Jangan Seperti Aceh Tenggara dan Banda Aceh, CIC Aceh Minta Pj Bupati Aceh Besar Segera Audit OPD dan BPKD

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

Pj Bupati Aceh Besar, Muhammad Iswanto saat mendengarkan rapat. FOTO/Dok. Istimewa

BANDA ACEH – Ketua DPW CIC Provinsi Aceh melalui Wakil Ketua DPW CIC Provinsi Aceh, Sulaiman Datu ikut perihatin dengan kesulitan keuangan yang dialami oleh Pemerintah Kabupaten Aceh Besar saat ini. Hal itu ia sampaikan kepada HARIANACEH.co.id, Jumat (16/12/2022) sore di Banda Aceh.

Apalagi, sambung Sulaiman Datu, sampai-sampai pemerintah Kabupaten Aceh Besar menerapkan standar ketat untuk membayar belanja tahun 2022. Tak hanya sampai di situ kata Sulaiman Datu, malah proses pembayaran belanja kabupaten yang berdampingan dengan Ibu Kota Aceh itu harus melawati evaluasi Sekda Aceh Besar, Sulaimi.

ADVERTISEMENTS

“Waduh, sudah hampir-hampir mau karam sepertinya kapal Aceh Besar menuju ke defisit. Aceh Tenggara dan Banda Aceh sudah duluan karam. Kalau sudah harus masuk ke ruangan Sekda terlebih dahulu untuk dipilah-pilih mana yang harus duluan dibayar artinya sudah ada lampu kuning yang menyala,” sebut Sulaiman Datu mengawali responnya. 

ADVERTISEMENTS

Sulaiman Datu kemudian menambahkan, evaluasi SPM yang mengacu kepada surat Kepala Daerah yang menyebutkan tidak dulu melakukan kegiatan yang tidak urgent adalah sikap yang kurang tepat. Munurut Wakil Ketua CIC DPW Aceh itu, semua kegiatan apalagi untuk kepentingan publik tentu harus didahulukan,

ADVERTISEMENTS

“Bagian kegiatan mana saja yang tidak urgent?, Pak Sulaimi harus bisa mem-breakdown kegiatan-kegiatan itu dan diumumkan ke publik, agar publik tidak menduga-duga setiap kegiatan yang akan dilakukan dan dinilai urgent menurut penilaian Sekda dan timnya. Belanja-belanja daerah yang sifatnya seperti Dana Alokasi Umum (DAU) yang ditranfer pusat ke kas Daerah setiap bulannya diperuntukkan setidaknya 70 persen adalah untuk kebutuhan belanja rutin, seperti gaji, tunjangan jabatan dan operasional kantor, sedangkan sisanya 30 persen adalah untuk pembangunan fisik dan pembangunan ekonomi di daerah itu,” ucap Sulaiman Datu.

ADVERTISEMENTS

Jadi, ucap Sulaiman Datu lagi, dari semua kegiatan di Aceh Besar sebenarnya sudah terekpos anggaranya melalui DIPA, lalu yang menjadi pertanyaan mengapa bisa menjadi defisit di akhir tahun 2022?.

ADVERTISEMENTS

Menurut Sulaiman Datu kemungkinan ada kebijakan pejabat awal sebelum Pj Aceh Besar yang menjabat saat ini dalam membuat program yang mendahului APBK dan dapat diduga program itu seolah-olah bersifat urgensi untuk kepentingan publik padahal kegiatan yang mendahului APBK itulah yang menjadi penyebab terjadinya beban keuangan daerah.

“Jadi penyebab defisit di Aceh Besar ini saya menduga karena ada kegiatan-kegiatan yang mendahului di luar APBK saat itu, jadi seolah-olah kegiatan tersebut terkesan kegiatan urgent bagi kepentingan publik dan inilah yang saya duga penyebab inti terjadinya defisit anggaran,” urai Sulaiman Datu.

Untuk itu, kata Sulaiman Datu, pembayaran-pembayaran tagihan seharusnya Pemerintah Kabupaten Aceh Besar menurunkan Inspektorat langsung ke lapangan untuk memeriksa kebeneran kegiatan-kegiatan proyek tersebut. Karena dapat diduga bisa jadi ada kegiatan-kegiatan yang fiktif, hal ini supaya tidak terjadinya kerugian keuangan daerah kabupaten Aceh Besar.

“Kepada Pj Aceh Besar kami meminta untuk segera menurunkan Inspektorat untuk mengaudit Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dan Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD), hal ini tentu agar Inspektorat dapat langsung memeriksa setiap kegiatan-kegiatan yang diduga sudah mendahului APBK dan atau juga memeriksa kegiatan-kegiatan yang sudah tertuang di DIPA. Kehati-hatian itu perlu namun jangan sempai memperpanjang alur proses birokrasi dan kami meminta juga kepada PJ Aceh Besar jangan sampai ada pihak yang dikorbakan, kecuali ada anggaran yang sudah diploting khusus untuk kegiatan penumpang gelap,” tutup Sulaiman Datu sambil tertawa ringan.[]

Exit mobile version