BIREUEN – Delapan hari menjelang berakhirnya masa jabatan Gubernur Aceh Nova Iriansyah, sejumlah kalangan di berbagai daerah, terus memberikan berbagai pandangan terhadap kandidat penjabat (pj) Gubernur Aceh yang akan melanjutkan roda pemerintahan.
Salah satunya adalah pengamat hukum Tata Negara yang saat ini beraktivitas di Kabupaten Bireuen Dr Teuku Rasyidin, SH, MH. Ia memberikan pandangannya terkait figur yang layak dan tepat memimpin Aceh setelah Nova Iriansyah yang akan berhenti menjabat Gubernur Aceh pada 5 Juli 2022 mendatang.
Pakar Hukum Tata Negara Universitas Islam Kebangsaan Indonesia (UNIKI) di Kabupaten Bireuen ini menyatakan dengan lugas bahwa sosok yang sangat cocok menjadi pj Gubernur Aceh adalah Dr Safrizal ZA, yang saat ini menjabat sebagai Dirjen Bina Administrasi Kewilayahan pada Kementerian Dalam Negeri.
Kata dia, Safrizal sangat layak duduki kursi pj Gubernur di Provinsi Aceh, mengingat jenjang karirnya dari level terbawah sebagai seorang Lurah di Lhokseumawe yang saat itu masih menjadi wilayah administrasi daerah otonom Aceh Utara. Seiring dengan semangat otonomi daerah yang ditandai dengan lahirnya UU 22 tahun 1999, euforia ini diikuti dengan semangat untuk melakukan pemekaran daerah dalam rangka mendekatkan pelayanan kepada masyarakat.
“Dr Safrizal ZA, saat itu terlibat aktif dalam proses pemekaran dan penyiapan administrasi penyelenggaraan Pemerintahan Kabupaten Bireuen sebagai daerah otonom baru. Karena kiprah yang luar biasa tersebut, dapat mengantarkannya untuk meniti karir pada Kementerian Dalam Negeri di Jakarta,” ujar T Rasyidin kepada HARIANACEH.co.id, Senin pagi (27/6/2022) di Banda Aceh.
Ia mengaku, pada saat dirinya menjabat sebagai salah seorang anggota Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Bireuen, sering melakukan konsultasi ke direktorat jenderal otonomi daerah dan diterima langsung oleh Safrizal ZA.
Safrizal, masih menurut T Rasyidin memiliki pengetahuan yang sangat baik, khususnya di bidang pemerintahan dan mampu memberikan pandangan dan pokok pikiran strategis dalam rangka implementasi UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang pemerintahan aceh sebagai buah hasil terwujudnya Mou Helsinki tahun 2005.
“Saya teringat bahwa Safrizal ZA dengan jelas memberikan berbagai pandangannya dalam rangka perbaikan tata kelola pemerintahan dan otonomi daerah dalam setiap kesempatan saat berkonsultasi di Jakarta. Bahkan, Dr Safrizal ZA sangat terbuka untuk melayani konsultasi kami via telepon saat pasca persoalan yang dihadapi di daerah,” sebut Rasyidin.
Rasyidin juga menambahkan, rekam jejak perjalanan karier yang mengantarkan Safrizal ke jabatan dirjen bina administrasi kewilayahan pada Kemendagri tentu tidak diperoleh secara instans, akan tetapi melalui proses dan berbagai prestasi dan inovasi yang dihasilkan pada berbagai jenjang jabatan di komponen penugasan.
“Saya mencatat, setidaknya Safrizal pernah bertugas di Ditjen Otda, Puslitbang dan Ditjen Bina Adwil sampai di puncak karirnya sebagai pejabat eselon I,” sambung T Rasyidin.
Pada saat awal pandemi Covid-19 melanda negeri ini, sebutnya, Safrizal juga ditunjuk sebagai wakasatgas covid-19 dan dalam beberapa kesempatan, sempat menyimak wawancara atau penyampaian di berbagai media menunjukkan bahwa ia sangat paham persoalan dan mampu memainkan peran dengan baik sekaitan dengan penanganan pandemi covid-19.
“Atas dasar itulah, saya berpendapat bahwa Dr Safrizal ZA MSi layak diberikan kepercayaan untuk memimpin Aceh dan menyelesaikan berbagai persoalan yang dihadapi Aceh saat ini, terutama soal extremly poverty the citizen of aceh province yang tidak mampu dituntaskan oleh pemimpin yang akan berakhir 5 Juli itu,” pungkasnya.
Setidaknya, Rasyidin menaruh harapan pada pria yang pernah berpengalaman memimpin Daerah di tingkat Provinsi ketika ditunjuk menjadi Pj Gubernur Kalimantan Selatan beberapa waktu lalu dan mudah-mudah Dr Safrizal mampu menyelesaikan persoalan-persoalan yang perlu diprioritaskan seperti, tapal batas Aceh dengan baik, menyusun anggaran pendapatan dan belanja Aceh yang responsif dan pro pada upaya pengurangan poverty.
Di akhir, Rasyidin juga berharap kepada Safrizal jika menjabat pj Gubernur Aceh agar dalam merumuskan kebijakan dapat memperhatikan kekhususan dan keistimewaan Aceh yang tertuang dalam MoU dan UU PA. Menjaga perdamaian, menjaga hubungan yang harmonis dengan DPRA, Wali Nanggroe dan instansi vertikal, memuliakan para ulama, serta menciptakan iklim yang dapat mendorong hadirnya investor ke Aceh untuk merealisasikan investasi yang signifikan.