BANDA ACEH – Wakil Ketua DPW CIC Provinsi Aceh, Sulaiman Datu terkesan sangat buru-buru saat menghubungi HARIANACEH.co.id pada Rabu (21/12/2022) menjelang sore. Mantan Anggota KPU/KIP Kota Langsa periode 2003-2008 ini mengajak jurnalis HARIANACEH.co.id untuk bertemu dan berbincang-bincang soal Bank Aceh Syariah (BAS) yang ternyata dalam pembicaraan itu, Sulaiman Datu membuat sebuah kejutan yang sangat mencengangkan jurnalis media ini. Pasalnya, belum selesai soal pencalonan Direktur Utama yang acak adul itu, ternyata Bank milik orang Aceh itu memiliki kredit macet sebesar 264 miliar rupiah yang tidak terselesaikan sejak tahun 2020.
Demikian penyampaian Sulaiman Datu kepada HARIANACEH.co.id pada Rabu (21/12/2022) sore mengawali diskusinya dengan jurnalis HARIANACEH.co.id di Banda Aceh.
Tidak menunggu lama, Sulaiman Datu menceritakan langsung hasil temuannya kepada HARIANACEH.co.id.
“Sepengetahuan kami di CIC setelah membuka, meneliti, menganalisa berbagai informasi dan data. Seingat kami, dulu DPRA pernah membuat tim Pansus terhadap Bank Aceh Syariah (BAS) dan sudah pernah pula melakukan rapat bersama. Saat rapat yang berlangsung pada hari Selasa 29 September 2020 itu, ada pembahasan yang pernah terungkap bahwa Bank Aceh Syariah memiliki beban berupa kredit macet sebesar 264 miliar rupiah,” buka Sulaiman Datu pelan-pelan tentang nilai negatif Non Performing Financing (NPF) Bank Aceh Syariah. Istilah bahasa Inggris itu digunakan untuk mewakili maksud dari kredit macet di sebuah perbankan syariah.
Kemudian Sulaiman Datu melanjutkan, kata dia, rapat Tim Pansus DPRA yang dipimpin oleh Ketua Pansus Khairil Syahrial waktu itu mengungkapkan akan melakukan investigasi tentang penyebab terjadinya kredit macet yang nilainya mencapai Rp264 miliar.
“Maka dengan ini kami dari DPW CIC Aceh mendesak supaya temuan dari hasil pansus DPRA soal Bank Aceh Syariah (BAS) ini untuk dapat segera dipublikasikan ke publik agar masyarakat dan publik secara luas dapat mengetahui permasalahan ini,” sambung Sulaiman Datu.
Menurut informasi yang layak dipercaya setelah memverifikasinya, sambung Sulaiman Datu lagi, Anggota DPRA yang menjadi tim Pansus Bank Aceh Syariah (BAS) di antaranya terdiri atas Khairil Syahrial selaku Ketua, Zaenal Abidin, Hendri Yono, Irfansyah, Ismail A Jalil, Sartina NA, Nuraini Maida, Khalili, Ridwan Yunus, Murhaban Makam, Zaini Bakri, Rijaluddin, Wahyu Wahab Usman, Asrizal H Asnawi, Mukhtar Daud dan Martini.
“Para anggota DPR Aceh ini membentuk pansus sebagai wakil dari Lembaga yang terhormat dan menggunakan dana oprasional maupun honor dari uang rakyat dan tidak ada salahnya hasil dari kerja Tim pansus DPR Aceh juga dipublikasikan ke publik demi untuk kepentingan rakyat Aceh,” ujar Sulaiman Datu.
Wakil Ketua DPW Corruption Investigation Committee (CIC) Provinsi Aceh itu menanyakan sampai di mana sudah proses investigasi penelusuran penyebab terjadinya kredit macet Bank Aceh Syariah yang dilakukan Pansus DPR Aceh itu berjalan?. Dan apa hasil serta kesimpulan yang sudah diperoleh?.
Pertanyaan besar itu menjadi hal yang sangat penting dan ingin diketahui masyarakat Aceh secara luas. Sulaiman Datu menilai, apa yang sudah dilakukan Pansus DPR Aceh adalah manifesto rakyat Aceh itu sendiri, karena Bank Aceh Syariah adalah saham milik rakyat Aceh dan DPR Aceh adalah Watch Dog-nya Rakyat Aceh dalam mengontrol tata kelola sistem keuangan yang dijalankan oleh Bank Aceh Syariah saat ini.
