Kompolnas Bela Narasi Ferdy Sambo, LBH Jakarta: Bentuk Lembaga Pengawas Independen

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

BANDA ACEH –  Lembaga Bantuan Hukum atau LBH Jakarta menilai Divisi Propam Polri tidak bisa menjadi harapan untuk Penegakan Etik dan Disiplin di Internal Polri. Sebab, kedudukannya sebagai bagian internal dalam Kepolisian sangat memungkinkan adanya konflik kepentingan dan relasi kuasa dalam menangani pengaduan yang disampaikan korban.

“Sehingga sangat sulit memastikan semua proses terjadi secara independen, transparan, akuntabel dan imparsial,” kata Pengacara publik LBH Jakarta Teo Reffelsen dalam keterangan tertulis, Ahad, 14 Agustus 2022.

Selain itu, dalam mengungkap kasus kematian Brigadir J, Kompolnas dalam beberapa catatan LBH Jakarta juga tidak mampu menyelesaikan persoalan pelanggaran karena Kompolnas tak ubahnya dengan lembaga pengawas internal Polri.

Dalam beberapa kasus, kata Teo, pengaduan atau laporan yang diajukan ke Kompolnas tidak mendapatkan tanggapan serius. Sering kali kasus yang diajukan hanya direspons dengan klarifikasi yang diteruskan oleh Kompolnas kepada satuan wilayah (satwil) atau satuan kerja (satker) kepolisian yang diadukan/dilaporkan.

Terlebih, dalam kasus ini, lanjut Teo, kelemahan Kompolnas sangat terpampang jelas, dari pernyataan Ketua Harian Kompolnas, Benny Mamoto yang cenderung membela narasi yang direkayasa oleh Ferdy Sambo.

Oleh karena itu, LBH Jakarta menilai sudah sangat mendesak untuk dibentuk lembaga pengawas eksternal yang lebih independen dan dibekali dengan kewenangan kuat untuk melakukan penegakan etik dan disiplin, serta dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh anggota kepolisian.

“Selain itu, kami juga menilai fungsi-fungsi pengawasan terhadap penegakan hukum yang dilakukan oleh kepolisian juga harus diperkuat, seperti penguatan fungsi jaksa sebagai pengendali perkara (dominus litis), serta fungsi pengawasan pengadilan (judicial scrutiny) secara berjenjang dalam setiap upaya paksa yang dilakukan melalui revisi KUHAP,” ujarnya.

Menurut LBH Jakarta, hal tersebut penting segera dikerjakan oleh pemerintah dan DPR RI untuk memastikan jaminan keadilan dan kebenaran bagi korban, ketidak berulangan serta memutus mata rantai impunitas sebagai salah satu bagian dari keadilan transisi paska reformasi.

LBH Jakarta desak pemerintah dan DPR

Berdasarkan uraian diatas LBH Jakarta mendesak pemerintah dan DPR RI segera mempercepat agenda reformasi kepolisian secara struktural, kultural, dan instrumental.

LBH juga meminta pemerintah dan DPR RI segera membentuk Lembaga Pengawasan Independen yang dibekali dengan kewenangan kuat untuk melakukan penegakan etik dan disiplin serta dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh Anggota Kepolisian.

Adapun lembaga tersebut, kata Teo, tidak boleh diisi oleh pihak-pihak yang memiliki konflik kepentingan dan wajib diisi oleh perwakilan masyarakat sipil dengan jumlah keterwakilan yang memadai yang memiliki rekam jejak pembelaan terhadap HAM dan reformasi kepolisian.

Teo juga mendesak pemerintah dan DPR RI segera membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) dengan mandat pemeriksaan yang transparan, independen, dan akuntabel. “Tim ini diisi oleh keterlibatan aktif masyarakat sipil untuk mengungkap dugaan adanya klik atau geng dalam tubuh Polri yang erat kaitannya dengan bisnis kotor peredaran gelap narkotika maupun perjudian,” kata Teo.

LBH Jakarta juga meminta pemerintah dan DPR RI memperkuat fungsi Kejaksaan sebagai pengendali perkara (dominus litis), serta pengawasan pengadilan (judicial scrutiny) secara berjenjang dalam setiap upaya paksa yang dilakukan melalui revisi KUHAP dan undang-undang lainnya yang berhubungan.

Presiden dan DPR, kata dia, melakukan evaluasi terhadap Kompolnas yang selama ini belum memberikan sumbangsih signifikan dalam mendorong profesionalitas, transparansi, dan akuntabilitas Polri. Termasuk, ujar dia, agar mencopot Irjen Pol (Purn) Benny Mamoto yang selama perjalanan kasus ini diduga cenderung membela narasi yang dibuat oleh Ferdy Sambo.

LBH juga mendesak Kapolri segera melakukan pemeriksaan dan evaluasi menyeluruh terhadap kerja-kerja Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri mengingat hampir seluruh Perwira Tinggi yang merupakan pejabat terasnya terlibat dugaan pelanggaran etik dan penghalangan proses penyidikan (obstruction of justice). “Hasil pemeriksaan tersebut agar segera dipublikasi dan diumumkan kepada publik sebagai bentuk transparansi dan akuntabilitas,” kata Teo.

Exit mobile version