Kuburan Yosua Diminta Dibongkar

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto
image_pdfimage_print

OLEH: DJONO W OESMAN

ADVERTISEMENTS
ad40

KAPOLRI Jenderal Listyo Sigit Prabowo sudah menonaktifkan jabatan Kadiv Propam, Irjen Ferdy Sambo. Sebaliknya, kuasa hukum keluarga korban Yosua, Komaruddin Simanjuntak, minta autopsi ulang. Kasus bergulir.

ADVERTISEMENTS

Kapolri Jenderal Listyo dalam konferensi pers di Mabes Polri, Senin 18 Juli 2022. Bunyi lengkapnya, demikian:

ADVERTISEMENTS

Jadi sore hari ini, saya akan menyampaikan kebijakan terkait dengan perkembangan penanganan kasus tembak menembak anggota Polri di Asrama Duren Tiga, Jakarta.

ADVERTISEMENTS

Kita melihat ada spekulasi-spekulasi berita yang muncul, yang kemudian tentunya ini akan berdampak terhadap proses penyidikan yang sedang kita lakukan.

ADVERTISEMENTS

Oleh karena itu, malam hari ini kita putuskan untuk Irjen Pol Ferdy Sambo sementara jabatannya dinonaktifkan.

ADVERTISEMENTS

Dan kemudian jabatan tersebut saya serahkan kepada Pak Wakapolri, sehingga dengan demikian untuk selanjutnya tugas tanggung jawab terkait dengan Divisi Propam akan dikendalikan oleh Bapak Wakapolri, Komjen Gatot Eddy Pramono.

ADVERTISEMENTS

Dan ini tentunya juga untuk menjaga agar apa yang telah kita lakukan selama ini, terkait dengan masalah komitmen untuk menjaga objektifitas transparansi dan akuntabel ini, betul-betul bisa kita jaga agar rangkaian dari proses penyidikan yang saat ini sedang dilaksanakan betul-betul bisa berjalan dengan baik, dan membuat terang peristiwa yang terjadi.

Sekali lagi terima kasih rekan-rekan semua, dan tentunya semua tahapan saat ini sedang berjalan proses pemeriksaan saksi sedang berjalan, pengumpulan alat bukti juga berjalan, dan tentunya kita akan mengumpulkan selain saksi juga bukti-bukti yang bisa dipertanggungjawabkan secara scientific.

Sebagaimana komitmen kami untuk memproses seluruh peristiwa yang ada ini dengan pertanggungjawaban secara scientific crime investigation.

Kapolri juga membuka tanya-jawab dengan wartawan.

Tanya: Update perkembangan timsus satu pekan, temuan apa? Ada perbedaan temuan timsus dengan Polres Jaksel?

Jawab: Saya kira semuanya sedang berjalan dan tentunya tim yang ada ini tentunya akan menggabungkan antara polres polda dan Bareskrim jadi satu rangkaian peristiwa, yang kemudian bisa dijelaskan secara transparan dan bisa dipertanggungjawabkan.

Tanya: Atas rekomendasi siapa nonaktif Irjen Sambo ini? Timsus atau langsung Kapolri?

Jawab: Jadi, tadi saya sudah sampaikan bahwa mencermati perkembangan yang ada dan juga spekulasi-spekulasi yang berkembang dan tentunya akan berdampak terhadap proses yang sedang kita laksanakan.

Jadi, saya putuskan bahwa mulai malam ini jabatan Irjen Pol Ferdy Sambo sebagai Kadiv Propam saat ini kita nonaktifkan, kemudian jabatan saya serahkan ke Pak Wakapolri untuk melanjutkan tugas dan tanggung jawab.

Sebaliknya, pihak keluarga korban tewas, Brigadir Nofriansah Yosua Hutabarat, diwakili kuasa hukum Komaruddin Simanjuntak, menuntut autopsi ulang terhadap jenazah Yosua.

Tuntutan ini, sebab pihak keluarga Yosua tidak percaya terhadap autopsi jenazah Yosua yang sudah dilakukan di RS Polri Sukanto, Kramatjati, Jakarta Timur.

Komaruddin Simanjuntak sudah melapor ke Mabes Polri. Melaporkan Kadiv Propam, Irjen Ferdy Sambo (yang malam harinya dinyatakan nonaktif oleh Kapolri).

Komaruddin kepada pers di Jakarta, Senin (18/7) mengatakan:

“Kami dapat dari media bahwa jenazah klien kami sudah diautopsi. Tetapi apakah autopsinya benar atau tidak? Karena ada dugaan, itu di bawah kontrol atau pengaruh. Kita tidak tahu kebenarannya.”

Dasar tuntutan autopsi ulang, dijelaskan Komaruddin, begini:

Sebelum jenazah Yosua dimakamkan, pihak keluarga sudah memeriksa kondisi jenazah. “Sudah kami foto. Kami videokan. Semua file lengkap, ada pada kami,” kata Komaruddin.

Di jenazah, selain ada luka tembak, juga sejumlah luka. Diduga akibat sayatan benda tajam. Juga luka memar, diduga akibat pukulan benda tumpul.

