Hukum Merayakan Halloween Menurut Islam, Sudah Dijelaskan dalam Hadist

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

BANDA ACEH –Hukum merayakan Halloween dalam Islam menarik untuk dibahas. Sebab, masih banyak yang belum memahami, apakah ikut memperingati tradisi ini termasuk diperbolehkan atau tidak bagi umat Muslim.

Halloween merupakan perayaan hari libur yang dimanfaatkan banyak negara di dunia pada Oktober dengan cara anak-anak berdandan dengan kostum penyihir, goblin, pahlawan atau bertema horor yang berbeda dan melakukan trik atau treat di sekitar lingkungan tempat tinggalnya, sementara orang dewasanya menikmati hidangan dan hiburan pesta halloween.

Setiap tradisi Halloween didasarkan dalam budaya pagan kuno atau termasuk ke dalam budaya agama Kristen. Dari sudut pandang Islam, hal tersebut tergolong pada bentuk kegiatan syirik. Dewan Fatwa Malaysia bahkan mengecam tradisi bernuansa horor tersebut sebagai “Budaya Barat” yang menyimpang dari nilai-nilai syariah ajaran Islam.

Dilansir dari berbagai sumber, celebrities.id, Jumat (28/10/2022) telah merangkum hukum merayakan Halloween dalam Islam, seperti berikut.

Apa Itu Perayaan Halloween?

Menilik pada laman History, Halloween diperingati sebagai hari libur yang dirayakan setiap tahun pada 31 Oktober dan Halloween 2022 akan terjadi pada hari Senin, 31 Oktober. 

Tradisi ini berasal dari festival Celtic kuno Samhain, saat orang menyalakan api unggun dan mengenakan kostum untuk mengusir hantu. Pada abad kedelapan, Paus Gregorius III menetapkan 1 November sebagai waktu untuk menghormati semua orang kudus.

All Saints Day kemudian memasukkan beberapa tradisi Samhain. Malam sebelumnya dikenal sebagai All Hallows Eve dan kemudian dikenal sebagai Halloween. Seiring waktu, Halloween berkembang menjadi hari kegiatan seperti trick-or-treat, mengukir jack-o-lantern, pertemuan meriah, mengenakan kostum dan memakan camilan.

Asal-usulnya berasal lebih dari 2.000 tahun yang lalu pada hari libur yang dikenal sebagai Samhain Eve. Bangsa Celtic percaya bahwa pada malam suci Samhain, para roh akan berkeliaran di Bumi saat mereka melakukan perjalanan ke akhirat. Peri, iblis dan makhluk lain juga dikatakan berada di bumi dan bahwa mereka sering mengenakan kostum untuk membingungkan roh, mungkin untuk menghindari kerasukan.

Hukum Merayakan Halloween dalam Islam

Sekarang tidak diragukan lagi bahwa dalam Islam, paganisme (Syirik) adalah salah satu dosa terbesar yang dapat dilakukan seorang Muslim dan dengan demikian, sekilas hal ini tampaknya menyelesaikan fakta bahwa berpartisipasi dalam Halloween adalah haram. Dari sudut pandang Islam, Halloween adalah salah satu perayaan terburuk karena asal-usul dan sejarahnya.

Haram (dilarang) untuk mengambil bagian dalam praktik seperti itu, bahkan jika mungkin ada beberapa elemen yang tampaknya baik atau tidak berbahaya di dalamnya, seperti yang dikutip dari laman Islam Web.

Bersamaan dengan hadits dari Bulugh al-Maram yang secara konsisten dikutip di forum-forum Islam tentang Halloween, “Barang siapa meniru orang (dalam tindakannya) dianggap salah satu dari mereka,” sehingga mendukung argumen bahwa mereka yang mengambil bagian dalam perayaan Halloween adalah bagian dari agama pagan.

Halloween Tidak Mencerminkan Karakter Muslim yang Baik

Perayaan Halloween berisi ajaran dan hal-hal yang memiliki kecenderungan masuk dalam dunia kegelapan seperti darah palsu, kerangka dan karakter iblis yang bukan bagian dari pembangunan karakter seorang Muslim yang sehat.

Hal tersebut merupakan simbol kejahatan dan beberapa bahkan merupakan representasi dari setan. Maka dari itu, melakukan ini bahkan di luar Halloween tidak sesuai dengan karakteristik seorang Muslim.

Dalil tentang Larangan Memperingati Halloween

1. Al-Maidah (104)

وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْا۟ إِلَىٰ مَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ وَإِلَى ٱلرَّسُولِ قَالُوا۟ حَسْبُنَا مَا وَجَدْنَا عَلَيْهِ ءَابَآءَنَآ ۚ أَوَلَوْ كَانَ ءَابَآؤُهُمْ لَا يَعْلَمُونَ شَيْـًۭٔا وَلَا يَهْتَدُونَ ١٠٤

Artinya:

Dan apabila dikatakan kepada mereka, “Marilah (mengikuti) apa yang diturunkan Allah dan (mengikuti) Rasul.” Mereka menjawab, “Cukuplah bagi kami apa yang kami dapati nenek moyang kami (mengerjakannya).” Apakah (mereka akan mengikuti) juga nenek moyang mereka walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak (pula) mendapat petunjuk?

2. Al-Hadid (16)

 اَلَمۡ يَاۡنِ لِلَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡۤا اَنۡ تَخۡشَعَ قُلُوۡبُهُمۡ لِذِكۡرِ اللّٰهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ الۡحَـقِّۙ وَلَا يَكُوۡنُوۡا كَالَّذِيۡنَ اُوۡتُوا الۡكِتٰبَ مِنۡ قَبۡلُ فَطَالَ عَلَيۡهِمُ الۡاَمَدُ فَقَسَتۡ قُلُوۡبُهُمۡؕ وَكَثِيۡرٌ مِّنۡهُمۡ فٰسِقُوۡنَ

Artinya:

Belum tibakah waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk secara khusyuk mengingat Allah dan mematuhi kebenaran yang telah diwahyukan (kepada mereka), dan janganlah mereka (berlaku) seperti orang-orang yang telah menerima kitab sebelum itu, kemudian mereka melalui masa yang panjang sehingga hati mereka menjadi keras. Dan banyak di antara mereka menjadi orang-orang fasik.

3. Yusuf (5)

قَالَ يٰبُنَىَّ لَا تَقۡصُصۡ رُءۡيَاكَ عَلٰٓى اِخۡوَتِكَ فَيَكِيۡدُوۡا لَـكَ كَيۡدًا ؕ اِنَّ الشَّيۡطٰنَ لِلۡاِنۡسَانِ عَدُوٌّ مُّبِيۡنٌ

Artinya:

Dia (ayahnya) berkata, “Wahai anakku! Janganlah engkau ceritakan mimpimu kepada saudara-saudaramu, mereka akan membuat tipu daya (untuk membinasakan)mu. Sungguh, setan itu musuh yang jelas bagi manusia.”

4. Al-Munawi dalam Hadits Anas

حديث أنس ثم ذكر النهي عن تعظيم يوم عيد المشركين وأن من عظمه لليوم كفر وكلاماً بمعناه

Artinya:

“Hadits dari Anas tersebut, kemudian beliau menyebutkan larangan mengagungkan hari raya orang musyrik dan barangsiapa yang mengagungkan hari tersebut karena hari itu adalah hari raya orang musyrik maka dia telah kafir, atau dengan ucapan semisal itu”

5. Imam Ibn Al-Qayyim rahimahullah

وأما التهنئة بشعائر الكفر المختصة به فحرام بالاتفاق ، مثل أن يهنئهم بأعيادهم وصومهم ، فيقول: عيد مبارك عليك ، أو تهْنأ بهذا العيد ونحوه

Artinya:

“Adapun memberi ucapan selamat pada syi’ar-syi’ar kekufuran yang khusus bagi orang-orang kafir (sebagaimana ucapan selamat natal), hukumnya adalah haram berdasarkan kesepakatan/ijma’ para ulama. Contohnya adalah memberi ucapan selamat pada hari raya dan puasa mereka, kemudian mengatakan, ‘Semoga hari raya ini adalah hari yang berkah bagimu’, atau dengan ucapan selamat pada hari besar mereka dan semacamnya.”

Exit mobile version