Jumhur Hidayat: Aksi Akbar Buruh 10 Agustus Bukan Gerakan Politik

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

BANDA ACEH.Aksi akbar kaum buruh yang akan digelar 10 Agustus 2022 di berbagai ibukota provinsi dan kabupaten seluruh Indonesia membuat Koordinator Aliansi Aksi Sejuta Buruh Cabut UU Omnibus Law Cipta Kerja, M. Jumhur Hidayat.

Pasalnya, 4 hari jelang aksi tersebut, ratusan kaum buruh mulai melakukan longmarch dari Bandung ke Jakarta. Tepatnya pada Senin pagi (6/8).

Jumhur mengajak kaum buruh lainnya untuk mendoakan agar mereka yang melakukan longmarch di bulan kemerdekaan diberi kekuatan dan kesehatan lahir batin, sehingga bisa bergabung dengan Aksi Unjuk Rasa Akbar di Jakarta pada tanggal 10 Agustus nanti.

Kepada kelompok buruh, Jumhur mengurai bahwa pihaknya memag kerap melakukan aksi bahkan ratusan aksi telahd ilakukan untuk menuntut penolakan dan pencabutan UU Omnibus Law tersebut. Namun penguasa, baik itu di Pemerintahan, DPR bahkan Kehakiman tetap saja tidak menghiraukan tuntutan buruh.

“Padahal tuntutan kita adalah sah dan konstitusional karena menyangkut keharusan mencapai standar kehidupan yang layak bagi kemanusiaan yang dijamin oleh UUD 1945 dan Pancasila,” tegasnya kepada wartawan, Minggu (7/8).

Atas alasan itu, maka dirinya dan berbagai pimpinan dari puluhan konfederasi, federasi, dan serikat buruh/pekerja pada tingkat nasional memutuskan untuk melakukan aksi unjuk rasa akbar serentak di seluruh Indonesia dengan nama Aliansi Aksi Sejuta Buruh Cabut UU Omnibus Law Cipta Kerja pada tanggal 10 Agustus 2022 ini.

Harapannya, agar bisa melembutkan hati dan menjernihkan pikiran para penguasa, sehingga berkenan mencabut UU Omnibus Law Cipta Kerja ini.

“Kita betul-betul sadar, bahwa tidak sedikit upaya-upaya dari berbagai kelompok pendukung UU Omibus Law ini mengisukan dan mengabarkan berita bohong kepada banyak pihak, khususnya kepada pimpinan-pimpinan serikat buruh di berbagai jenjang bahwa gerakan aliansi aksi kita ini adalah gerakan politik dengan maksud yang tiada lain dan tiada bukan agar saudara-saudara terpecah belah dan akhirnya mengurungkan niat untuk ikut dalam aksi unjuk rasa akbar ini,” sambungnya.

Lebih lanjut, Jumhur menekankan bahwa Aksi Unjuk Rasa Akbar bukan gerakan politik, juga bukan untuk mendukung atau menjatuhkan kekuasaan, dan tidak pula disponsori atau ditunggangi oleh satu pun partai politik.

“Sekali lagi ini adalah murni aksi buruh yang dengan sepenuh hati ingin menuntut hak demi bisa berkehidupan yang layak bagi kemanusiaan,” terangnya.

Sebab, UU Omnibus Law Cipta Kerja dinilai membuat kehidupan buruh semakin sulit karena adanya penurunan standar kesejahteraan baik dari sisi upah maupun pesangon, ketidakpastian dalam bekerja akibat ancaman PHK yang begitu mudah yang digantikan dengan kerja kontrak atau sistem outsourcing, serta mudahnya tenaga kerja asing (TKA) masuk bekerja di Indonesia dengan mengambil hak dari para calon pekerja Indonesia yang saat ini masih dihantui pengangguran.

“Setelah hampir 2 tahun berlaku, UU Omnibus Law ini sudah banyak memakan korban tidak saja kepada buruh-buruh yang sering kita sebut buruh kerah biru, tetapi juga pekerja kerah putih bahkan yang upahnya puluhan juta rupiah yang dirasakan saat mereka pensiun atau di PHK, karena mereka tetaplah buruh/pekerja bukan pemilik modal,” tutupnya

Exit mobile version