NASIONAL
NASIONAL

Listrik Terancam Padam: Rakyat Melawan Rezim Pro Oligarki!

image_pdfimage_print

OLEH: MARWAN BATUBARA

ADVERTISEMENTS
Kartu ATM di Rumah, Action Mobile di Tangan

PADA awal Januari 2022, puluhan juta pelanggan PLN terancam pemadaman listrik akibat krisis pasokan batubara, energi primer untuk puluhan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang dioperasikan PLN. Untuk menghindari pemadaman, pemerintah lantas menerbitkan larangan ekspor batubara (Surat KESDM No.B-1605/DJB.B/2021).

ADVERTISEMENTS
Bank Aceh Syariah Mengucapkan Selamat Hari Pahlawan 10 November 2024

Sekitar dua minggu berselang, karena kondisi disebut “membaik” ekspor kembali dibuka.  Guna mencegah terulangnya krisis pasokan batubara, pemerintah menyatakan akan melakukan berbagai “perbaikan” kebijakan. Ternyata kebijakan utama yang memihak rakyat hingga kini tak kunjung terbit, sehingga ancaman krisis pasokan dan pemdaman ada di depan mata.

ADVERTISEMENTS
Memperingati 96 Tahun Sumpah Pemuda dari Bank Aceh Syariah

Padahal krisis terjadi akibat ulah para pengusaha oligarkis berburu untung BESAR karena naiknya harga batubara dunia. Mereka lebih memilih mengekspor batubara dibanding menjual ke PLN yang volume dan harganya mengikuti ketentuan domestic market obligation (DMO, 25 persen) dan domestic price obligation (DPO, 70 dolar AS/ton untuk kalori 6322).

ADVERTISEMENTS
Selamat & Sukses atas Pelantikan Ketua DPRA, Wakil Ketua I DPRA dan Wakil Ketua II DPRA

Ternyata pemerintah tidak optimal melindungi kepentingan PLN. Pemerintah pun tak mampu menertibkan dan memaksa para pengusaha memenuhi ketentuan DMO dan DPO. Pemerintah justru terpengaruh dan memihak kepentingan para pengusaha oligarkis!

ADVERTISEMENTS
Pertemuan Tahunan Perbankan Syariah 2024

Padahal energi tersebut berdampak bukan saja kepada puluhan juta pelanggan yang berpotensi terkena pemadaman, tetapi lebih dari 260 juta rakyat konsumen listrik. Sebab, biaya pokok penyediaan (BPP) listrik tergantung pada biaya energi primer pembangkit. Jika harga energi primer naik, maka BPP listrik juga naik, dan berujung pada naiknya tarif listrik yang harus dibayar pelanggan PLN, atau disubsidi APBN demi menjaga keuntungan pengusaha.

Berita Lainnya:
Saksi Ungkap Fakta Guru Supriyani Dipaksa Mengaku Aniaya Murid oleh Penyidik Polsek Baito
ADVERTISEMENTS
Selamat Memperingati Hari Santri Nasional

Sebaliknya, pemerintah menebar informasi tidak akurat, tendensius, dan mengungkap berbagai kambing hitam. Dikatakan, krisis batubara antara lain terjadi karena PLN gagal pasok akibat kontrak bermasalah, PLN gagal fokus bisnis inti, PLN Batu Bara (PLNBB, anak usaha PLN) berbisnis dengan trader, Pelayaran Bahtera Adhiguna (PBA, anak usaha PLN) gagal bayar, PBA menerapkan skema FOB, bukan CIF, dll. PLNBB dan PBA dilabel sebagai biang krisis, sehingga harus dibubarkan atau dipisahkan dari PLN.

Guna mengelabui, menggiring opini dan melindungi pengusaha oligarkis sebagai biang kerok krisis, sejumlah menteri menerbitkan kebijakan berbau kamuflase. Maka, dicopotlah Direktur EP PLN, Rudy H.P. Menko Marves LBP mengatakan pembelian batubara dari trader dihapus, skema FOB diganti CIF, DPO 70 dolar AS akan diubah jadi harga pasar, PLN harus diholdingisasi (mangsa oligarki) dan Badan Layanan Umum (BLU) Batubara akan dibentuk.

Padahal berbagai alasan yang ditebar mengada-ada, tidak kredibel dan tidak objektif. PLNBB dan PBA merupakan anak usaha yang sangat menunjang operasi dan sekaligus menguntungkan PLN, sehingga berkontribusi atas terjaganya BPP listrik. Justru kedua anak usaha tersebut berperan mengamankan kebutuhan batubara PLN, dan sekaligus menangkal pengusaha oligarkis yang ingin menguasai berbagai rantai bisnis PLN.

Berita Lainnya:
Detik-detik Pelaku Mutilasi Gotong Mayat Sinta Handiyana Pakai Gerobak, Dibantu Pria Berjaket Merah

 

Sejalan dengan kebijakan yang merugikan BUMN di atas, pemerintah juga menerbitkan Kepmen ESDM No.13.K.HK.02.MEM.B/2022 tentang Pedoman Pengenaan Sanksi Administratif, Pelarangan Penjualan Batubara Ke Luar Negeri, dan Pengenaan Denda Serta Dana Kompensasi Pemenuhan Kebutuhan Batubara Dalam Negeri. Setelah terbitnya Kepmen ESDM No.13/2022, para pengusaha serakah pelanggar kewajiban DMO dibiarkan kembali berbisnis as usual, tanpa ketegasan sanksi hukum. Jangankan sanksi finansial yang adil dan berefek jera, mengumumkan daftar perusahaan pelanggar DMO saja pemerintah “tak mampu”.

BLU Batubara

Ternyata setelah terbitnya Kepmen ESDM No.13/2022 dan pernyataan Menko Marves LBP pengusung BLU Batubara, peraturan dasar implementasi BLU tak kunjung terbit. LBP, pencetus BLU karena ingin menghapus DPO, belakangan nyaris tak terdengar suaranya.

BLU akan berperan memungut iuran batubara. Harga batubara akan dilepas sesuai mekanisme pasar. Namun, tiga industri yang wajib dipasok sesuai DMO 25 persen, masih menerima harga khusus (domestic price obligation, DPO) yakni PLN, DPO =  70 dolar AS, serta industri pupuk dan semen, DPO = 90 dolar AS per ton. Para pemasok batubara untuk ketiga industri tersebut akan menerima kompensasi dari BLU berupa selisih dari harga pasar dengan harga DPO.

1 2

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya