OLEH: DJONO W OESMAN
KASUS polisi tembak polisi dilematis. 1) Menko Polhukam Mahfud MD: Hasil penyidikan polisi terpublikasi, janggal. Perlu diulang. 2) Jika hasil sidik ulang berubah, mengapa polisi kemarin mengumumkan kejanggalan?
Seumpama hasil penyidikan ulang berubah dari hasil penyidikan yang sudah dipublikasi, itu merugikan Polri. Mengapa, kemarin diumumkan begitu?
Sebaliknya, Polri sulit mempertahankan hasil penyidikan lama yang sudah dipublikasi. Terlalu sulit. Sebab, bukan hanya desakan masyarakat agar kasus itu diungkap transparan, sudah meluas. Melainkan juga, Menko Polhukam Mahfud tidak percaya terhadap hasil penyidikan yang sudah dipublikasi.
Ibaratnya: Maju tak mungkin, mundur pun kepentok. Dilematis.
Mahfud, melalui akun Instagram @mohmahfudmd terpantau Rabu, 13 Juli 2022, bunyinya begini:
”Kasus itu memang tak bisa dibiarkan mengalir begitu saja. Karena banyak kejanggalan yang muncul pada penanganan, maupun penjelasan Polri sendiri, yang tidak jelas hubungan antara sebab dan akibat setiap rantai peristiwa.”
Di wawancara pers, Jumat, 15 Juli 2022 Mahfud mengurai tiga kejanggalan yang dimaksud.
1) Proses Penanganan Tidak Jelas
Polisi tembak polisi, Brigadir Nopriansah Yosua Hutabarat (disebut Brigadir J) tewas ditembak Bharada E. Lokasi di rumah Kadivpropam Irjen Ferdy Sambo, perumahan Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan. Terjadi Jumat, 8 Juli 2022, sekitar pukul 17.00.
Itu diumumkan Polri, melalui Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan pada Senin, 11 Juli 2022. Atau ada jeda tiga hari dari saat kejadian.
Mahfud: ”Dalam proses penanganan sangat janggal, kan. Kenapa tiga hari baru diumumkan? Kalau alasannya tiga hari, karena itu hari libur, ya… apakah kalau hari libur itu proses pidana boleh ditutup-tutupi begitu? Sejak dulu ndak ada, baru sekarang.”
2) Keterangan Polisi Tidak Sinkron
Mahfud: ”Keterangan polisi tidak sinkron, dari satu waktu ke waktu lain dan dari satu tempat ke tempat lain. Penjelasan pertama dan kedua dari Pak Ramadhan beda. Lalu, Kapolres Jakarta Selatan juga (beda) saat konfirmasi kedua status Bharada E dan Brigadir J. Yang satu memastikan ini ajudan ini sopir, dan sebagainya, tidak jelas.”
3. Kejanggalan Jenazah di Rumah Duka
Berdasar keterangan keluarga Brigadir J yang tewas, kepada pers di Jambi, bahwa keluarga J awalnya dilarang melihat jenazah J yang sudah dimasukkan ke peti jenazah. Yang melarang adalah tim polisi pengantar jenazah dari Jakarta ke Jambi.
Mahfud: ”Yang muncul di rumah duka itu tragis, di mana keluarga mengatakan, petinya tidak boleh dibuka, dan macam-macam yang sekarang viral.”
Sejak pekan lalu Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo sudah membentuk tim investigasi yang dipimpin Wakapolri Komjen Gatot Eddy Pramono. Juga, pihak eksternal Polri. Yakni, Kompolnas yang diketuai Mahfud dan Komnas HAM.
Mahfud: ”Diharapkan, tim ini betul-betul membuat terang. Terbuka saja, apalagi polisi sudah profesional. Bahkan, Polri sudah mendapat kepercayaan tinggi dari masyarakat, hasil survei berbagai lembaga riset, selama satu setengah tahun terakhir.”
Kasus itu meluas. Anggota Komisi III DPR RI Trimedya Pandjaitan punya pandangan beda. Hasil wawancara pers, Minggu, 17 Juli 2022. Soal konferensi pers Polri (Selasa, 12 Juli 2022) atas kasus itu, Trimedya mengatakan begini:
”Kan di mana-mana kalau konferensi pers, barang bukti ditunjukkan. Senjata yang dipakai E mana, senjata Yosua mana, pelurunya mana. Misalnya di pistolnya Yosua masih ada berapa peluru lagi. Pelurunya jenis apa. Di pistolnya si E ada berapa peluru. Pelurunya jenis apa. Itu kan seharusnya diberi tahu.”
Inti pernyataan Trimedya: Kejanggalan juga. Cuma, beda bentuk dengan pernyataan Mahfud.
Akademisi pun ikut bersuara. Guru besar ilmu hukum pidana Universitas Jenderal Soedirman Prof Hibnu Nugroho dalam wawancara pers, Sabtu, 16 Juli 2022, mengatakan: Ada tiga kejanggalan.
1) Mengapa kasus diungkap Polri tiga hari setelah kejadian? Pendapat itu sama dengan pernyataan Mahfud.
Tapi, Hibnu lebih terperinci. Dikatakan begini:
”Ada kejanggalan. Begitu suatu peristiwa terjadi, kenapa nggak langsung diadakan suatu pemeriksaan? Nah. ini potensi-potensi menghilangkan barang bukti, kok mungkin ada, gitu loh. Hilangkan bukti atau ada skenario tertentu, karena tiga hari itu suatu yang sangat tepat untuk mengumpulkan barang bukti yang terjadi, terbukti ada yang hilang.”