BANDA ACEH -Ratusan nyawa melayang dalam tragedi mematikan di Stadion Kanjuruhan, (1/10/2022).
Mereka yang tak berdosa ikut menjadi korban lantaran diduga ada kesalahan dalam penanganan potensi kerusuhan yang dilakukan aparat terhadap Aremania suporter Arema.
Tragedi mematikan dalam kacah sepakbola dunia itu terjadi di Indonesia tanpa ada yang tahu mengapa aparat harus melakukan tindakan di luar SOP FIFA, yakni soal larangan adanya senjata gas air mata.
Atas insiden mematikan itu, sepakbola Indonesi mendunia bukan karena prestai, melainkan karen insiden memilukan dimana anak-anak, wanita, ibu-ibu dan orang tua menjadi korban tewas mengenaskan.
Ketua Komunitas Civil Society Indonesia, Irma Hutabarat ikut merasa prihatin atas apa yang terjadi di Stadion Kanjuruhan.
Adanya aparat yang seharunya menjalan tugas intin sebagai pengayom dalam situasi apapun, malah terbalik.
Ketidakpuasaan suporter dibalas dengan tindakan mencederai bahkan nyawa ratusa orang melayang.
Dilihat dari kanal YouTube Refly Harun, Irma Hutabarat menyinggung tugas dan tanggung jawab aparat.
Dia jelas mengatakan bahwa sebagai aparat memiliki tugas atas nama negara dalam mengayomi, melindungi dan melayani masyarakat.
Kemudian Irma Hutabarat mengatakan, sebagai manusia jika dilayani maka akan merasa nyaman, aman, dan tenang.
Begitupun kehadiran aparat polisi sebagai pelayan masyarakat, seharusnya keberadaannya membuat aman, bukan sebaliknya.
“Kita itu kalau melayani artinya kita merasa nyaman dilayani, hal yang itu kenapa absen (di kasus Kanjuruhan),” kata ketua Civil Society Indonesia
Irma juga membahas soal pelayanan anggota Polri pada masyarakat umum.
“Jadi yang namanya (polisi) melayani itu harus digaris bawahi,” tuturnya.
Di sana, Irma Hutabara menceritakan pengalaman dirinya bertemu Kodam Siliwangi yang saat itu diemban Letjen TNI Dr. Doni Monardo.
Irma Hutabarat mengaku bersahabat bersama Letjen TNI Dr. Doni Monardo.
Bahkan Irma Hutabarat mampu membaca gestur sang jenderal bersama para ajudannya.
Padahal lanjut Irma Hutabarat, jika Doni Monardo adalah seorang Kopasus yang dilatih menjadi mesin pembunuh.
“Pak Doni bilang bahwa saya ini Kopasus. Di Kopasus ini kita (anggota) dilatih untuk jadi mesin pembunuh,” ucap Irma Hutabarat
Namun, ketika Doni Monardo menjabat sebagai Pangdam Siliwangi dan Patimura, dirinya tidak pernah melihat sahabatnya itu membawa senjata api, apalagi ‘memarkannya’.
“Tapi (Doni Monardo) selama menjadi Pangdam baik di Siliwangi atau di Patimura, kemana-mana hanya bawa tumbler,” kata dia.
Bahkan ajudan sang jenderal melakukan hal sama, yakni membawa tumbler.
“Ajudannya bawa tumbler dan itu betul. Kalau berunding dengan Separatis, ataupun yang bertikai di Patimura datang ngak pakai senjata,” kata Irma Hutabarat.
Dari sana Irma melihat jika sang Letjen percaya kepada masyarakat, bahwa senjata hanya akan menakuti masyarakat.
Dia mengatakan, sang Purnamirawan TNI itu memiliki prinsip kuat keselamatan masyarakat adalah hukum tertinggi.
“Saya (Doni Monardo) tidak pernah suruh bawa ajudan senjata yang bisa nakut-nakutin orang yang akan bertemu saya,” kata Irma menceritakan diskusi bersama Doni.
“Dia (Doni Monardo) bilang keselamatan masyarakat itu hukum yang tertinggi loh buat saya,” ungkap Irma.
Rupanya kata Irma, Kopasus justru diajari cara membuat orang lain nyaman.
“Di Kopasus juga diajarin gimana caranya supaya bisa bikin orang nyaman,” tuturnya
Dari sana Irma Hutabarat kemudian menekankan di tubuh Kepolisian harusnta ada pelajaran untuk membuat masyarakat nyaman
“Harusnya di kepolisian juga belajar bahwa bagaimana membuat masyarakat nyaman,”saranya