Banda Aceh- Rumoh Transparansi mendorong perbaikan tata kelola sektor kapal perikanan terutama dalam perlindungan awak kapal perikanan (AKP) asal Aceh.
Hal ini disampaikan oleh direktur Rumoh Transparansi, Crisna Akbar, dalam Fokus Grup Diskusi (FGD) yang diselenggarakan di Hotel Amel Convention Hall, Kecamatan Meuraxa, Kota Banda Aceh, Selasa (20/09/2022).
“Melalui diskusi ini kita ingin membangun sinergitas bersama dengan pihak pemerintah dalam upaya perlindungan terhadap AKP,” jelas Crisna.
Diskusi yang turut dihadiri oleh lembaga pemerintahan terkait, seperti UPT BP2MI Banda Aceh, DKP Aceh, Imigrasi Banda Aceh, KSOP Malahayati, Disnakermobduk Aceh, bertujuan untuk menvalidasi hasil riset dari pihak Rumoh Transparansi terkait standarisasi pengawasan ketenagakerjaan dan pelayanan pengurusan kelengkapan dokumen pelatihan dan perizinan bagi para pekerja migran Awak Kapal Perikanan (AKP) asal Indonesia.
Rumoh Transparansi telah melakukan riset dengan lokus penelitian dari tiga daerah di Aceh, yaitu Sabang, Lhokseumawe, dan Aceh Barat.
Crisna berharap kajian ini dapat menjadi acuan dalam menindaklanjuti dan mengawal komitmen negara dalam memberikan kepastian upaya perlindungan kepada AKP.
Senada dengan itu, Akademisi Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala, Dr. Muazzin, SH., MH, juga berharap adanya perbaikan tata kelola dan juga pengawasan pelayanan dokumen perizinan.
“Salah satu hal yang menyebabkan adanya pelanggaran hak AKP itu karena kompetensi yang lemah. Kompetensi ini tidak hanya keterampilan kerja, tapi juga dalam memahami hubungan kerja yang mereka sepakati,” jelas Muazzin.
Menurutnya, hal-hal yang seperti inilah yang sangat memerlukan pengawasan agar dapat menghindari pelanggaran-pelanggaran terhadap AKP.
Menanggapi hal tersebut, kepala Balai Pelayanan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) Aceh, Jaka Prasetiyono mengatakan syarat mutlak pekerja migran AKP memang dibekali pelatihan dan pendidikan serta kompetensi, juga memberikan orientasi pra-pemberangkatan atau OPP, yang dimaksudkan untuk memberikan pembekalan.
“Namun karena perjanjian kerja antara AKP dengan perusahaan, perusahaan dengan kapal, dan pihak kapal dengan AKP-nya sendiri, hal inilah yang membuat cukup rumit,” jelas Jaka.
Di sisi lain, pihak Rumoh Transparansi juga menilai kurangnya ketersediaan data-data pekerja migran AKP yang terdata di dinas-dinas terkait menjadi salah satu faktor penyebab maraknya pelanggaran-pelanggaran hak AKP.
“Saya berharap instansi-instansi terkait ini dapat meningkatkan koordinasi dalam melakukan pendataan dan rencana perlindungan AKP kita,” jelas Crisna.