Beda dengan Indonesia, Arab Saudi Tetapkan Idul Adha Jatuh pada 9 Juli 2022

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

BANDA ACEH –  Hari Raya Idul Adha di Indonesia dan Arab Saudi berbeda.

Sebab, Pemerintah Arab Saudi secara resmi menetapkan hari raya Idul Adha jatuh pada 9 Juli 2022.

ADVERTISEMENTS

Soal penetapan Idul Adha di Arab Saudi ini disampaikan Mahkamah Agung setempat pada Rabu (29/6/2022).

ADVERTISEMENTS

“Mahkamah Agung hari ini mengumumkan bahwa besok (Kamis, red), akan menjadi hari pertama Dhu Al-Hijjah [Dzulhijjah], menurut kalender Umm al-Qura, setelah bulan terlihat hari ini,” tulis pemerintah, seperti diberitakan kantor berita Arab Saudi SPA.

ADVERTISEMENTS

Mahkamah Agung kemudian menjelaskan bahwa ibadah haji akan dimulai pada 6 hingga 10 Juli 2022, dengan Hari Arafah jatuh pada 8 Juli.

ADVERTISEMENTS

Seperti diketahui, agama Islam menggunakan kalender lunar, penanggalan yang berpatok pada rotasi bulan di mana dalam setahun terdapat 12 bulan, dengan total 354 atau 355 hari, untuk menentukan jatuhnya waktu ibadah dan hari raya.

ADVERTISEMENTS

Melihat bulan sabit atau hilal digunakan untuk menentukan awal bulan puasa Ramadhan, yang jatuh pada bulan kesembilan serta Idul Fitri yang menandai akhir Ramadhan.

Tak hanya itu, patokan hilal atau bulan juga dilakukan untuk menetapkan waktu pasti hari raya Idul Adha.

Perbedaan wilayah geografis dan metode penentuan hilal bisa menimbulkan perbedaan jatuhnya tanggal pasti perayaan ibadah umat muslim di berbagai negara.

Contohnya di Indonesia baru akan merayakan Idul Adha pada 10 Juli 2022, seperti diumumkan oleh Kementerian Agama RI.

“Sidang isbat telah mengambil kesepakatan bahwa 1 Dzulhijjah tahun 1443 Hijriyah ditetapkan jatuh pada Jumat 1 Juli 2022,” terang Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Sa’adi pada Rabu (29/6).

“Dengan demikian Hari Raya Idul Adha 1443 H bertepatan pada 10 Juli 2022,” lanjutnya.

Sementara itu, Muhammadiah dan Persatuan Islam (Persis) menetapkan Idul Adha tahun ini jatuh pada 9 Juli 2022, berbeda dengan yang diumumkan oleh Kementerian Agama.

Perbedaan metode dianggap wajar dan tidak menjadi masalah di kalangan ulama.

Meski demikian, Umat Muslim diminta tidak mempermasalahkan hal ini. Perbedaan adalah rahmat. (*)

Exit mobile version