Kenaikan BBM, Suara Wakil Rakyat atau Wakil Penjahat?
NASIONAL
NASIONAL

Kenaikan BBM, Suara Wakil Rakyat atau Wakil Penjahat?

ADVERTISMENTS
Iklan Ucapan Selamat Hari Raya Idul Fitri 1446 H dari Bank Aceh Syariah
image_pdfimage_print

OLEH: AHMAD KHOZINUDIN*

ADVERTISMENTS

NAMANYA Dewan Perwakilan Rakyat, semestinya aspirasinya mewakili rakyat. Lain soal, kalau Dewan Perwakilan Penjahat, ya silakan menampung dan menyuarakan aspirasi penjahat.

Namun faktanya kenaikan harga BBB yang dikeluarkan pemerintah disetujui DPR. Bila pemerintah benar-benar ingin menaikkan harga BBM subsidi, Ketua Komisi VII DPR Sugeng Suparwoto mengusulkan kenaikan harga BBM Pertalite sebesar 30 persen menjadi Rp 10.000 per liter.

ADVERTISMENTS
ADVERTISMENTS

Lah, ini DPR sudah bertanya belum kepada rakyat? Kalau suara rakyat, jangankan 30 persen, 1 persen pun rakyat ogah BBM dinaikkan. Beban rakyat sudah berat, jangan ditambah lagi dengan kenaikan BBM jenis Pertalite dan Solar.

Dalih DPR, harga keekonomian Pertalite bisa mencapai Rp 17.000 per liter saat ini. Enggak sekalian saja, harga keekonomian (baca: harga untung beliung) per liter Rp 30.000, disamakan dengan Singapura. Agar sejalan dengan curhatan Jokowi.

ADVERTISMENTS
ADVERTISMENTS
Berita Lainnya:
Sejumlah Kejanggalan tentang Narasi Matahari Kembar Makin Terungkap, Benarkah Prabowo Disandera Jokowi?

Enak saja DPR menyetujui kenaikan BBM, bahkan menyebut angka 30 persen. Bukannya menolak, dan memberikan alternatif solusi, ini DPR seperti tukang stempel, hanya menjadi alat legitimasi eksekutif.

Jangan hanya berbusa bicara asumsi harga minyak sudah naik dari 65 dolar AS per barel menjadi 100 dolar AS per barel. Sebab, saat pandemi harga minyak dunia jatuh di bawah 20 dolar AS per barel, DPR tidak pernah bersuara menuntut penurunan harga BBM?

Kalau alasan kenaikan harga BBM tak terelakan, karena subsidi akan membebani negara, membebani APBN. Pertanyaannya, DPR itu wakil rakyat atau wakil pemerintah? Harusnya DPR memikirkan beban rakyat, APBN biar diurus pemerintah.

Berita Lainnya:
Arief Poyuono: Gibran 98 Persen akan Menjadi Presiden ke-9 Indonesia

Lagipula, kenapa logika APBN hanya dibaca atas kenaikan harga minyak dunia yang diklaim membebani APBN? Kenapa tidak membahas sejumlah komoditi lain yang justru menyumbang porsi penerimaan APBN, seperti komiditi batubara, nikel, sawit, dan lain-lain. Saat dunia kesulitan, Indonesia mendapat berkah dari kenaikan komoditi ini.

Misalnya, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2021 dilaporkan ikut menikmati kenaikan harga komoditas pertambangan. Setoran pajak dari sektor ini melonjak, naik paling tinggi di antara sektor-sektor lainnya.

1 2

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya

ADVERTISMENTS