tahun terakhir dijaga di bawah 5 persen.Ini membuat berbagai lembaga internasional menyebut Indonesia sebagai negara yang kuat menghadapi krisis global,” jelas dia.

Tidak lupa Febrio menerangkan perihal efek durian runtuh alias windfall dari pergerakan harga komoditas yang berada dalam tren tinggi.

“Kita sekarang ini diuntungkan dari sisi perdagangan karena Indonesia merupakan eksportir banyak komoditas, seperti nikel, tembaga, batu bara, dan juga CPO yang membuat penerimaan negara tinggi pula,” ucapnya.

“Jadi memang tidak terlalu fair untuk membandingkan Indonesia dengan Sri Lanka,” tutup Kepala BKF Febrio Kacaribu.

Exit mobile version