OLEH: ARIEF GUNAWAN
TOKOH nasional Dr. Rizal Ramli, Selasa kemarin, kembali mendapat gelar adat, setelah beberapa waktu sebelumnya memperoleh pula gelar adat dari pemangku adat di sejumlah daerah.
Ekonom yang dikenal memiliki keberpihakan kepada kepentingan mayoritas rakyat ini pada 2018 yang lalu misalnya, mendapatkan gelar Ngofa Tidore (Putera Tidore) dari Sultan Tidore, Husain Syah.
Dalam ritual sakral yang digelar di Kesultanan Tidore, Pulau Tidore, Maluku, seremonial berlangsung khidmat dan mendapatkan atensi yang luas dari masyarakat setempat.
Tak hanya itu pemberian gelar adat kepada Rizal Ramli ini boleh dibilang lain dari biasa, karena dihadiri pula oleh para sultan di kawasan Kepulauan Maluku.
Antara lain Sultan Ternate, Sultan Jailolo, Sultan Bacan, dan para tokoh adat lainnya.
Penghargaan ini diberikan untuk Rizal Ramli karena keberaniannya secara lantang dan terbuka menyuarakan nasib masyarakat Timur Indonesia dalam talk show Indonesia Lawyers Club di TV One pada 2018.
Sebagai intelektual yang memegang prinsip “adat dijunjung, budaya disanjung”, Rizal Ramli memang dikenal merupakan tokoh pluralis yang mencintai kebhinekaan.
Masyarakat adat Sunda di Bogor, Jawa Barat, secara simbolik pernah menyerahkan sebilah kujang kepadanya.
Kujang adalah senjata khas kebanggaan masyarakat Sunda dan dipercaya merupakan senjata Prabu Siliwangi. Rizal Ramli menerimanya sebagai lambang persaudaraan dan pengakuan adat Sunda kepadanya.
Dalam acara Kumpul Ngariung di Saung Kujang Pajajaran, Bogor, Jawa Barat itu, Rizal Ramli tak lupa pula menceritakan lika-liku pengalaman masa kecilnya hingga remaja selama tinggal di Bogor, sebagai seorang anak yatim piatu yang diasuh oleh sang nenek.
Kedekatan Rizal Ramli dengan masyarakat Jawa Barat memang sangat khas, karena bersinggungan dengan ikatan batin.
Selain sejak kecil hingga remaja tumbuh di Bogor, ia kemudian tinggal di Bandung. Menjadi mahasiswa ITB dan menemukan jodoh di ibu kota Priyangan itu. Sangat lazim jika ia dekat dengan adat dan budaya Sunda.
Ketika berkunjung ke wilayah Priyangan Timur, seperti Tasikmalaya, Jawa Barat, beberapa waktu yang lalu misalnya, nampak erat ketertarikannya kepada kesenian dan seni bela diri pencak silat khas Sunda.
Selasa, 5 Juli, kemarin, di Kampung Karang Tengah, Kecamatan Gunung Puyuh, Sukabumi, Jawa Barat, Rizal Ramli kembali menerima gelar adat, yaitu gelar adat Sunda “Rama Praditya”. Melalui prosesi “Naik Lisung Pajajaran”.
Gelar Rama Praditya mengandung arti “Tokoh yang Pintar dan Bijaksana”.
Maknanya, seperti disampaikan oleh pimpinan Museum Prabu Siliwangi, KH Raden Adipati Muhammad Fajar Laksana, Rizal Ramli merupakan tokoh yang menaruh kepedulian kepada wong cilik dan pandai memberikan solusi terhadap setiap masalah yang muncul. Terutama dalam persoalan ekonomi.
Dalam ritual adat ini Rizal Ramli didudukkan di atas lisung (lesung) kemudian ditandu untuk memasuki Museum Siliwangi. Sambil diiringi musik dan berbagai atraksi tradisional khas Sunda.
Sebelumnya KH Raden Adipati Muhammad Fajar Laksana juga menyematkan ikat kepala hitam khas Sunda kepada Rizal Ramli.
Ikat kepala ini, menurut KH Raden Adipati Muhammad Fajar Laksana, mengadung makna filosofis dan simbolik, yaitu sebagai simbol untuk mengekang hal-hal yang tidak baik di dalam pikiran manusia.
Museum Siliwangi yang terletak di dalam komplek Pesantren Modern Dzikir Al-Fath menyimpan benda-benda pusaka. Sedangkan lisung atau lesung adalah wadah untuk menumbuk padi, berbentuk memanjang yang terbuat dari kayu.
Lesung antara lain merupakan simbol kesejahteraan dan kemakmuran bagi masyarakat Sunda.
Ritual penyematan gelar adat ini kemudian dilanjutkan dengan kuliah umum yang disampaikan oleh Rizal Ramli untuk para santri dan santriwati pesantren.
Narasumber lain yang hadir adalah Rektor International Woman University Prof Dr Uni Narimawati, Guru Besar Universitas Utara Malaysia Prof Dr Mohammad Sobri Minai dan lainnya.
Rizal Ramli dengan berbagai paparannya di dalam kuliah umum ini mendapatkan sambutan yang sangat antusias, karena secara sederhana mengemukakan persoalan-persoalan yang sedang melanda bangsa ini sekaligus memberikan solusi-solusi yang seharusnya ditempuh oleh pemerintah, terutama di tengah ketidakberdayaan rezim hari ini dalam mengatasi kebangkrutan ekonomi nasional yang sedang terjadi.