NASIONAL
NASIONAL

Kereta Cepat Jakarta-Bandung Tak Kunjung Kelar, Jadi Proyek Mubazir?

image_pdfimage_print

BANDA ACEH –Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung sampai saat ini belum juga kelar pembangunannya. Masalah muncul satu per satu dari pembangunan mega proyek yang dikerjasamakan dengan China ini.

ADVERTISEMENTS
Kartu ATM di Rumah, Action Mobile di Tangan

Salah satunya adalah pembengkakan biaya berkali-kali, hingga molornya pengerjaan konstruksi yang sampai saat ini pun tak kunjung selesai.

ADVERTISEMENTS
Bank Aceh Syariah Mengucapkan Selamat Hari Pahlawan 10 November 2024

Proyek ini pun mulai disebut sebagai proyek yang mubazir di tengah masyarakat. Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyatakan proyek ini memang mubazir. Dia menilai dampak ekonomi proyek ini tak sebanding dengan modal yang dikeluarkan.

ADVERTISEMENTS
Memperingati 96 Tahun Sumpah Pemuda dari Bank Aceh Syariah

Belum lagi, ke depannya proyek ini jelas memberikan beban kepada APBN, bahkan untuk BUMN yang ditugaskan untuk menangani proyek ini.

ADVERTISEMENTS
Selamat & Sukses atas Pelantikan Ketua DPRA, Wakil Ketua I DPRA dan Wakil Ketua II DPRA

“Proyek kereta cepat memang mubazir. Ini pelajaran agar mega proyek infrastruktur harus hati-hati, jangan mendorong proyek besar tapi dampaknya nggak sebanding. Apalagi dibiayai pinjaman. Ini pun berisiko ke keuangan BUMN yang ditugaskan dan juga APBN,” ujar Bhima kepada detikcom, Jumat (14/10/2022).

ADVERTISEMENTS
Pertemuan Tahunan Perbankan Syariah 2024

Bhima mengatakan, ke depannya APBN akan terus menerus terbebani proyek ini. Mulai dari untuk subsidi layanan kereta cepat, hingga sibuk menyuntik modal agar BUMN yang menangani proyek ini bisa membayar utang ke pihak China.

Berita Lainnya:
Prabowo Bertemu Ketua Kongres RRT, Perkuat Hubungan Indonesia-Tiongkok
ADVERTISEMENTS
Selamat Memperingati Hari Santri Nasional

Belum lagi, untuk sisa konstruksi yang dilakukan, biaya yang dikeluarkan mungkin akan bertambah. Apalagi dengan adanya pelemahan nilai tukar rupiah dan di saat yang sama kenaikan harga bahan baku.

“Ini jelas jadi beban bagi BUMN dan negara, APBN pun mau tak mau harus terus melakukan suntikan,” kata Bhima.

Di sisi lain, Pakar Transportasi Institut Studi Transportasi (Instran) Darmaningtyas menyatakan proyek ini belum tentu mubazir. Hanya saja, Darmaningtyas menegaskan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung sudah pasti tidak akan optimal.

“Jangan bilang mubazir lah, tapi memang ini kurang optimal. Kalau mubazir itu sia-sia. Ini tidak sia-sia sekali tapi kurang optimal,” sebut Darmaningtyas ketika dihubungi detikcom.

Simak video ‘Jokowi Tinjau Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung: Progresnya 88,8%’:

Proyek ini tidak optimal karena sudah banyak sekali alternatif transportasi dari Jakarta ke Bandung. Mulai dari kereta hingga perjalanan darat. Apalagi, dalam waktu dekat, Darmaningtyas menyatakan perjalanan akan makin mudah dan cepat dari Jakarta ke Bandung dengan pembangunan tol baru Jakarta-Cikampek 2.

Berita Lainnya:
Polisi Bakal Berlakukan Jam Operasional Truk Tanah di Teluknaga

“Kalau Tol Cikampek 2 telah usai terbangun maka akan memperpendek jarak tempuh Jakarta-Bandung dengan menggunakan mobil pribadi, maka mereka yang bermobil pasti akan lebih suka Jakarta-Bandung dan sebaliknya dengan menggunakan mobil pribadi,” sebut Darmaningtyas.

Di sisi lain, biaya proyek kereta cepat juga terus membengkak. Terakhir, perkiraan bengkak proyek tersebut sesuai dengan peninjauan BPKP sebesar US$ 1,17-1,9 miliar. Maka maksimal biaya kereta cepat bila ditotal dengan jumlah pembengkakan bisa mencapai US$ 7,97 miliar atau sekitar Rp 119 triliun (kurs Rp 15.000).

Nah menurut Darmaningtyas biaya sebesar itu belum tentu bisa balik modal. Karena biaya operasi yang besar membuat semua pemasukan akan habis. Malah justru pemerintah ujungnya yang akan mensubsidi besar-besaran untuk operasional kereta cepat.

“Saya mau soroti, dari biaya investasi yang besar tersebut adalah belum tentu balik, karena pemasukan dari tiket dan iklan untuk menutup biaya operasi saja tidak mungkin mencukupi, sehingga memerlukan subsidi dari pemerintah,” ungkap Darmaningtyas.

“Jadi beban APBN ke depan adalah untuk mengembalikan biaya investasi yang mencapai Rp 100 triliun lebih itu dan subsidi untuk operasional,” sebutnya.


Reaksi & Komentar

Berita Lainnya