“Pansus yang dilaksanakan pada tahun 2020 dan sampai saat ini sudah masuk akhir tahun 2022, setidaknya sudah berjalan lebih dari dua tahun. Lalu pertanyaan saya, apa hasil serta kesimpulan dari tim pansus tersebut?. Hahahaha… Jangan-jangan dibentuk pansus itu karena ada apa-apanya dan atau hanya untuk meloloskan pembiayaan kredit oknum peribadi dari Anggota DPRA?,” tanya Sulaiman Datu seraya tertawa ringan menyatir keadaan carut marut sistem pengelolaan perbankan syariah di Aceh.
Namun demikian, kata Sulaiman Datu, DPW Corruption Investigation Committee (CIC) Provinsi Aceh juga memberikan masukan kepada tim pansus DPRA. Menurutnya, tidak ada alasan dan salahnya tim Pansus DPR Aceh untuk segera memanggil Pemerintah Aceh selaku Pemegang Saham Pengendali (PSP) dan manajen BAS untuk dimintai keterangan soal Kredit Macet itu dalam Rapat dengar Pendapat (RDP) di tengah kegaduhan dan carut marut pengelolaan Bank Aceh.
“Amburadul dan carut marut sistem pengelolaan rekruitmen Direktur Utama saja tidak selesai-selesai, apalagi dalam perjalanan proses rekruitmen itu muncul berbagai intrik onani (baca: olah sana olah sini) yang diduga dimainkan oleh Dewan Komisaris. Tentu ini sangat membuat publik lelah karena dibangun dengan kepentingan-kepetingan individu dari oknum-oknum di Bank Aceh. Kemudian, ditambah lagi munculnya soal Non Performing Financing (NPF) yang merupakan salah satu instrumen penilaian kinerja sebuah bank syariah yang menjadi interpretasi penilaian pada aktiva produktif, khususnya dalam penilaian pembiayaan bermasalah alias Kredit Macet Bank Aceh Syariah (BAS) yang sudah menumpuk sebanyak Rp264 miliar, Tim Pansus DPR Aceh harus segera memanggil mereka semua untuk dimintai keterangannya,” ujar Sulaiman Datu sambil menepuk jidatnya.
Sulaiman Datu menghimbau dan mendorong kepada DPR Aceh untuk segera mengevaluasi kembali pelaksanaan Qanun 9 Tahun 2014 tentang pembentukan Bank Aceh Syariah.
“Bank Aceh Syariah adalah satu-satunya Bank pertama yang mengelola sistem keuangan perbankan secara konsep Syariah Islam. Bank ini juga menjadi pilot project Lembaga Keuangan Syariah (LKS) dan merupakan pioner pengelolaan sistem perbankan Syariah di Republik ini dengan tujuan yaitu untuk mensejahterakan serta meningkatkan perekonomian masyarakat Aceh yang sempat terpuruk selama lebih tiga puluh tahun akibat konflik politik antara Gerakan Aceh Merdeka dan Pemerintah Republik Indonesia setidaknya sejak akhir order lama disambung lagi pada era orde baru,” terang Sulaiman Datu.
Jadi, Sulaiman Datu mengakhiri bicaranya dengan HARIANACEH.co.id, seraya mengingatkan Pemerintah Aceh, DPR Aceh, Stakeholder di Aceh khususnya Bank Aceh agar dapat bekerja keras, cerdas dan bijaksana serta terukur dan tidak mendahulukan kepentingan individu di atas kepentingan masyarakat demi mejadikan Bank Aceh Syariah sebagai bank penyelamat Rakyat Aceh dalam menata perekonomian Aceh.
“Pemerintah Aceh, DPR Aceh dan berbagai stakeholder yang ada di Aceh harus betul-betul lebih mendahulukan serta mengedepankan kepentingan masyarakat Aceh di atas kepentingan individu. Bank Aceh adalah milik kita bersama dan sudah saatnya harus dibersihkan dari tangan-tangan kotor, dari para oknum-oknum kelompok yang berperilaku seolah-olah pintar namun nyatanya jahil dan bahkan diduga sering melakukan peraktik-peraktik koruptif,” tutup Sulaiman Datu.[]