2) Barang bukti sangat penting hilang. Yakni, rekaman CCTV di tempat kejadian perkara.
Di konferensi pers, Polri menyebutkan, CCTV sudah rusak sejak dua pekan sebelum kejadian. Di sisi lain, keluarga korban J mengatakan, ketika jenazah J diantarkan tim polisi tiba di rumah duka di Jambi, keluarga minta rekaman CCTV. Tapi…
Kata ayah J, Samuel Hutabarat, kepada pers, tim polisi pengantar jenazah mengatakan, CCTV memang ada, tapi tidak menghadap ke arah tembak-menembak. Jadi, percuma.
Samuel Hutabarat: ”Ini gimana? Di Jakarta, Polri ngomong begitu, di sini (rumah duka di Jambi) ngomong begini. Gimana?”
Lain lagi, ketua RT di tempat kejadian perkara, Mayjen Pol (purn) Seno Sukarto. Kepada pers, Rabu, 13 Juli 2022, ia mengatakan bahwa polisi mengganti alat CCTV di pos satpam dekat TKP. ”Diganti,” ujarnya.
Penggantian Sabtu, 9 Juli 2022. Sedangkan kejadian polisi tembak polisi, Jumat, 8 Juli 2022.
Seno: ”Tapi, yang diganti bukan CCTV yang di dalam rumah Pak Sambo, tempat kejadian, ya. Melainkan, alat CCTV di pos. Saya tahunya hari Senin (11 Juli 2022), diberi tahu satpam.”
Dilanjut: ”Saya tanya sama satpam, ya dia aja enggak tahu saat diganti yang baru, alatnya ininya itu, ya mungkin karena semua CCTV sini kan pusatnya di pos keamanan.”
3) Barang bukti handphone korban, Brigadir J, tidak pernah disebut Polri. Bisa diduga, hilang. Tapi, kata Samuel…
Samuel Hutabarat: ”Polisi pengantar jenazah anak kami, ketika tiba di Jambi, kami tanya soal HP anak kami. Dijawab polisi, HP-nya hilang. Nah, di situ kan ada percakapan-percakapan.”
Begitulah keterangan orang-orang penting terkait kasus tersebut. Sedangkan, orang-orang kurang penting, dan tidak penting, banyak tersebar di medsos. Menimbulkan spekulasi liar. Bisa membahayakan kredibilitas Polri dan pemerintah Indonesia.
Peristiwa polisi tembak polisi tidak hanya sekali ini. Sudah sering. Tapi, selalu bisa diatasi Polri dengan baik. Prosedural. Sebagai peristiwa kriminal biasa.
Kali ini beda dari yang ada. Sampai, Menko Polhukam Mahfud MD mengkhawatirkan kredibilitas Polri dan pemerintah.
Mungkin, karena Polri selalu sukses mengatasi kriminal biasa, membuat polisi jadi lengah. Mengerjakan tugas rutin. Jadi rutinitas. Berpotensi tergelincir di kasus itu.
Ibarat, dalam bahasa Jawa: ”Kriwikan dadi grojogan”. Hal yang tampak sepele, seperti kriwikan tetes air hujan di atap rumah yang bocor, berubah jadi grojogan. Limpahan air terjun.
Kriwikan cukup ditampung ember. Grojogan harus ditampung ngarai.
Pertanyaan krusial: Peristiwa apa, atau person siapa, yang dilindungi petinggi Polri sehingga kasus ini jadi grojogan?
(Penulis adalah wartawan senior)