NASIONAL
NASIONAL

Hakim Agung Terima Suap: Ke mana Lagi di Negeri ini Cari Keadilan?

image_pdfimage_print

BANDA ACEH –Ketua PP Muhammadiyah, Anwar Abbas, ikut berkomentar terkait penetapan status tersangka yang dilakukan KPK terhadap Hakim Agung Sudrajad Dimyati dalam kasus suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung. Penetapan tersangka ini merupakan hasil OTT yang dilakukan KPK sejak Rabu (21/9).

ADVERTISEMENTS
Kartu ATM di Rumah, Action Mobile di Tangan

Anwar menilai penangkapan hakim agung Dimyati oleh KPK ini jelas sangat memprihatinkan. Terlebih hakim dianggap sebagai sosok pengadil yang keputusannya selalu harus dihormati. 

ADVERTISEMENTS
Bank Aceh Syariah Mengucapkan Selamat Hari Pahlawan 10 November 2024

Namun nahasnya posisi sang hakim agung itu, menurut dia, justru harus tercoreng akibat dugaan tindakan rasuah yang dilakukannya bersama sejumlah pihak di MA.

ADVERTISEMENTS
Memperingati 96 Tahun Sumpah Pemuda dari Bank Aceh Syariah

”Dengan ditangkapnya seorang hakim di Mahkamah Agung yang terlibat dalam tindak korupsi oleh KPK maka kita sebagai warga bangsa tentu jelas sangat sedih dan prihatin karena kalau mentalitas dan perilaku dari para penegak hukum sendiri yang sudah rusak maka pertanyaannya, ke mana lagi kita di negeri ini akan mencari keadilan,” ujar Anwar melalui keterangan tertulisnya, Jumat (23/9).

ADVERTISEMENTS
Selamat & Sukses atas Pelantikan Ketua DPRA, Wakil Ketua I DPRA dan Wakil Ketua II DPRA

Selain itu, dugaan tindakan yang dilakukan hakim agung Dimyati itu, menurut Anwar, makin memperparah gambaran peradilan di Indonesia yang menurutnya sedang tidak baik-baik saja.

ADVERTISEMENTS
Pertemuan Tahunan Perbankan Syariah 2024

Ia menyoroti beberapa perkara rasuah yang melibatkan banyak nama besar justru banyak yang disunat pidananya oleh MA. Situasi itulah, kata Anwar, yang memunculkan keraguan banyak pihak soal keberpihakan dari para hakim tersebut.

Berita Lainnya:
Komjen Wahyu Widada Kirim Anak Buah Ikut Usut Kasus Kabag Ops Tembak Kasat Reskrim Polres Solok Selatan
ADVERTISEMENTS
Selamat Memperingati Hari Santri Nasional

”Kalau selama ini kita diminta untuk menghormati keputusan hakim maka kita tentu paham dan mengerti karena kalau keputusan hakim tidak kita hormati maka negeri ini tentu akan kacau,” ucap Anwar.

”Tetapi persoalannya sekarang bukannya kita tidak mau menerima keputusan mereka tapi banyak keputusannya yang terasa oleh kita tidak berkeadilan dan sangat bertentangan dengan hati nurani di mana keputusan-keputusannya tampak tidak lagi membela yang benar tapi terkesan sekali telah membela yang membayar,” sambungnya.

Tak hanya buruk bagi proses peradilan di Indonesia, keterlibatan hakim atau pengadil dalam suatu perkara pidana disebut Anwar akan memunculkan preseden buruk. Termasuk berpengaruh pula pada ketidakyakinan para investor soal iklim investasi di Indonesia.

”Jika hukum sudah dipermainkan oleh para penegak hukum dan jika hakim dan penegak hukum sudah pandai berbohong dan mencuri maka tunggulah bencana dan malapetaka akan datang menimpa negeri sehingga keresahan, kegaduhan dan kerusuhan akan muncul di mana-mana,” kata Anwar.

”Itu tentu jelas tidak baik bagi perkembangan bangsa dan negara kita ke depan apalagi dalam bidang ekonomi karena para investor sudah jelas tidak akan mau berinvestasi sebab tidak ada rasa aman dan nyaman, tidak hanya bagi modal yang mereka tanam tapi juga bagi diri mereka sendiri,” lanjut dia.

Berita Lainnya:
Rekening Warga Dipinjam untuk Penampung Dana Jaringan Judi Online, Bisa Rp 21 Miliar Per Hari

Jika ingin situasi tersebut berubah, Anwar menegaskan perihal pentingnya pembenahan pada sistem hukum yang dimiliki Indonesia saat ini. Karena jika didiamkan, ia khawatir tindak pidana yang melibatkan seorang hakim akan makin jamak terjadi ke depan.

”Oleh karena itu karena kita ingin negara kita menjadi negara yang maju di mana rakyatnya hidup dengan aman tentram, damai dan bahagia maka pembenahan terhadap dunia hukum kita tentu benar-benar merupakan sebuah kemestian yang tidak bisa ditunda-tunda terutama menyangkut SDM-nya,” tandasnya.

Dalam perkara ini total ada 10 orang yang ditetapkan oleh KPK, yakni:

Penerima Suap

Sudrajad Dimyati (Hakim Agung pada Mahkamah Agung)

Elly Tri Pangestu (Hakim Yustisial/Panitera Pengganti Mahkamah Agung)

Desy Yustria (PNS pada Kepaniteraan Mahkamah Agung)

Muhajir Habibie (PNS pada Kepaniteraan Mahkamah Agung)

Redi (PNS Mahkamah Agung)

Albasri (PNS Mahkamah Agung)

Pemberi Suap

Yosep Parera (Pengacara)

Eko Suparno (Pengacara)

Heryanto Tanaka (Debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana)

Ivan Dwi Kusuma Sujanto (Debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana)

Dari 10 tersangka itu, enam orang telah ditahan. Namun empat orang lainnya termasuk hakim agung Dimyati masih belum ditahan karena tak termasuk para pihak yang diamankan dalam OTT.

1 2

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya