BANDA ACEH -Kebijakan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) karena alasan subsidi BBM jadi beban APBN karena tembus angka Rp 502 triliun mengindikasikan bahwa kinerja Menteri Keuangan Sri Mulyani gagal kelola anggaran.
Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah berpendapat, jika membaca tren ekonomi yang membaik, semestinya Sri Mulyani mampu menghalau situasi dengan baik pula.
Apalagi, kata Dedi, beberapa waktu lalu ada kondisi di mana Pertamina mengalami keuntungan berlipat.
“Jika kemudian cara yang dipilih membebani masyarakat, lalu untuk apa kita punya Menkeu yang klaim terbaik dunia?” tanya Dedi kepada Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (7/9).
Menurut Dedi, pengurangan subsidi yang dilakukan pemerintah jelas kental nuansa kegagalan pengelolaan APBN, bukan semata-mata soal krisis.
Dalam pandangan Dedi, Menkeu seharusnya tidak menjadi jurubicara, tetapi menjadi pembela rakyat dengan cara mengelola APBN dengan sebaik-baiknya dan membantu masyarakat.
Analisa Dedi, alasan yang selama ini mengemuka bukan karena penjualan BBM merugi, tetapi karena APBN yang terbebani.
“Artinya ini murni kebijakan Menkeu untuk dapat mengelola dengan bijak. Dan mengurangi subsidi, jelas terlihat tidak berupaya membantu masyarakat,” pungkasnya.