OLEH: ACHMAD NUR HIDAYAT
PEMERINTAH melalui Wakil Menteri Keuangan menyampaikan bahwa kuota Pertalite dari 23 juta kiloliter sudah kita naikkan menjadi 29 juta kiloliter. Wamenkeu menghimbau agar masyarakat tidak perlu khawatir karena pemerintah dan pertamina menjamin stok dan distribusi BBM bersubsidi akan terus terjaga di tengah volume konsumsi yang terus naik.
Tentunya ketersediaan stok BBM itu sudah menjadi tugas pemerintah untuk bisa menyediakan karena jika tidak maka akan banyak aktivitas di negara ini yang akan terganggu, terutama aktivitas ekonomi.
Tapi yang menjadi kekhawatiran masyarakat yang utama bukanlah dari ketersediaan BBM bersubsidi, tapi imbas dari kenaikan harga BBM bersubsidi yang menghimpit kehidupan ekonomi rakyat.
Adapun BSU yang rencananya disalurkan 16 juta jiwa pada kenyataannya data tahun berjalan yang tercatat hanya 14,64 juta jiwa, sementara orang-orang miskin baru yang akan muncul dari masyarakat kelas menengah yang menjadi masyarakat miskin baru tidak diantisipasi sehingga BSU ini tidak menyelesaikan dampak akibat kenaikan BBM.
Kebijakan menaikan harga BBM tentunya menjadi kebijakan yang tidak akan pernah didukung oleh mayoritas masyarakat apalagi negara dalam kondisi sulit. Hal ini tentu saja akan membuat pemerintahan saat ini dan parpol-parpol pendukung akan berpotensi ditinggal oleh masyarakat karena dianggap tidak pro rakyat.
Yang menjadi persoalan dalam setiap masalah yang berkaitan dengan anggaran, rakyat selalu dijadikan sasaran. Solusi-solusi yang diambil selalu menambah beban penderitaan rakyat seperti kenaikan PPn, sementara rakyat dianggap beban negara. Dalam hal ini negara sedang bertransaksi dengan rakyat. Energi rakyat dihisap. Ini adalah bentuk kekonyolan dalam bernegara.
Pemerintah tidak mencoba untuk mengefisienkan pengeluaran di berbagai sektor. Pangkas hal-hal yang tidak penting. Tapi yang terjadi malah menambah posisi-posisi yang tidak penting yang justru menambah beban negara.
Semestinya, pemerintah memperbesar kapasitasnya dalam mendatangkan pendapatan negara dengan menguasai dan mengefektifkan sektor-sektor strategis.
Tapi sayangnya, banyak komoditas-komoditas yang potensial dan strategis banyak dikuasai para oligarki, seperti kelapa sawit dan produk-produk hasil olahannya, yang dikuasai oleh oligarki, juga nikel yang hanya mendapatkan sebagian kecil keuntungan selebihnya dinikmati asing, batubara yang dikuasai oligarki dan lain-lain.
Hingga saat ini pemerintah belum piawai dalam membuat solusi yang pro rakyat serta dalam menjamin kesejahteraan masyarakat.
Buruh dan mahasiswa melakukan unjuk rasa yang masif adalah hal yang wajar karena kehidupan masyarakat sedang terhimpit. Orang tua para mahasiswa sendiri tentunya adalah buruh sehingga mereka juga merasakan dampaknya, jadi gerakan mereka benar-benar mewakili keresahan masyarakat. Jika pemerintah bersikukuh, maka hal ini bisa jadi alarm pergantian kekuasaan.
Berbagai pihak menganggap pemerintah sama sekali tidak pro rakyat, solusi yang semestinya pemerintah ambil tapi tidak menjadi pilihan seperti realokasi anggaran infrastruktur IKN, PMN kereta api cepat dan lain-lain yang hanya menguntungkan para oligarki.
Apalagi statement bahwa kenaikan harga itu dianggap sebagai insentif buat produsen, ini menjadi blunder.
*(Pakar Kebijakan Publik Narasi Institute)