OLEH: DJONO W OESMAN
IRJEN Ferdy Sambo tersangka pembunuhan Brigadir Yosua. Melanggar Pasal 340 KUHP ancaman hukuman mati. Itu disampaikan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, Selasa (9/8) malam. Motif, belum tentu pencabulan.
Inilah ending perkara hukum penembakan Brigadir Nofriansah Yosua Hutabarat pada Jumat, 8 Juli 2022.
Di konferensi pers oleh Kapolri itu, Kabareskrim, Komjen Agus Andrianto menjelaskan tuduhan hukum terhadap Ferdy Sambo, ada dua:
1) Menyuruh Bharada E menembak (untuk pertama kali) Brigadir Yosua.
2) Merekayasa atau membuat skenario, agar seolah-olah terjadi peristiwa tembak-menembak antara Bharada E dengan Brigadir Yosua.
Skenario tersebut dilengkapi dengan kronologi begini:
Setelah Yosua tewas, pistol Yosua diambil Ferdy Sambo. Pistol itu ditembak-tembakkan ke dinding oleh Ferdy Sambo. Sehingga, seolah-olah sudah terjadi tembak-menembak. Padahal, Yosua sama sekali tidak menembak.
Kapolri belum bisa mengumumkan motif pembunuhan. Dikatakan Kapolri:
“Tentang motif pembunuhan Brigadir J, juga terkait Ibu FS (istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi) kini masih dalam proses penyidikan oleh Timsus.”
Itulah puncak proses penyelidikan kasus ini. Dan, sejak konferensi pers itu, status Ferdy Sambo adalah tahanan, sebagai tersangka pembunuhan.
Kasus ini pengungkapannya berjalan sangat cepat, sejak Bharada E memberikan keterangan, yang ternyata bertolak belakang dengan pengumuman Polri.
Ada tiga hal baru yang dikatakan Bharada E kepada pengacaranya, Muhammad Boerhanuddin dan Deolipa Yumara. Tiga hal baru itu:
1) Tidak ada baku tembak antara Bharada E dengan Brigadir Yosua.
2) Bharada E tidak melihat ada pelecehan seksual dilakukan Yosua terhadap Putri Candrawathi, seperti yang sudah diumumkan Polri.
3) Bharada E diperintahkan Ferdy Sambo untuk menembak Brigadir Yosua. Itulah tembakan pertama mengenai Yosua. Disusul tembak-tembakan berikutnya oleh para tersangka lainnya.
Keterangan itu mengubah seluruh konstruksi kasus ini. Konstruksi kasus yang direkayasa, yang menurut Kapolri, Jenderal Listyo Sigit Prabowo, rekayasa dilakukan oleh Irjen FS.
Akibat rekayasa tersebut, pengumuman Polri tentang kasus ini jadi janggal. Ditanggapi masyarakat, sebagai kejanggalan. Reaksi masyarakat dibenarkan Menko Polhukam, Mahfud MD, yang juga menyatakan, ada kejanggalan.
Tak kurang, Presiden Jokowi, sampai empat kali menyatakan hal yang sama: Ungkap kasus ini secara terang-benderang.
Pernyataan Presiden Jokowi yang terbaru, saat menjawab pertanyaan pers ketika Presiden berkunjung ke Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat, Selasa (9/8), mengatakan:
“Ungkap kebenaran apa adanya. Jangan sampai menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap Polri. Itu yang paling penting. Citra Polri apa pun tetap harus kita jaga.”
Tapi, pelaksanaan penyelidikan di lapangan tak semudah membalikkan tapak tangan.
Saksi kunci kasus ini, Putri Candrawathi, istri Irjen Ferdy Sambo. Tapi, Putri tidak pernah bicara sama sekali.
Terbaru, tim dari LPSK sudah mendatangi rumah Putri Candrawati di Jalan Seguling III, Duren Tiga, Jakarta Selatan. Tim LPSK sudah berhadap-hadapan dengan Putri selama tiga jam, sejak pukul 11.00, Selasa, 9 Agustus 2022, tapi tanpa hasil.
Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi kepada pers mengatakan, tidak ada keterangan dari Putri Candrawathi. Setelah tiga jam Putri tidak mau bicara, tim LPSK pulang.
Beberapa menit setelah tim LPSK meninggalkan rumah keluarga Sambo, rombongan puluhan pasukan Brimob, datang ke lokasi itu. Pasukan bersenjata laras panjang. Bersama beberapa kendaraan taktis, antihuru-hara.
Ternyata, Timsus kasus ini sedang menggeledah rumah keluarga Sambo. Tim menggeledah tiga rumah. Selain rumah di Jalan Seguling III, masih ada dua rumah lain yang diperiksa.
Yakni, rumah dinas singgah Duren Tiga atau TKP pembunuhan Yosua.Dan, rumah Sambo di Jalan Bangka, Jakarta Selatan.
Tim pemeriksa fokus di rumah yang dihuni Putri Candrawathi, di Jalan Seguling. Di situ, puluhan anggota Brimob bersenjata laras panjang dikerahkan untuk melindungi tim pemeriksa yang menggeledah rumah Sambo.