BANDA ACEH – Pernyataan Luhut Binsar Panjaitan (LBP) kalau orang luar Jawa jangan mimpi jadi presiden, tentu sangat disesalkan.
Sebagai Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), tidak seharusnya LBP menyatakan hal tersebut. Sebab, mulai dari UUD hingga peraturan perundangan yang paling rendah tidak ada yang mengatur hal itu.
Demikian disampaikan Pakar Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul Jamiluddin Ritonga, Jumat (23/9/2022).
Karena itu, menurut Jamiluddin, pernyataan LBP itu dapat menjadi pembenaran bagi kelompok tertentu yang memang dari dulu menginginkan orang Jawa yang harus jadi presiden di Indonesia.
“Bahkan ada kelompok yang beranggapan Indonesia harus dipimpin secara bergantian orang dari Jawa Tengah dan Jawa Timur. Mereka menilai Jawa Tengah diwakili Mataram dan Jawa Timur diwakili Majapahit,” terang Dosen Pasca Sarjana Fikom Universitas Esa Unggul, Jakarta ini.
Bahkan, lanjut Jamiluddin, saat jabatan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) akan berakhir, sudah terdengar penggantinya akan dari Jawa Tengah.
“Ketepatan pengganti SBY berasal dari Solo, Jawa Tengah, yakni Joko Widodo,” beber Jamiluddin.
Jamiluddin mengingatkan, pola pikir itu seharusnya dikikis karena memang tidak sesuai dengan konstitusi Indonesia, bahkan hal itu bertentangan dengan prinsip Bhineka Tunggal Ika.
Sebagai pemimpin, imbau Jamiluddin, LBP seyogyanya tidak mengangkat hal itu ke publik, sebab hal itu dapat menyuburkan etnosentrisme di Indonesia.
“Kalau etnosentrisme menguat di Indonesia, tentu akan melanggengkan seolah-olah hanya orang Jawa yang berhak menjadi presiden. Hal itu justru akan menguatkan politik identitas yang membahayakan keutuhan NKRI,” tegas Dekan Fikom IISIP, Jakarta 1996-1999 ini.
Mantan Sekjen Media Watch ini menghimbau LBP seharusnya lebih bijak dalam melontarkan pendapatnya.
“Hal-hal yang berpeluang menggoyahkan keutuhan NKRI dan tak sesuai dengan perundang-undangan seyogyanya tak perlu diwacanakan ke publik,” pungkas Jamiluddin Ritonga.