BANDA ACEH –Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyatakan telah menyurati Menteri Pertahanan Prabowo Subianto terkait temuan pengadaan senilai ratusan miliar rupiah pada program Komponen Cadangan atau Komcad yang menyalahi peraturan perundang-undangan. Dalam auditnya BPK menemukan ada sejumlah barang yang dipesan dan didistribusikan ke markas-markas pelatihan Komcad sebelum anggaran tersedia dan kontrak pengadaan berlaku.
“Betul, sudah kami surati langsung ke menterinya dan sudah ditindaklanjuti,” kata anggota I BPK Nyoman Adhi Suryadnyana saat ditemui usai menyerahkan Laporan Hasil Pemeriksaan Semester I Tahun 2022 kepada Presiden Joko Widodo atau Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa, 1 November 2022.
Adhi lebih lanjut menerangkan bahwa program Komcad memang dianggarkan oleh Kementerian Pertahanan atau Kemenhan, namun dilakukan secara bertahap. Nah, dalam pelaksanaan program secara bertahap inilah BPK melihat ada koreksi di lapangan.
“Tapi koreksinya bersifat administratif, dan ada koreksi-koreksi yang yang sudah ditindaklanjuti,” kata Adhi. Hanya saja, Ia tidak merinci tindak lanjut yang sudah dilakukan Prabowo dan anak buahnya di Kemenhan atas temuan BPK ini.
Laporan Koran Tempo
Sebelumnya, Koran Tempo edisi Senin, 31 Oktober 2022, mengangkat laporan berjudul “Rawan Permainan Dana Komponen Cadangan”. Pemeriksaan BPK terhadap Kemenhan atas Sistem Pengendalian Internal dan Kepatusan terhadap Perundang-undangan Tahun Anggaran 2021 menemukan seabrek permasalahan pada tahun pertama pembentukan Komcad.
Audit sistem pengendalian internal dan kepatuhan digelar BPK untuk mengiringi pemeriksaan atas laporan keuangan Kemhan Tahun Anggaran 2021. Dalam laporan keuangan tersebut, Kemenhan mencatat sejumlah kegiatan senilai total Rp 531,96 miliar yang belum mendapat dukungan dalam anggaran 2021. Lebih dari separuhnya, atau sebesar Rp 235,26 miliar, digunakan untuk pelaksanaan kegiatan pembentukan Komcad.
Dalam pemeriksaan fisik, BPK menemukan sebagian barang hasil pengadaan itu telah didistribusikan ke tiga Resimen Induk Daerah Militer (Rindam), Pusat Pendidikan dan Latihan Khusus (Pusdiklatpassus), pelaksanaan kegiatan latihan dasar militer (latsarmil), serta pembulatan Komcad. Barang senilai minimal Rp 235,26 miliar tersebut berupa perlengkapan operasi lapangan, alat komunikasi, dan kendaraan.
Surat pesanan barang tercatat dipesan oleh Badan Sarana Pertahanan (Baranahan) Kemenhan untuk kegiatan Komcad. Rinciannya, barang senilai Rp 123,07 miliar untuk kegiatan dukungan Komcad 2021 serta sisanya untuk pengadaan alat peralatan pertahanan dan keamanan berupa aset kendaraan Rp 44,8 miliar serta senjata senapan serbu senilai Rp 67,3 miliar.
BPK dalam laporan hasil auditnya, menilai semestinya barang-barang tersebut telah tercatat sebagai aset tetap, minimal senilai Rp 230,57 miliar. Masalahnya, hal itu tidak bisa dilakukan lantaran sebagian barang tersebut didatangkan dan didistribusikan sebelum adanya anggaran. Merujuk pada dokumen pengajuan anggaran Baranahan kepada Direktorat Jenderal Perencanaan Pertahanan, auditor menemukan kegiatan dukungan Komcad 2021 justru masih diajukan sebagai tambahan anggaran sebesar Rp 123,07 miliar untuk tahun anggaran 2022.
Tak cukup sampai di situ, pemeriksaan lebih lanjut tim BPK mengungkap adanya kebutuhan dana untuk kegiatan Komcad berupa pengadaan kendaraan senilai Rp 68,69 miliar dan senapan serbu kaliber 5,56 milimeter senilai Rp 582,99 miliar. Barang-barang tersebut juga telah didistribusikan, yang tercatat sebagai kontrak pinjaman dalam negeri 2021 dan 2022. Pendek kata, hasil audit menemukan bahwa barang tersebut telah didistribusikan ketika kontrak pembiayaan anggarannya belum efektif berlaku.
Potensi sengketa dan permasalahan hukum
Akibat pengadaan di luar anggaran dan kontrak ini, BPK menilai terdapat potensi sengketa dan permasalahan hukum terhadap aset senilai Rp 527,27 miliar yang telah dikuasai Kemenhan itu. Kemenhan juga berpotensi menerima tagihan atas pengeluaran yang dilakukan pihak ketiga senilai total Rp 1,07 triliun. Sebagian besar belanja barang bermasalah itu adalah untuk pembentukan Komcad 2021.
BPK pun menilai permasalahan tersebut muncul karena pejabat pembuat komitmen pada Baranahan Kemenhan membuat perikatan pengadaan barang sebelum anggaran tersedia. Tindakan tersebut dinilai menyalahi Undang-Undang Keuangan Negara Pasal 3 ayat 5 yang mengharuskan semua penerimaan yang menjadi hak dan pengeluaran atau menjadi kewajiban negara harus dimasukkan dalam APBN.
Dikonfirmasi mengenai hal ini, Adhi menyebut persoalan aset tetap yang belum bisa dilakukan hingga potensi sengketa ini masih bisa diperbaiki. Ia menyebut perbaikan pun sedang berjalan.
“Kan perbaikan ini ada waktunya. Tahun depan pun kami juga masih bisa mengaudit kembali,” kata Adhi.
Adapun sampai hari ini, pihak Kemenhan belum memberikan klarifikasi atas berbagai temuan BPK ini. Baik Prabowo Subianto, maupun Direktur Jenderal Perencanaan Pertahanan Kemenhan Laksamana Pertama Supo Dwi Diantara tak memberi jawaban saat dikonfrimasi Tempo.