BANDA ACEH -Maksud dari pernyataan Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh yang menilai lebih baik tidak ada pemilu jika berkonsekuensi pada perpecahan bangsa dapat dipahami dengan baik oleh Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan.
Namun demikian, dia menilai solusi yang ditawarkan Surya Paloh untuk tidak ada pemilu keliru.
“Tersirat maksud baik, pemilu jangan membuat bangsa terpecah. Tetapi solusi ‘tidak ada pemilu’ sangat salah, terkesan Nasional Demokrat tidak demokrat,” ujarnya lewat akun Twitter pribadi, Rabu (27/7).
Anthony mengurai bahwa akar masalah pemilu adalah ketidakadilan pelaksanaan pemilu. Untuk itu, solusi yang harus dihadirkan adalah memperbaiki akar masalah tersebut. Bukan justru menghapus pemilu.
Dia mengingatkan, pada Pemilu 1955 kondisi negara sedang mencekam, keamanan di beberapa daerah juga cukup rawan. Tapi pemilu berhasil diikuti lebih dari 30 peserta dan sukses besar.
Pun demikian pada gelaran Pemilu 1999. Kala itu, Indonesia baru saja mengalami fase reformasi yang ditandai tumbangnya rezim Orde Baru. Hasilnya, pemilu diikuti sebanyak 48 peserta dan sukses besar.
“Kuncinya jujur dan adil, sebagai perekat persatuan bangsa. Tanpa jurdil (jujur adil), bangsa terbelah,” tegasnya.
Anthony menekankan bahwa masyarakat Indonesia terpecah pada dua pemilu lalu juga dikarenakan kehadiran para pegiat media sosial bayaran atau yang kerap dijuluki BuzzeRp. Di mana keberadaan mereka seolah dipeliharan dan diberi kekebalan hukum.
“Dan media mainstream dibiarkan tidak netral, dikuasai pihak tertentu, bebas membentuk opini tidak benar, misalnya wawancara Esemka?” tutupnya.