ISLAM

Berqurban yang Terbaik

KOTA JANTHO – Direktur Pendidikan dan Pengajaran Pesantren Oemar Diyan yang juga tercatat sebagai anggota MPU (Majelis Permusyawaratan Ulama) Aceh Besar Tgk Afrizal Sofyan yang akan menjadi khatib pada pelaksanaan shalat Jumat  (24/06/2022) di Masjid Besar Abu Indrapuri dengan tema ‘Berqurban yang Terbaik.’

Menurutnya, sebagian orang memiliki kelebihan harta yang sebenarnya sudah bisa berqurban dengan satu ekor kambing atau sepertujuh sapi secara patungan. Namun, sifat manusia sulit mengeluarkan harta yang ia sukai padahal qurban mengandung hikmah dan keutamaan yang sangat besar.

Qurban biasa disebut dengan udhiyah. Secara bahasa udhiyah berarti hewan yang disembelih pada waktu mulai akan siang (waktu dhuha) dan waktu setelah itu. Sedangkan menurut istilah syar’i, udhiyah adalah sesuatu yang disembelih dalam rangka mendekatkan diri pada Allah Ta’ala pada hari nahr (Idul Adha) dengan syarat-syarat yang khusus.

Perintah qurban

Qurban pada hari nahr disyariatkan berdasarkan beberapa dalil, di antaranya firman Allah Ta’ala, “Dirikanlah shalat dan berqurbanlah (an nahr).” (QS Al Kautsar: 2).

Pada ayat sebelumnya, al Kautsar dimaknai dengan telaga atau sungai yang Allah Swt berikan kepada Rasulullah saw sebagai syafaat untuk umatnya pada hari kiamat. Pertanyaannya, bagaimana mendapatkan syafaat telaga Rasulullah tersebut?

Pada ayat kedua Allah Swt menjelaskan cara mendapatkan telaga Rasulullah tersebut dengan perintah Allah Swt fashalli dan anhar. Di antara mufassirin mengartikan kata fashalli dengan berdoa, mendirikan shalat lima waktu, mengerjakan shalat Idhul Adha dan ada juga yang mengartikan dengan melaksanakan ibadah kepada Allah Swt.

Quraish Shihab dalam tafsirnya al Misbah lebih mengambil makna untuk mengerjakan ibadah yang Allah Swt perintahkan dengan meneladani Rasulullah saw. Makna ini selaras dengan firman Allah Swt dalam surat al Mukminun ayat 60.

“Dan Tuhanmu berfirman, berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Ku-perkenankan. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari beribadah kepada-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina”.

Adapun cara kedua adalah wanhar, “Berqurbanlah pada hari raya Idul Adha (yaumun nahr)”. Makna ini diriwayatkan dari ‘Ali bin Abi Thalhah dari Ibnu ‘Abbas, juga menjadi pendapat ‘Atha’, Mujahid dan jumhur (mayoritas) ulama.

Keteladanan Rasulullah

Rasulullah saw berqurban setiap tahun sejak disyariatkan qurban pada tahun kedua hijriah. Salah satunya sebagaimana yang terdapat riwayat dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah shallallaahu ’alaihi wa sallam berqurban dengan dua ekor kambing kibasy putih yang telah tumbuh tanduknya.

Anas berkata: “Aku melihat beliau menyembelih dua ekor kambing tersebut dengan tangan beliau sendiri. Aku melihat beliau menginjak kakinya di pangkal leher kambing itu. Beliau membaca ‘bismillah’ dan bertakbir.” (HR Bukhari no. 5558 dan Muslim no. 1966).

Terdapat juga riwayat dari Jabir bin Abdullah, Rasulullah pada tahun terakhir beliau berqurban 100 ekor badanah (unta), “Yang disembelih Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berjumlah seratus, beliau melakukannya sendiri enam puluh tiga dan ‘Ali sisanya.

Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menyuruh agar untuk setiap satu badanah untuk beberapa orang lalu dimasukkan ke dalam ke periuk lalu mereka berdua meminum kuahnya. (HR. Ahmad)

Imam an Nawawi mengomentari hadist ini: “Hadits tersebut menunjukkan sunnahnya memperbanyak qurban dan qurban Nabi pada saat itu adalah 100 ekor badanah (unta).”

Hukum qurban

Para imam mazhab sedikit berikhtilaf dalam menghukumi udhiyah dan orang yang diperintahkan untuk berqurban. Setidaknya ada dua pendapat:

Imam Hanafi berpendapat hukumnya wajib. Apabila seseorang yang mampu secara finansial diwajibkan baginya untuk berkurban. Mampu dalam ukuran imam Hanafi adalah orang yang memiliki kekayaan minimal sebesar 200 dirham atau kekayaan harta yang dimiliki telah mencapai nisab zakat di luar kebutuhan pokoknya.

Pendapat ini berdasar hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Ibnu Majah “Dari Abu Hurairah, Nabi saw bersabda: “Barang siapa mendapatkan kelapangan tetapi tidak berqurban, maka janganlah dia mendekati tempat shalat kami.”
Adapun dalam tiga mazhab lainnya, mazhab Maliki, Syafi’i dan Hambali menghukumi qurban dengan sunnah muakkadah, walaupun juga berbeda pendapat pada kadar kemampuan orang yang berkurban. Dalam mazhab Maliki dan Hambali, jika seseorang bisa mengusahakan dirinya untuk membeli hewan qurban, walaupun dengan cara berutang, dia dianjurkan untuk berqurban dengan syarat mampu melunasi utangnya.

1 2 3

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya