Salman Rushdie, Penulis Buku 'Ayat-ayat Setan' Ditikam di New York

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

BANDA ACEH – Penulis asal Inggris, Salman Rushdie, ditikam saat berada di sebuah panggung sastra di Institut Chautauqua, New York, pada Jumat (12/8). Rushdie dikenal sebagai penulis kontroversial karena dengan tulisannya, dia menjadi sasaran ancaman pembunuhan dari Iran.

Pihak kepolisian mengatakan, seorang tersangka laki-laki telah berhasil diamankan. Dia secara tiba-tiba merangsek naik ke panggung dan menyerang Rushdie dan seorang pewawancara. Rushdie mengalami luka tusukan di bagian lehernya.

Dia pun kemudian dilarikan dengan helikopter ke rumah sakit setempat. Pihak kepolisian belum mengetahui kondisi dari sang penulis usai penyerangan tersebut.

Sementara, Gubernur New York Kathy Hochul mengatakan Rushdie masih hidup, dan memuji dia sebagai “seorang individu yang telah menghabiskan puluhan tahun berbicara kebenaran kepada kekuasaan.”

“Kami mengutuk semua kekerasan, dan kami ingin orang-orang dapat merasakan kebebasan untuk berbicara dan menulis kebenaran,” kata Kathyl dikutip dari AFP.

Pihak kepolisian hingga saat ini belum membeberkan secara rinci soal identitas pelaku dan kemungkinan motif penyerangan. Dari rekaman di media sosial, menunjukkan seorang bergegas membantu Rushdie dan memberikan perawatan medis darurat usai penyerangan terjadi. Pewawancara juga mengalami cidera di bagian kepala karena serangan itu.

Lembaga Chautauqua yang menampilkan program seni dan sastra di komunitas tepi danau sekitar 110 kilometer selatan Buffalo, mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa pihaknya berkoordinasi dengan penegak hukum terkait peristiwa tersebut.

Siapa Salman Rushdie?

Rushdie yang kini berusia 75 tahun sempat menjadi sorotan dengan dengan keduanya “Midnight’s Children” pada tahun 1981. Tulisan tersebut menggaet pujian internasional dan penghargaan bergengsi Inggris untuk penggambarannya tentang India pasca-kemerdekaan.

Akan tetapi, bukunya pada tahun 1988 “The Satanic Verses” menarik perhatian di luar imajinasinya, ketika memicu fatwa atau keputusan agama yang menyerukan kematiannya oleh pemimpin revolusioner Iran Ayatollah Ruhollah Khomeini. Bahkan, dikutip dari BBC, Khomeini mematok imbalan USD 3 juta untuk kematian Rushdie.

Hal tersebut bukan tanpa sebab. Novel itu dianggap oleh tidak menghormati Nabi Muhammad. Dia menjadi incaran Iran.

Rushdie, yang lahir di India dari orang tua muslim, tetapi saat ini mengaku sebagai seorang ateis, harus sembunyi dari publik usai mendapatkan ancaman pembunuhan tersebut. 

Dia diberikan perlindungan polisi oleh pemerintah di Inggris, di tempat dia bersekolah dan tempat tinggalnya, setelah pembunuhan atau percobaan pembunuhan terhadap penerjemah dan penerbitnya terjadi.

Dia menghabiskan hampir satu dekade bersembunyi, pindah rumah berulang kali dan tidak bisa memberi tahu anak-anaknya di mana dia tinggal. 

Rushdie baru mulai muncul dari pelariannya pada akhir 1990-an setelah Iran pada 1998 mengatakan tidak lagi mendukung atas aksi pembunuhan terhadap dirinya.

Sekarang Rushdie tinggal di New York. Dia concern terhadap isu soal kebebasan berbicara. Dia juga termasuk soal yang vokal menyuarakan hal itu, saat majalah satir Prancis Charlie Hebdo, menerbitkan gambar-gambar Nabi Muhammad yang mengundang reaksi protes umat Islam.

Mendapat Ancaman Boikot

Ancaman dan boikot terhadap acara sastra yang dihadiri Rushdie terus terjadi usai dia mendapatkan gelar ksatria pada 2007 dari Ratu Inggris. Gelar ini juga memicu protes di Iran dan Pakistan.

Namun sosok Rushdie ini sangat dikenal dengan karyanya “Midnight’s Children”, yang berisi lebih dari 600 halaman. Bahkan buku itu telah diadaptasi untuk panggung layar perak, dan buku-bukunya telah diterjemahkan ke lebih dari 40 bahasa.

Suzanne Nossel, kepala organisasi PEN America, merasa terguncang dengan peristiwa penyerangan terhadap Rushdie.

“Hanya beberapa jam sebelum serangan, pada Jumat pagi, Salman mengirim email kepada saya untuk membantu penempatan penulis Ukraina yang membutuhkan perlindungan aman dari bahaya besar yang mereka hadapi,” kata Nossel dalam sebuah pernyataan.

“Pikiran dan hasrat kami sekarang terletak pada Salman kami yang pemberani, berharap dia pulih sepenuhnya dan cepat. Kami berharap dan percaya dengan sungguh-sungguh bahwa suaranya yang penting tidak dapat dan tidak akan dibungkam,” ucap dia.

Exit mobile version