BANDA ACEH -Kepala Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) DPP Partai Demokrat, Andi Arief mengaku menerima uang Rp 50 juta dari Bupati Penajam Paser Utara (PPU) nonaktif, Abdul Gafur Mas’ud.
Pengakuan itu disampaikan langsung oleh Andi Arief saat menjadi saksi di persidangan untuk terdakwa Abdul Gafur Mas’ud di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Samarinda, Rabu (20/7).
Andi membenarkan bahwa dirinya menerima uang dari Abdul Gafur pada Maret 2021 lalu. Uang tersebut, diakuinya bukan atas permintaannya. Namun, uang itu diberikan atas inisiatif Abdul Gafur.
“Betul Pak. Setahu saya Gafur itu memberikannya bulan Maret 2021 dan satu lagi saya lupa bulannya dan itu saya tidak minta,” ujar Andi.
Andi menjelaskan bahwa, Abdul Gafur memberikan uang itu sebagai rasa kepeduliannya kepada kader-kader Partai Demokrat yang saat itu terpapar Covid-19.
“Jadi Pak Gafur ini memberi kejutan dengan membantu. Nanti saya akan jelaskan lagi. Tapi yang jelas tidak ada hubungannya dengan Musda, tidak ada hubungan dengan apapun, tapi karena memang Pak Gafur ini saya dengar sejak tahun berapa ini memang perhatian sama DPP, sama pegawai-pegawai kecil memang ada,” jelasnya.
Uang Rp 50 juta itu, kata Andi, bukan diberikan langsung oleh Abdul Gafur, melainkan melalui sopir yang menyerahkan uang tersebut yang disimpan di dalam kantong plastik berwarna hitam.
“Karena pagi-pagi kresek hitam Rp 50 juta, saya tanya kepada Pak Gafur, ini uang apa pak Gafur?, ‘ya dipakai untuk teman-teman yang kena Covid’, ya sudah saya bagikan,” kata Andi.
“Masa dikasih uang 50 (Rp 50 juta) untuk bantu-bantu nggak saya terima kan pak? saya nggak tahu itu uang korupsi atau tidak. Tapi yang jelas APD waktu itu covid sedang tinggi, beberapa orang juga meninggal di PD (Partai Demokrat)” sambungnya.
Atas pemberian uang itu, Andi meyakini bahwa uang Rp 50 juta yang diberikan melalui sopir Abdul Gafur tersebut bukan hasil dari tindak pidana.
Selain uang Rp 50 juta itu, Andi mengaku bahwa Abdul Gafur juga pernah memberikan uang melalui transfer rekening bank milik Mahesa Senjaya. Uang itu kata Andi, sebagai uang pembayaran pembelian atribut partai.
“Kalau nggak salah itu pembelian atribut. Nggak (terkait Musda). Waktu itu AGM itu membeli kalender duduk itu banyak sekali, untuk DPC-DPC itu, kalau nggak salah ada kekurangannya atau gimana dibayar ke sini,” terang Andi.
“Saya yang dititipkan nomor itu untuk mungkin Pak Gafur ada kekurangan untuk pembiayaan atribut. Nggak terlalu banyak kalau nggak salah,” tuturnya.
Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun menyinggung soal komitmen Andi yang akan mengembalikan uang Rp 50 juta tersebut ke rekening negara atau melalui penitipan sementara di KPK.
“Mohon maaf Yang Mulia dan Pak JPU, waktu saya diperiksa KPK saya bilang andai uang Rp 50 juta itu diputuskan nanti merupakan yang dari tindak pidana saya kembalikan. Tapi kan saya nggak tahu kalau itu uang pidana. Gimana posisi saya saat ini? jadi nunggu kalau diputuskan itu saya akan kembalikan pak,” pungkasnya.
Bupati PPU periode 2018-2023 ini bersama dengan Bendahara DPC Partai Demokrat Kota Balikpapan, Nur Afifah Balqis dan beberapa orang lainnya didakwa menerima suap senilai Rp 5,7 miliar.
Dakwaan itu dibacakan langsung oleh tim JPU KPK di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Samarinda, Rabu (8/6).
Dalam surat dakwaan, Abdul Gafur bersama-sama dengan Nur Afifah Balqis, Muliadi selaku Plt Sekretaris Daerah Pemerintah Kabupaten (Pemkab) PPU, Edi Hasmoro selaku Kepala Dinas PUPR Pemkab PPU, Jusman sepaku Kepala Bidang Sarana Prasarana Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Pemkab PPU, Asdarussalam sepaku Dewan Pengawas (Dewas) PDAM Danum Taka Kabupaten PPU serta Dewas RSUD Aji Putro Botung Kabupaten PPU disebut menerima uang seluruhnya berjumlah Rp 5,7 miliar.
Uang tersebut berasal dari Ahmad Zuhdi alias Yudi yang diterima melalui Asdarussalam dan Supriadi alias Usup alias Ucup sebesar Rp 1,85 miliar; dari Dimas Hak, Achmad, Usriani alias Ani, dan Husaini yang diterima melalui Jusman sebesar Rp 250 juta; dari sembilan kontraktor yang mengerjakan proyek-proyek di Dinas PUPR yang diterima melalui Edi Hasmoro sejumlah Rp 500 juta; dan dari beberapa perusahaan yang mengurus perizinan usaha di Kabupaten PPU yang diterima melalui Muliadi sejumlah Rp 3,1 miliar.
Uang itu diberikan karena Abdul Gafur telah menyetujui pengaturan paket-paket pekerjaan TA 2020 dan 2021 pada lingkup Pemkab PPU, yaitu pada Dinas PUPR yang telah dikondisikan oleh Edi Hasmoro agar dimenangkan oleh perusahaan milik Ahmad Zuhdi alias Yudi.
Selanjutnya, pada Disdikpora yang telah dikondisikan oleh Jusman agar dimenangkan oleh Ahmad Zuhdi alias Yudi, Damis Hak, Achmad, Usriani alias Ani, dan Husaini serta memerintahkan Muliadi untuk meminta uang atas penerbitan perizinan yang diajukan oleh PT Bara Widya Tama, PT Prima Surya Silica, PT Damar Putra Mandiri, PT Indoka Mining Resources, PT Waru Kaltim Plantation (WKP), dan PT Petronesia Benimel.
Akibat perbuatannya, Abdul Gafur dan Nur Afifah Balqis didakwa dengan dakwaan Kesatu Pasal 12 huruf b Juncto Pasal 18 UU 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP Juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP.
Atau dakwaan Kedua Pasal 11 Juncto Pasal 18 UU 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP Juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP.