Dia menduga ada kesepakatan antara pihak kepolisian dan pemain judi untuk “menyetor sebagian keuntungannya” jika tidak ingin dirazia dan ditangkap.
Praktik seperti ini yang diduga Adrianus melanggengkan perjudian dan menyebabkan minimnya penindakan.
Anggota Kompolnas Albertus juga meyakini ada keterlibatan “orang dalam” instansi kepolisian dalam tindak pidana perjudian ini.
“Nanti pasti ada [orang dalam yang terungkap keterlibatannya]. Itu biarkan penyidik yang bekerja. Siapa yang akan menjadi back-up, itu penyidik yang mendalami,” kata Albertus.
Tangkap “yang paling aman”
Berbeda dengan tindak pidana lainnya yang berusaha menghindari polisi, Adrianus mengatakan para bandar judi justru “membutuhkan polisi” untuk mengamankan diri mereka karena bandar judi selalu menjadi target para pemain judi yang kalah. Situasi ini menyebabkan “simbiosis mutualisme” antara pihak kepolisian dengan para bandar judi.
Dengan kondisi seperti itu, menurut Adrianus, tidak mungkin kalau polisi tidak mengetahui siapa saja yang terlibat di dalam perjudian.
Oleh sebab itu, ketika pihak kepolisian mendapatkan tekanan untuk melakukan penegakan hukum terhadap para bandar judi, polisi menggunakan data yang ada untuk kemudian dipilih dan dipilah.
“Dipilih yang paling aman bagi kepolisian dan itulah yang kemudian dikenakan penegakan hukum. Mengapa saya pakai kata paling aman karena mungkin saja ada bandar yang pernah memberikan secara langsung atau mungkin sudah difoto, sudah ada rekamannya dari yang bersangkutan ketika memberikan sejumlah dana kepada oknum kepolisian tertentu.
“Pada orang-orang ini tentu repot kalau diadakan penegakan karena ujung-ujungnya bisa melibatkan perwira-perwira yang lain,” kata Adrianus menjelaskan.
Inilah yang membuat Adrianus menduga “sulit untuk melakukan pendekatan yang menyeluruh” dalam penegakkan hukum tindak pidana perjudian.
Penyidikan harus transparan
Kompolnas juga akan menagih pernyataan Kapolri yang mengatakan bahwa siapa pun yang terlibat dalam dalam perjudian untuk bertindak.
“Kita serahkan ke penyidik sambil kita kawal bersama-sama. Tetapi, Kompolnas tentu lebih intensif mengawal itu dengan melihat perkembangan yang dilakukan oleh Polri setelah tertangkapnya Apin BK,” ujar Albertus.
Pihaknya mendesak kapolri dan jajarannya untuk semakin terbuka ke publik. Jika terdapat masalah atau tidak ada perkembangan, Albertus mengatakan akan bersurat dengan kapolri, seperti yang dilakukan Kompolnas secara rutin.
Temuan PPATK
Pada September lalu, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkap dugaan aliran dana dari judi online kepada oknum polisi. Namun, tidak ada penjelasan lebih lanjut.
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengatakan “sudah berkoordinasi dengan Polri”.
BBC News Indonesia sudah menghubungi Ivan dan menanyakan soal aliran dana ke oknum kepolisian itu, tetapi Ivan tidak menjawab.
Dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR RI pada September 2022, PPATK menyebut sudah memblokir 312 rekening terkait judi online dengan total isi rekening senilai Rp836 miliar.
Ivan mengungkap pemilik rekening itu berasal dari berbagai lapisan masyarakat, bukan hanya polisi saja.
“Ada semua. Oknum (polisi), ibu rumah tangga, mahasiswa, pelajar, orang swasta, PNS (pegawai negeri sipil),” kata Ivan dikutip dari Kompas.com. [bbc]