BANDA ACEH – Penasehat Hukum para Tersangka kasus dugaan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) kelebihan bayar Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) anggota DPRK Simeulue Tahun anggaran 2019 menyebutkan bahwa para kliennya yang terdiri dari tiga orang tersangka yang merupakan 2 orang anggota DPRK aktif dan 1 orang mantan anggota DPRK Simeulue sangat kooperatif dan terbuka dalam menjalani semua proses penyidikan di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh.
Demikian yang disampaikan Kasibun Daulay kepada HARIANACEH.co.id, Jumat (26/8/2022) pagi pada keterangan tertulisnya yang diterima Redaksi. Hal itu ia ungkapkan pada hari Senin (22/8/2022) lalu, yaitu para Tersangka saat itu dipanggil oleh Kejati Aceh guna dilakukan pemeriksaan perdana pasca kliennya ditetapkan sebagai tersangka.
Kemudian, Kasibun Daulay bersama Faisal Qasim yang merupakan Penasehat Hukum para tersangka menyebutkan, kliennya pasca ditetapkan sebagai tersangka pada Jumat (22/07/2022) lalu, memang telah dipanggil secara resmi oleh Kejati Aceh untuk diperiksa dan didengarkan keterangannya dihadapan penyidik Kejati Aceh pada Senin (22/8/2022) dan terhadap pemanggilan itu ketiga tersangka telah hadir dan menjalani pemeriksaan dengan lancar.
“Klien kami sangat kooperatif dan tidak pernah mempersulit proses lidik maupun sidik, baik waktu di kejaksaan negeri Simeulue dulu maupun Kejaksaan Tinggi Aceh yang sekarang,” tutur Kasibun.
Selanjutnya, Kasibun juga menambahkan, kata dia sebagai warga negara yang baik dan taat hukum, tentu saja kliennya akan mengikuti seluruh proses hukum yang sedang berjalan sekarang dan yang akan datang. Walaupun menurutnya terhadap apa yang disangkakan kepada para tersangka tidak seluruhnya benar.
“Dan sebenanrnya klien kami telah menjalankan Tugas Pokok dan Fungsi yang dimilki untuk kepentingan kemajuan demokrasi di kepulauan Simeulue negeri betuah. Dalam kapasitasnya sebagai anggota DPRK Simeuelue juga telah bekerja dan mencurahkan pikiran untuk rakyat Simeulue siang dan malam,” sebut pengacara yang berdomisili di Banda Aceh itu.
Terkait materi pemeriksaan, menurut Kasibun tidak ada hal baru yang terungkap dalam pemerikasaan penyidik kejati Aceh Senin (22/8/2022) kemarin, karena semuanya masih menyangkut dugaan kelebihan bayar & beberapa item laporan pertanggungjawaban biaya perjalanan Dinas yang dianggarkan dalam APBK tahun 2019 yang tidak sesuai seperti keadaan sebenarnya.
“Tidak ada hal baru dalam dalam pemeriksaan (baca: Senin 22 Agustus 2022) kemarin. Semuanya masih seputar kelebihan bayar dan laporan SPPD yang beberapa tidak sesuai,” ujar Kasibun Daulay.
Namun demikian, menurut Kasibun Daulay bersama tim penasehat hukum tersangka lainnya yaitu advokat Faisal Qasim dan advokat Erha Ari Irwanda, para kliennya itu menjadi korban dan tersangkut perkara ini akibat adanya pertikaian politik yang tidak berujung dan kurang dewasanya para pimpinan daerah dalam menyikapi berbagai perbedaan pandangan politik di Kabupaten Simeulue.
“Masalah inti sebenarnya adalah ini persoalan Kepala Daerah yang tidak dewasa dalam mengelola konflik politik, sehingga semacam ada upaya balas dendam politik dengan berbagai cara, termasuk apa yang dialami klien kami ini, menurut saya mereka jadi korban balas dendam politik tersebut,” buka Kasibun Daulay terang-terangan kepada HARIANACEH.co.id.
Walaupun meunurutnya hal tersebut kemudian akan sangat merugikan daerah Simeulue sendiri.
“Karena persoalan politik ini yang berlarut-larut, sehingga mengakibatkan mereka saling mencari kesalahan, kemudian menghambat produktifitas pembangunan dan pemulihan ekonomi di Kabupaten Simeulue,” tambah lagi Kasibun Daulay.
Selain itu menurut Kasibun, soal pengambilan keputusan DPRK termasuk dalam kaitan penggunaan dan pengelolaan anggaran perjalan dinas seperti dalam perkara yang dimaksud, bahwa itu dilakukan berdasarkan pengambilan keputusan bersama, bukan berjalan sendiri-sendiri. Apalagi tambah Kasibun, kalau ada anggapan hanya dijalankan oleh Ketua DPRK saja atau 2 dua orang anggota DPRK yang jadi tersangka saat ini, tentu hal tersebut adalah keliru dan salah besar.