BANDA ACEH -Revisi UU 7/2017 tentang Pemilu yang diusulkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk kepastian hukum pelaksanaan pemilu di 3 daerah otonomi baru (DOB) Papua memunculkan sebuah usulan lain.
Pengamat kebijakan publik jebolah American Global University, Jerry Massie berpendapat, momen revisi UU Pemilu untuk pelaksanaan pemilu di 3 DOB Papua seharusnya dimanfaatkan juga oleh DPR RI dan pemerintah untuk memperbaiki kualitas demokrasi Indonesia.
Menurut Jerry, salah satu aturan di dalam UU Pemilu yang menyumbat perkembangan demokrasi di Indonesia adalah mengenai ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold (preshold).
“Revisi UU Pemilu untuk pelaksanaan Pemilu 2024 di 3 DOB Papua bisa berbuntut preshold 20 persen akan didorong untuk diubah,” ujar Jerry kepada Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (6/7).
Jerry memandang, preshold yang diatur di dalam Pasal 222 UU Pemilu sudah tidak relevan lagi dipakai. Pasalnya, pasca-Pemilu 2014 aturan pembatasan pencalonan presiden dan wakil presiden itu malah menurunkan indeks demokrasi Indonesia di mata dunia.
“Hasilnya presiden yang berkualitas justru tak bisa muncul ketika sudah ada PT. Dan saat ini kita lihat kualitas pemimpin jauh dari ekspektasi,” tutur Direktur Political and Public Policy Studies (P3S) ini.
Meski semangat utama dari aturan preshold adalah untuk menyaring calon pemimpin yang berkualitas oleh parpol-parpol yang memperoleh kursi di parlemen, namun pada praktiknya justru Jerry melihat ada pemanfaatan regulatif yang dimainkan kelompok pemilik modal atau oligarki.
“Jika preshold diubah itu sangat baik, karena bisa menghalangi praktik oligarki yang selama ini mengatur jalannya pemilu melalui pengaturan capres yang mereka endorse saja,” katanya.
“Preshold nol persen bagusnya, karena ini sistem sebelum era reformasi, dan di zaman Soekarno cukup berhasil di mana tak ada preshold 20 persen,” demikian Jerry.