1) Luka akibat pengerusakan di bawah mata. 2) Ada dua jahitan di hidung. 3) Luka sayat benda tajam di leher. 4) Luka sayat di bahu kanan. 5) Luka memar di perut kanan dan kiri. 6) Pengerusakan jari tangan dan kaki.

Sedangkan, kondisi jenazah Yosua sudah dijelaskan pada keterangan resmi Polri, disampaikan kepada pers oleh  Kepala Biro Penerangan Masyarakat, Divisi Humas Polri, Brigjen Ahmad Ramadhan. Juga Kapolres Metro Jakarta Selatan, Kombes Budhi Herdi Susianto.

Inti keterangan resmi, hanya tembak-menembak. Tidak ada penggunaan senjata tajam. Tidak ada pukulan benda tumpul.

Keterangan resmi Polri: Brigadir Yosua menembak Bharada E duluan. Tembakan sebanyak tujuh kali, meleset semua.

Dibalas lima tembakan Bharada E, dan kena semua. Satu peluru bersarang di dada Yosua. Empat peluru menembus badan korban, menerobos keluar.

Tentang jari Yosua yang putus, Kombes Budhi Herdi mengatakan: “Karena korban memegang senjata dengan dua tangan. Ketika ditembak, kena jari, kemudian mengenai bagian tubuh lainnya.”

Maka, tidak sinkron antara keterangan resmi Polri dengan pengamatan keluarga terhadap jenazah Yosua, yang juga difoto fan divideokan. “Bukti lengkap ada di kami,” ujar Komaruddin.

Autopsi ulang, sering terjadi. Memungkinkan untuk dilakukan.

EJ Williams dan A Davison dalam karya ilmiah yang dimuat National Library of Medicine, Juli 2014 bertajuk “Autopsy findings in bodies repatriated to the UK”, dijelaskan prosedur autopsi ulang.

Autopsi ulang, atau autopsi kedua adalah mengikuti autopsi pertama pada tubuh yang sama.

Beberapa keadaan untuk autopsi kedua, termasuk jenazah yang dipulangkan dan penggalian makam, tempat jenazah dikuburkan, yang sebelumnya sudah diautopsi.

Bentuk autopsi beragam. Mulai dari analisis bagian luar tubuh, sampai bedah mayat. Semua itu dimungkinan untuk kepentingan penyelidikan.

Jenazah Yosua dimakamkan di desanya di Jambi pada Selasa, 12 Juli 2022. Berarti, sudah lebih dari sepekan dimakamkan. Apakah kondisi mayat masih bisa diautopsi?

Ternyata, autopsi bisa dilakukan pada jenazah yang sudah lama sekalipun.

Dikutip dari Aljazeera, 6 Juni 2022, bertajuk “Exhuming Ukraine’s dead for war crimes investigations”, melukiskan kondisi di Ukraina yang pada Maret 2022 dibombardir tentara Rusia.

Akibat itu, wanita bernama Lydia Chichko (70) tewas di rumahnya, di pinggiran Kota Kyiv, akibat kena bom. Lantas, jenazah Lydia Chichko dimakamkan.

Beberapa waktu kemudian, pihak Ukraina mengklaim, bahwa serangan Rusia menyasar warga sipil. Antara lain, menewaskan Lydia Chichko. Untuk membuktikan itu, pada awal Juni 2022, makam Lydia Chichko dibongkar.

Lantas dilakukan autopsi luar. Tim bedah mayat hanya menunjukkan luka bekas kena serpihan bom di beberapa bagian tubuh Lydia Chichko. Luka-luka itu difoto. Fotonya diserahkan kepada pemerintah. Lydia Chichko kemudian dikuburkan lagi.

Ternyata tidak ada tindak lanjut apa-apa. Cuma melengkapi data pemerintah, bahwa tentara Rusia menyerbu wilayah pemukiman dan menewaskan warga sipil. Dalam kondisi perang, tentara menyerang warga sipil adalah pelanggaran. Sudah begitu saja.

Autopsi memungkinkan dilakukan terhadap mayat yang sudah dikubur. Termasuk untuk jenazah Yosua.

Tapi, di kasus Yosua, apakah tuntutan keluarga itu memungkinkan dipenuhi Polri? Mengingat Polri sudah melakukan autopsi pada jenazah yang sama, dan hasilnya sudah dipublikasi.

Seumpama pihak keluarga Yosua nekat melakukan autopsi independen, apakah hasilnya bisa dijadikan bahan gugatan?  Mengingat, pihak keluarga sudah menyimpan foto-foto dan video kondisi jenazah, beberapa saat sebelum dimakamkan.

Yang jelas, kasus ini masih dalam proses. Pihak Polri, dibantu pihak eksternal, Kompolnas dan Komnas HAM, sedang bekerja menyelidik ulang kasus ini.

Apa pun hasilnya, masyarakat diharapkan bisa menerima. Karena Polri sudah berusaha bersikap terbuka. 

(Penulis adalah Wartawan Senior)

Exit mobile version