BANDA ACEH -Keabsahan berita acara hasil pemeriksaan dokumen pendaftaran partai politik (parpol) calon peserta Pemilu Serenrak 2024 sebagai produk hukum Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI dipertanyakan Partai Masyumi.
Ketua Umum Masyumi Ahmad Yani mengatakan, yang dikenal sebagai produk hukum KPU RI dalam hal sengketa proses pemilu, sebagaimana diatur dalam UU 7/2017 tentang Pemilu, yakni Surat Keputusan (SK).
“Ini kan problem. Karena saya memahami aturan sengketa proses itu,” ujar Ahmad Yani ketika dihubungi Kantor Berita Politik RMOL,” Rabu (17/8).
Sepemahaman Ahmad Yani, di dalam UU Pemilu tidak ada aturan yang menyatakan dalam proses pendaftaran akan diputuskan parpol mana yang lolos ke tahap verifikasi dan mana yang tidak.
“Undang Undang-nya itu (menjelaskan) KPU tidak boleh menolak pendaftaran. Sepanjang parpol mendaftar, KPU wajib menerima pendaftaran itu,” tuturnya.
Di samping itu, Ahmad Yani juga merasa aneh apabila dalam proses pendaftaran parpol calon peserta pemilu sudah dilakukan pemeriksaan kelengkapan dokumen persyaratan.
Padahal menurutnya, proses pemeriksaan atau penelitian dokumen persyaratan baru dilakukan di tahap verifikasi yang hasilnya akan dikeluarkan dalam bentuk SK.
“Karena itu KPU tidak menerbitkan Surat Keputusan, tapi hanya berita acara,” sambungnya.
Selain itu, Ahmad Yani juga menilai berita acara yang dikeluarkan KPU tidak memiliki kekuatan hukum untuk menyatakan Partai Masyumi tidak lengkap dokumennya, sehingga tidak bisa didaftar sebagai calon peserta pemilu dan melajutkan ke tahap verifikasi.
“Berita acara itu kan di tangan petugas. Dan apakah ada mandat dari Undang Undang bisa dinyatakan Berita Acara itu menjadi produk (hukum) KPU?” cetus Ahmad Yani.
“Tanggal 1 sampai tanggal 14 (Agustus) itu kan masa pendaftaran. Masak di masa pendaftaran itu orang sudah bisa ditolak?” tambahnya mengeluh.
Dari pandangan itu, Ahmad Yani menyimpulkan berita acara yang dikeluarkan KPU tidak bisa dikualifikasikan sebagai objek sengketa, melainkan itu bisa dilakukan ketika partai dinyatakan memenuhi syarat atau tidak memenuhi syarat sebagai peserta pemilu, yang dituangkan ke dalam SK.
“Sementara itu baru di akhir nanti (didapat setelah tahap verifikasi selesai). Nah ini kan menjadi lucu, sebenarnya kalau dianggap lolos kelengkapan data, maka sebenarnya tidak perlu tahap verifikasi adminsitrasi lagi. Tapi kenapa harus ada verifikasi adminisitrasi?” herannya.
Maka dari itu Ahmad Yani mempertanyakan produk hukum KPU dalam menyatakan pendaftaran Partai Masyumi tidak diterima atau dikembalikan.
“Nah kalau begitu, bagaimana hak parpol yang dianggap tidak memenuhi syarat oleh KPU, melalui Berita Acara itu untuk mengadu, kalau begitu,” ucapnya.
“Tapi kami tetap akan mengajukan mekanisme (hukum). Kami anggap saja ini sengketa proses. Kami mengambil celah hukumnya di situ. Kami akan tetap ke Bawaslu,” demikian Ahmad Yani.
Mengenai dasar hukum sengketa proses pemilu, Anggota KPU RI Idham Holik telah menjelaskan, bahwa hal tersebut di atur dalam Pasal 466 UU Pemilu.
Di dalam norma itu dinyatakan, sengketa proses pemilu yang meliputi sengketa antar-peserta pemilu dan sengketa peserta pemilu dengan penyelenggara pemilu sebagai akibat dikeluarkannya keputusan KPU, keputusan KPU Provinsi, Kabupaten/Kota.
Terkait aturan pendaftaran, termuat di Pasal 176 ayat (1) UU Pemilu yang menyatakan bahwa parpol dapat menjadi peserta pemilu dengan mengajukan pendaftaran untuk menjadi calon peserta pemilu kepada KPU.
Kemudian pada ayat (2) Pasal 176 UU Pemilu disebutkan, pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan dengan surat yang ditandatangani oleh ketua umum dan sekretaris jendral atau nama lain pada kepengurusan pusat parpol.
Sementara untuk ayat (3) Pasal 176 UU Pemilu, dinyatakan bahwa pendaftaran sebagaiaman dimaksud pada ayat (2) disertai dokumen persyaratan yang lengkap.
Adapun pada bagian akhir Pasal 176 UU Pemilu, yakni ayat (4), mengatur soal ketentuan jadwal waktu pendaftaran parpol peserta pemilu yang harus ditetapkan oleh KPU paling lambat 18 bulan sebelum hari pemungutan suara.