BANDA ACEH -Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menteri yang hendak maju capres dan cawapres tak perlu mundur dari jabatan.
Namun, cukup meminta izin kepada presiden. Hal ini sesuai dengan putusan MK Nomor 68/PUU-XX/2022 yang semula diajukan oleh Partai Garda Perubahan Indonesia (Garuda).
Ketua MK Anwar Usman membacakan putusan menyatakan bahwa frasa “pejabat negara” dalam Pasal 170 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang tentang Pemilihan Umum bertentangan dengan UUD RI. Sebelumnya, pasal tersebut mewajibkan penjabat negara untuk mundur dari jabatannya jika ingin maju capres.
Namun, ketentuan itu tidak termasuk jabatan presiden, wakil presiden, pimpinan dan anggota MPR, pimpinan dan anggota DPR, pimpinan dan anggota DPD, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota dan wakil wali kota. Namun, dalam putusan ini MK memasukkan menteri sebagai jabatan yang dikecualikan.
Artinya, menteri dibolehkan nyapres meski masih menjabat. Meski demikian, ada delapan kategori pejabat setingkat menteri yang harus mengundurkan diri jika hendak maju capres dan cawapres.
Kategori pertama: Ketua, wakil ketua, ketua muda dan hakim agung Mahkamah Agung. Kategori dua: Ketua, wakil ketua, dan hakim semua badan peradilan kecuali hakim ad hoc.
Kategori tiga: Ketua, wakil ketua dan anggota MK. Kategori empat: Ketua, wakil ketua dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Kategori lima: Ketua, wakil ketua dan anggota Komisi Yudisial (KY). Kategori enam: Ketua dan wakil ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Kategori tujuh: Kepala perwakilan Indonesia di luar negeri yang menjabat sebagai duta besar luar biasa dan punya kuasa penuh. Kategori delapan: Pejabat lain yang ditentukan oleh undang-undang.