Tolak Kenaikan BBM dan Tarif Listrik, PB HMI Gelar Aksi Serentak Besok

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto
image_pdfimage_print

BANDA ACEH -Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam atau HMI bakal menggelar aksi menolak kenaikan BBM dan tarif dasar listrik pada Senin (29/8/2022) secara serentak.

ADVERTISEMENTS
ad39

Ketua Umum PB HMI, Raihan Ariatama mengatakan, bahwa HMI merupakan bagian masyarakat yang memiliki peran untuk mengontrol, dan mengawasi setiap kebijakan pemerintah.

ADVERTISEMENTS

Hal tersebut, menurut dia, untuk memastikan keberpihakan dari setiap kebijakan pemerintah terhadap kesejahteraan rakyat.

ADVERTISEMENTS

“Akhir-akhir ini, Indonesia tengah menghadapi berbagai persoalan berbangsa dan bernegara yang kompleks. Setelah pandemi Covid-19, yang memporak-porandakan perekonomian nasional, lalu muncul perang antara Ukraina dan Rusia,” kata Raihan melalui keterangan yang diterima, Minggu (28/8/2022).

ADVERTISEMENTS

Menurut Raihan, konteks global ini memengaruhi kondisi perekonomian nasional, terutama di sektor energi.

ADVERTISEMENTS

Sehingga berimbas pada kenaikan harga minyak mentah dunia hingga di atas USD 100 per barel yang berimplikasi pada membengkaknya beban subsidi BBM.

ADVERTISEMENTS

“Harus ditanggung negara dengan menggunakan dana APBN tahun 2022 berjumlah Rp502 triliun. Angka subsidi uang besar ini, bahkan bisa mencapai Rp698 triliun jika kuota BBM subsidi yang ditetapkan sebanyak 23,05 juta litee untuk pertalite dan 15,1 juta l8ter untuk solar, akhirnya jebol,” katanya.

Hingga saat ini, pemerintah Indonesia masih memberlakukan subsidi terhadap tiga jenis BBM, seperti pertalite, dan solar subsidi serta pertamax.

Kemudian, persoalan sektor energi yang lain adalah kenaikan tarid dasar listrik untuk lima golongan pelanggan non-subsidi, yakni golongan R2, dan R3 dengan daya 3.500 volt ampere (VA) ke atas serta golongan pemerintah (P1, P2, dan P3) sejal 1 Juli 2022.

“Kenaikan tarid dasar listrik merupakan imbas dari kekurangan pasokan batubara dana negeri atau Domestic Market Obligation (DMO) di sektor ketenagalistrikan,” katanya.

Ia melanjutkan, meksi kenaikan tarif dasar listrik terjadi pada pelanggan kelas menengah ke atas, dan sektor industri, kebijakan ini pun memiliki pengaruh terhadap laju inflasi meski terbatas.

“Di tengah kompleksitas persoalan BBM bersubsidi dan kenaikan tarif listrik, persolan lain yang dihadapi Indonesia adalah adanya mafia dalam sektor minyak dan gas (migas) serta tambang,” ucapnya.

Menurutnya, keberadaan mafia ini memperpanjang persoalan energi di Indonesia sehingga sulit untuk mewujudkan swasembada energi di Indonesia.

Oleh karena itu, merespons persoalan rencana kenaikan harga BBM bersubsidi, kenaikan tarif listrik dan mafia di sektor migas dan tambang di Indonesia, maka PB HMI menyatakan sikap sebagai berikut:

1. Menolak rencana pemerintah untuk menaikkan harga BBM bersubsidi karena akan mengorbankan kondisi ekonomi rakyat, terutama masyarakat kelas menengah ke bawah dan pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM), yang belum sepenuhnya pulih akibat terpaan Pandemi Covid-19;

2. Meminta pemerintah untuk mencabut kebijakan kenaikan tarif dasar listrik; dan

3. Mendesak pemerintah untuk memberantas mafia di sektor minyak, gas (migas) dan pertambangan dengan melakukan penegakan hukum yang adil dan transparan dari hulu ke hilir.

Sebagai solusi atas persoalan energi tersebut, PB HMI merekomendasikan kepada pemerintah untuk melakukan kebijakan sebagai berikut:

1. Memperbaiki dan memperkuat data kondisi ekonomi rakyat sehingga penyaluran BBM bersubsidi dapat tepat sasaran, yakni kepada masyarakat kelas menengah ke bawah dan pelaku UMKM;

2. Membatasi penerima manfaat BBM bersubsidi untuk jenis kendaraan tertentu seperti kendaraan roda dua, angkutan umum dan angkutan logistik. Pembatasan BBM bersubsidi ini harus disertai dengan pengawasan yang ketat agar tidak terjadi kebocoran penyaluran BBM bersubsidi ke sektor industri, pertambangan dan perkebunan;

3. Mengalokasikan pendapatan yang besar (windfall income) dari kenaikan harga komoditas Sumber Daya Alam (SDA) di pasar global seperti batubara dan sawit untuk menambal subsidi BBM dan listrik;

4. Melakukan realokasi anggaran belanja kementerian/lembaga yang tidak produktif untuk menopang subsidi BBM; dan

5. Mendorong percepatan transisi energi dari energi fosil ke energi baru terbarukan (EBT) yang lebih ramah lingkungan sebagai solusi ketahanan energi jangka panjang.

Exit mobile version