BANDA ACEH – Pakar ekonomi Aceh, Taufiq A Rahim, menilai kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), gas dan listrik dengan alasan mengendalikan inflasi, secara rasional ekonomi akan berdampak pada kenaikan harga barang dan jasa. Kondisi ini juga akan meninggalkan legacy (warisan) buruk Presiden Joko Widodo (Jokowi).
“Bahkan dapat menjadikan inflasi yang dahsyat atau multiplier effect terhadap pergeseran kenaikan harga (shifting price),” katanya, Senin (22/8/2022).
Ia menerangkan, kondisi ini dapat terjadi baik melalui analisis dua sisi inflasi yakni cost-push and demand full inflation, yaitu inflasi dari sisi permintaan (pembeli/konsumen) dan penawaran (penjual/produksi). Hal ini dapat dipastikan akan terjadi ekonomi shock dan ketersumbatan (influences) makro ekonomi.
“Secara siklus makro ekonomi dan produktifitas akan sangat mengganggu keseimbangan pasar (equilibrium market), harga akan melonjak tinggi terhadap mobilitas barang, jasa dan orang, maka akan menjadikan ketidak seimbangan pasar (disequilibrium market) dalam konteks makro ekonomi,” jelasnya.
Taufiq menyampaikan, daya beli masyarakat menengah ke bawah masih rendah, serta peredaran uang belum normal, juga produktifitas ekonomi sektor ril, informal, sektor basik, pedagang kecil, UMKM, industri rumah tangga, penginapan, transportasi dan banyak lagi lainnya, baru mencoba untuk bangkit dari keterpurukan.
“Ternyata akan berhadapan dengan badai dahsyat kenaikan harga barang, jasa, akibat dari kenaikan harga BBM, gas dan listrik, jika kebijakan ekonomi, politik dan moneter Pemerintah Indonesia ini, benar-benar jadi dilaksanakan melalui kebijakan arogansi pemerintah, yang tidak memiliki sensces of crissis and belonging,” tutur dia.
Ia menyebutkan, alasan irrasional pengendalian inflasi dari kebijakan ekonomi menaikkan kebutuhan dasar BBM, gas dan listrik akan berdampak ganda, juga akan menjadikan ketidakpercayaan (distrusted) rakyat keseluruhannya menjadi pudar, menghilangkan rasa simpati baik ekonomi dan politik kekuasaan.
“Hal yang paling prinsipil bahwa kenaikan harga ini akan memicu inflasi baru dan semakin berkurangnya kemampuan daya beli rakyat terhadap barang dan jasa serta hal lainnya. Dia menuturkan bahwa rakyat belum pulih dari keterpurukan ekonomi dampak Covid-19 yang saat ini semakin tidak jelas kondisinya,” sebutnya.
Disisi lain, yang sangat dikhawatirkan adalah kondisi ini dapat menciptakan eksistensi negara atau pemerintah berhadapan dengan kebijakan ekonomi dan politik kekuasaan, berada di depan jurang yang terjal dan dalam “berjumpalitan” mengancam disintegrasi negara dan bangsa.
Menurutnya, hal ini akibat dari saran “advices” dari pakar, penasehat dan ahli ekonomi yang sangat dangkal keilmuannya terhadap kebijakan ekonomi dan moneter yang akan merusak siklus ekonomi dan produksi makro ekonomi, sehingga menciptakan ketidakseimbangan makro ekonomi.
Dengan demikian, Taufiq mengatakan, sebaiknya jangan mengambil dan menetapkan kebijakan kenaikan harga BBM, gas dan listrik dimana kondisi ekonomi masyarakat hari ini masih susah, sulit, belum dapat bangkit dari keterpurukan yang demikian menyulitkan.
“Bahkan kebijakan yang diambil tersebut berpotensi menciptakan disintegrasi bangsa dan negara, meskipun rakyat saat ini dalam kondisi seolah-olah tenang, diam serta sangat santun kepada negara ataupun pemerintah. Maka diperlukan sikap hati-hati terhadap kebijakan ini,” pungkasnya.[]