FPRM Minta KPK Segera Ke Dinas Pendidikan Aceh

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

Ketua LSM FPRM Langsa, Nasruddin. FOTO/Net

BANDA ACEH – Besarnya APBA yang dikelola Dinas Pendidikan Aceh berpotensi besar terjadinya dugaan korupsi besar-besaran di SKPA yang mengelola triliunan uang negara atas nama pendidikan. Baru baru ini, indikasi tersebut tercium oleh aktivis LSM dari Forum Peduli Rakyat Miskin (FPRM).

Ketua Forum Peduli Rakyat Miskin (FPRM) Nasruddin menegaskan, akan melaporkan dugaan kasus korupsi di Dinas Pendidikan Aceh tentang pembayaran honorarium untuk Non PNS Tahun Anggaran 2019 yang lalu ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia dalama waktu dekat ini.

“Kami telah mendapatkan data data terkait dugaan penyimpangan honorarium tenaga pendidikan non PNS, dalam waktu dekat, kasus ini akan kami bawa ke KPK. Kami berharap KPK segera ke Dinas Pendidikan Aceh,” ujar Nasruddin dalam rilis persnya yang dikirim ke HARIANACEH.co.id, Jumat (14/10/2022).

Nasruddin merincikan, pembayaran honorarium khusus Guru Non PNS tingkat SMA, SMK, tenaga pendidikan SMA dan SMK di Kab/kota se-Aceh bulan Januari sampai dengan bulan Maret 2019 sebanyak 13.437 (tiga belas ribu empat ratus tiga puluh tujuh) orang. Sebut Nasruddin, Pemerintah Aceh waktu itu mengalokasikan anggaran untuk pembayaran gaji tenaga non PNS tersebut mencapai Rp. 40.018.161.180,- (empat puluh juta delapan belas milyar seratus enam puluh satu juta seratus delapan puluh ribu rupiah).

“Namun sangat aneh Ketika itu adanya pembayaran honorarium bulan Juli s.d Desember 2018 yang dibayarkan pada bulan Maret 2019, hal tersebut dibayar tidak tepat waktu sehingga terjadinya pengendapan anggaran pada Tahun 2018, seharusnya pembayaran honorarium guru dan tenaga kependidikan tersebut per 31 Desember 2018 sudah dibayarkan semua,” ungkapnya.

Dari hasil investigasi FPRM Aceh menemukan total uang yang diendapkan mencapai Rp 40.968.253.409 (empat puluh milyar sembilan ratus enam puluh delapan juta dua ratus lima puluh tiga ribu empat ratus sembilan rupiah) kemudian honorarium guru dan tenaga kependidikan Aceh baru disalurkan pada tahun 2019 sehingga terjadinya kelebihan bayar yang tidak sesuai dengan ketentuan yang ada.

“Berdasarkan data yang diperoleh adanya dugaan kelebihan bayar honorarium guru non PNS dan tenaga kependidikan Tahun Anggaran 2018 adalah sebanyak 1.491 orang dengan total kerugian negara mencapai Rp 5.468.726.976 (lima milyar empat ratus enam puluh delapan juta tujuh ratus dua puluh enam ribu sembilan ratus tujuh puluh enam rupiah),” kata Nasruddin.

Namun demikian, dari informasi yang diperoleh LSM FPRM, para penerima ada yang sudah mengembalikan terhadap kerugian Negara tersebut sebanyak 656 orang dengan total pengembalian Rp 2.354.740.399 (dua milyar tiga ratus lima puluh empat juta tujuh ratus empat puluh ribu tiga ratus sembilan puluh sembilan rupiah), dan pengembalian tersebut dikirim ke rekening Bidang Guru dan tenaga Kependidikan yaitu pada Bank Aceh Syariat nomor rekening 010-01-88-660064- dan terdapat juga adanya pengembalian ke rekening pribadi PNS.

“Namun sampai saat ini masih ada yang belum mengembalikan kelebihan bayar tersebut diduga sebanyak 835 orang dengan total uang sejumlah Rp. 3.113.986.577 (tiga milyar seratus tiga belas juta sembilan juta delapan ratus enam puluh ribu lima ratus tujuh puluh tujuh rupiah),” ungkapnya.

Berkaitan dengan kelebihan bayar tersebut, Tim FPRM coba mencari informasi langsung ke Dinas Pendidikan Aceh, saat menjumpai beberapa pejabat dan mantan pejabat Dinas Pendidikan Aceh menyebutkan, kasus tersebut sedang digarap aparat penegak hukum, dan mereka tidak mengetahui lagi perkembangan kasus tersebut, apakah masih ada yang mengembalikan atau tidak, dikarenakan PPTK sudah diganti dengan orang yang baru.

“Jangan diungkit lagi pak, orangnya sudah pindah ke tempat lain, kondisinya dalam tekanan berat. Apalagi pihak Polda Aceh sudah masuk,” ungkap salah satu pejabat teras di dinas basah itu.

Nah, dari informasi yang diperoleh, dokumen pembayaran honorarium 2018, PPTK tidak menyimpan atau menyerahkan dokumen tersebut pada bidang arsip, sementara dokumen negara tersebut harus dikelola/disimpan dan dirawat dengan menggunakan uang negera agar memudahkan jika ada pemeriksaan/ penyelidikan dari lembaga terkait, hal tersebut terkesan seperti adanya penyimpangan yang dilakukan oleh PPTK dan KPA sebelumnya.

“Bahkan Dinas Pendidikan Aceh setiap tahun mengalokasikan anggaran untuk pembayaran honorarium guru dan tenaga kependidikan Aceh mencapai Rp. 240.000.000.000 (dua ratus empat puluh milyar rupiah) yang diperuntukan kepada 13.437 (tiga belas ribu empat ratus tiga puluh tujuh) orang pegawai non PNS, anggaran yang mencapai ratusan milyar tersebut dialokasikan melebihi dari kebutuhan honorarium yang harus dibayarkan kepada guru dan tenaga kependidikan sehingga masih terdapat kejanggalan terhadap daftar nominativ penerima honorarium yang tidak sesuai SK kontrak,” sebut sumber terpercaya.

Maka untuk mengetahui tentang kasus ini apakah terjadinya kelebihan bayar yang mengakibatkan terjadinya korupsi maka FPRM akan melaporkan kepada lembaga penegak hukum yaitu KPK RI di Jakarta.

“Insya Allah hari Senin ini kita serahkan laporan kepada KPK secara resmi. Bila kasus ini nantinya terbukti, maka sangat kita sesali karena guru-guru honor mengajarkan generasi Aceh di daerah daerah perdalaman sedangkan haknya justru disunat oleh oknum pejabat yang bermental korup,” imbuhnya. ( )

Exit mobile version