BANDA ACEH – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan belum bisa memproses laporan dosen UNJ Ubedilah Badrun terhadap dua anak Presiden Joko Widodo (Jokowi), yakni Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang Pangarep.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan pihaknya awalnya menerima laporan dari Ubedilah pada 10 Januari 2022. Dalam laporan Ubedilah, kata Alex, ada dugaan KKN relasi bisnis Gibran dan Kaesang dengan sejumlah grup perusahaan yang diduga terlibat dalam pembakaran hutan.
“Jadi, sesungguhnya yang dilaporkan asumsinya ialah ini sama-sama sebelum sebelum menjadi pejabat negara, ya. Relasinya, relasi bisnis tetapi yang dilaporkan karena kemudian yang diajak kerja sama adalah diasumsikan sebagai pelaku pembakaran hutan,” kata dia di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Jumat (19/8).
KPK, lanjut dia, telah melakukan verifikasi dan klarifikasi kepada Ubedilah.
Berdasarkan penelahaan KPK, lanjut Alex, indikasi tindak pidana korupsi yang dilaporkan Ubedilah masih sumir atau tidak jelas.
Ubedilah juga belum mempunyai informasi uraian fakta dugaan tindak pidana korupsi atau data dukungan terkait dengan penyalahgunaan wewenang dari penyelenggara negara.
“Jadi, mohon maaf yang dilaporkan atas perbuatan, yang perbuatan itu dilakukan pada saat itu oleh orang-orang yang bukan penyelenggara negara,” tegas dia.
Alex juga menyampaikan KPK sudah meminta Ubedilah untuk memberikan data pendukung yang bisa menunjang lembaga antirasuah memproses laporan itu.
Namun, pelapor tidak memberikan data pendukung.
“Saya kira itu, sehingga sampai saat ini pengaduannya masih diarsipkan karena memang tidak ada daya dukung lebih lanjut,” jelas dia.
Seperti diketahui, dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun melaporkan Gibran dan Kaesang ke KPK.
Ubedilah menduga adanya keterlibatan Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang terkait KKN karena hubungan relasi bisnis dua anak Jokowi dengan group bisnis yang diduga terlibat pembakaran hutan.
Laporan tersebut bermula dari 2015 lalu, saat perusahaan berinisial PT. Sinar Mas terjerat tersangka pembakaran hutan. Bahkan sudah dituntut oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dengan nilai Rp 7,9 triliun.
Namun, oleh MA hanya dikabulkan hanya Rp 78 miliar.
“Itu terjadi pada Februari 2019 setelah anak presiden membuat perusahaan gabungan dengan anak petinggi perusahaan PT. Sinas Mas,” ucap Ubedilah di Gedung KPK, Senin (10/1).
Tak hanya itu, lanjut Ubedilah, salah satu petinggi PT. Sinar Mas bahkan dilantik menjadi Duta Besar (Dubes) di sebuah negara di Asia.
Ubedilah menilai terjadi praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) atau dugaan keterlibatan Gibran dan Kaesang dan anak petinggi PT Sinar Mas.
Dia menduga adanya suntikan dana penyertaan modal dari perusahaan Ventura.
“Dua kali diberikan kucuran dana angkanya kurang lebih Rp 99,3 miliar dalam waktu yang dekat. Setelah itu kemudian anak presiden membeli saham di sebuah perusahaan yang angkanya juga cukup fantastis Rp 92 miliar,” ujar Ubedilah.