Kombes Polisi Minta Damai usai Anaknya Aniaya Teman di PTIK, Orang Tua Korban Tidak Mau

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

BANDA ACEH –Seorang polisi berpangkat Komisaris Besar atau Kombes Polisi disebut telah meminta damai kepada orang tua yang anaknya menjadi korban penganiayaan di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK).

Namun, permintaan tersebut ditolak oleh orang tua korban, yang menginginkan terduga pelaku penganiayaan anaknya, RC, diproses hukum.

Diketahui, kasus dugaan penganiayaan yang dilakukan anak kombes polisi berinisial RC terhadap teman satu bimbingan belajarnya yang berinisial MFB (16), terjadi pada Sabtu 12 November 2022.

Terduga pelaku RC disebut menganiaya MFB di PTIK, Jakarta Selatan. Akibat penganiayaan yang dilakukan terduga pelaku RC, korban MFB mengalami luka lebam dan trauma.

Ibunda korban bernama Yusna telah melaporkan kasus dugaan penganiayaan yang menimpa MFB kepada polisi.

Selain itu, ia juga mengungkapkan kasus tersebut ke publik, sehingga menjadi sorotan banyak pihak, termasuk Komisi Polisi Nasional (Kompolnas).

Setelah kasus dugaan penganiayaan itu mencuat, Yusna mengaku dihubungi oleh orang tua pelaku yang merupakan kombes polisi.

Yusna mengaku kombes polisi itu meminta agar kasus dugaan penganiayaan yang dilakukan terduga pelaku RC kepada anaknya MFB bisa diselesaikan secara kekeluargaan atau damai.

Tetapi, Yusna menolak permintaan damai itu. Pihak keluarga korban tetap ingin melanjutkan penanganan kasus tersebut secara hukum.

“Sudah dihubungi oleh bapak terlapor. Kami tetap ingin melanjutkan secara hukum,” kata Yusna, seperti dilansir Wartakotalive.com, Kamis (17/11/2022).

“Tidak mau damai biar ada efek jera, karena ini bukan sekali dua kali dia melakukannya.”

Yusna sebelumnya mengungkapkan, bahwa penganiayaan yang dilakukan terduga pelaku RC terhadap anaknya MFB merupakan perkara topi.

Anak Yusna, MFB, dituduh menyembunyikan topi milik terduga pelaku RC. Akibatnya, MFB dianiaya oleh RC.

Menurut Yusna, peristiwa penganiayaan terhadap anaknya itu bahkan dilakukan oleh RC di depan pelatih bimbingan belajar.

Namun, pelatih itu tak bisa berbuat banyak. Yusna menuturkan sang pelatih hanya bisa terdiam dan tidak melakukan apa-apa untuk melerai penganiayaan itu.

Belakangan, setelah kasus ini menjadi perhatian publik, pihak bimbingan belajar meminta agar kasus ini diselesaikan secara kekeluargaan. Yusna pun menolak tawaran tersebut.

“Sebelum media nasional mengangkat kasus ini, kami tidak diajak mediasi dari pihak bimbel maupun orang tua terlapor,” kata Yusna.

“Baru setelah ter-share di media (mereka mengajak mediasi). Kami jawab secara normatif untuk diselesaikan secara hukum.”

Exit mobile version